Sosok Jonathan Chrisnanda Galih Pradipta pantas menjadi inspirasi bagi orang-orang yang ‘’dikaruniai’’ keterbatasan fisik. Buktinya, meski tunarungu, dia mampu menjadi pebisnis yang beromzet ratusan juta rupiah per bulan.
Laporan JPNN, Semarang
RUANG tamu rumah Daniel Suprih Mulyadi di kawasan Kelenteng Sam Poo Kong, Gedung Batu, Kota Semarang, kini telah menjadi toko yang khusus menjual model kit Gundam, tokoh animasi asal Jepang yang dipopulerkan Sunrise Studio sejak 1979. Aneka model action figure Gundam tertata rapi di rak-rak lemari kaca.
Seorang anak muda siap melayani setiap pembeli yang mampir ke tokonya. Anak muda itu tak lain adalah Jonathan Chrisnanda, putra kedua Daniel Suprih. Berkat ketekunan dan kerja keras pemuda kelahiran Semarang, 19 Mei 1983 itu, toko tersebut begitu laris. Padahal, Jonathan memiliki handicap atau kekurangan secara fisik. Dia tidak bisa mendengar alias tunarungu.
‘’Saya tunarungu sejak lahir. Kata orangtua, saya dulu lahir dengan cara divakum,’’ ujar Jonathan saat ditemui JPNN, Kamis (10/5).
Toko yang diberi nama Unicorn Toys and Hobby tersebut merupakan hasil kerja keras Jonathan dibantu adik kandungnya, Decky Chandra. Toko itu hampir setiap hari ramai dikunjungi penggemar figur Gundam. Tidak hanya anak-anak dan remaja, tapi juga para orangtua yang sejak lama mengoleksi pernik-pernik tentang Gundam.
‘’Tapi, sebagian besar pembeli di sini adalah yang bertransaksi via Facebook dan Kaskus (situs jejaring sosial dan informasi Indonesia, red),’’ ujar Jonathan yang diwawancarai secara tulis.
Jonathan pantas bersyukur bisa dipertemukan dengan mainan robot berwujud Gundam. Berkat tokoh itu, dia bisa hidup mandiri. Bahkan, dia mampu membantu ekonomi orang tuanya. Kemandirian itu telah dia mulai saat lulus dari SD Luar Biasa (SDLB) Widya Bhakti Semarang pada 1999-2000. Dia disekolahkan orangtuanya di SMP Luar Biasa Wonosobo, Jawa Tengah. Otomatis dia harus berpisah dengan orangtua dan saudara-saudaranya. ‘’Saya harus tinggal di asrama sekolah itu,’’ tutur pria yang pada Sabtu (19/5) besok genap berusia 29 tahun itu.
Jonathan menuturkan mulai mengenal sosok Gundam ketika masuk SMA. Saat itu dia bersekolah di SMK Pangudi Luhur Muntilan, Magelang. Dia dikenalkan oleh teman sebangkunya, Indra Pratama, yang memang memiliki banyak mainan mobile suit Gundam. Jonathan masih ingat apa saja jenis Gundam yang dimiliki Indra waktu itu.
‘’Indra saat itu punya Gundam jenis HG 1/144 RX-7822 dan HG 1/144 Wing Gundam,’’ ujarnya.
Jonathan menjadi tertarik terhadap sosok Gundam karena bentuknya yang menarik. Apalagi, dia kemudian merasa tertantang untuk bisa merakit mainan itu. Jonathan lalu mencari berbagai referensi terkait Gundam. Setelah membaca dan melihat video Gundam, dia makin terpincut sehingga membeli model kit itu. Jonathan harus bersabar untuk mendapatkan Gundam yang pertama. Selama berbulan-bulan, dia harus menabung agar uangnya mencukupi untuk membeli mainan ‘’mahal’’ itu.
‘’Banyak Gundam yang bagus, tapi harganya sangat mahal. Saya nggak punya duit. Saya akhirnya beli RX-78-2 yang harganya murah,’’ kenangnya. Harga Gundam yang dibeli Jonathan saat itu Rp200 ribu di Jogjakarta. Hingga kini, Gundam pertama itu tersimpan dengan baik sebagai koleksi pribadi. ‘’Itu koleksi yang saya sayangi,’’ kata dia.
Lulus SMK Jonathan, dia melanjutkan kuliah di Universitas Dian Nuswantoro, Semarang. Sejak itu dia makin akrab dengan dunia internet. Bahkan, dia tertarik untuk mencoba peruntungan dengan berjualan via online. Barang yang dijual adalah mainan Gundam. Meski awalnya sempat bingung karena tak bisa berkomunikasi dengan lancar, dia tetap melakukan bisnis tersebut. ‘’Saya tidak bisa mendengar perkataan orang, apalagi telepon. Saya hanya bisa SMS dan chatting,’’ ujarnya.
Dengan modal awal Rp500 ribu pada 2005, Jonathan memberanikan diri membuka lapak Gundam di dunia maya. Modal itu digunakan untuk membeli beberapa Gundam murah. Jika ada pembeli yang menginginkan Gundam jenis tertentu yang berharga mahal, Jonathan menerapkan sistem pemesanan. Dia akan mencarikan di toko langganan di Jogja yang dikenalnya.
‘’Sebanyak 90 persen dagangan saya ketika itu harus diambil dari toko lain,’’ jelas pemilik ID unicorn08 di jejaring Kaskus itu. Sebelum berjualan di Kaskus, Jonathan pernah mencoba peruntungan di situs Indonetwork, situs jual-beli Indonesia. Berbagai kesulitan harus dihadapi Jonathan ketika itu. Betapa tidak, dunia internet jarang sekali menggunakan bahasa Indonesia baku. Sementara dia tidak bisa memahami bahasa gaul para pengguna internet. ‘’Dulu saya sering tidak paham. Pengaturan bahasa saya kacau sehingga buyer (pembeli) marah dan batal membeli,’’ kenangnya.
Jonathan sempat putus asa. Penyebabnya, transaksi sering batal karena kesalahpahaman antara dirinya dan calon pembeli. Saat itu omzet bisnisnya masih sedikit, sekitar Rp6 juta per bulan. Laba yang diperoleh tak jelas. Jonathan pun berpikir untuk banting setir ke bisnis lain. ‘’Saya pernah mencoba bisnis lain seperti jualan kaus, komik, dan poster anime. Tapi, semuanya gagal,’’ ujarnya.(ari/ila)