NASIB KORBAN TSUNAMI MENTAWAI SETELAH 2 TAHUN

Terlunta-lunta akibat Birokrasi Kompleks

Feature | Rabu, 17 Oktober 2012 - 21:54 WIB

Terlunta-lunta akibat Birokrasi Kompleks
Kompleks hunian sementara korban tsunami Mentawai. (Foto: Padang Ekspres/RPG)

Dua tahun sudah korban gempa dan tsunami Mentawai tinggal di tenda darurat dan hunian sementara. Entah sampai kapan mereka harus tinggal di pengungsian, karena belum ada tanda-tanda hunian tetap akan dibangun pemerintah.

Laporan RPG, Mentawai

PADA 25 Oktober mendatang, genap dua tahun gempa dan tsunami Mentawai berlalu. Meski begitu, pembangunan hunian tetap belum juga direalisasikan karena izin peng­gunaan lahan hutan untuk mem­bangun huntap masih tersangkut di Kementerian Kehutanan. 

“Anggota DPRD sudah bisa hidup enak, namun korban gempa di hu­nian sementara (huntara)  tak bisa tidur nyenyak,” tulis warga yang tinggal di huntara pada anggota DPRD Men­tawai, Jan Sipayung.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Surat itu bukan satu-satunya yang dikirim para korban tsunami. Sudah puluhan surat senada dila­yangkan pa­da wakil mereka di DPRD Mentawai.

“Terus terang isu surat itu mem­buat hati saya terenyuh,” ucap Jan Sipayung dalam rapat kerja antara Badan Nasio­nal  Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Penang­gulangan Bencana Dae­rah (BPBD) Sumbar, Dinas Kehutanan Sumbar, Dinas Prasjal Tarkim Sumbar, Pem­kab Mentawai, DPRD Mentawai dan BPBD Mentawai di auditorium Gu­bernuran, kemarin (16/10).

Jimer Munthe, anggota DPRD Men­tawai lainnya,  mengakui kondisi  hun­tara  tidak layak huni. Karena itu, banyak warga yang tinggal di rumah mereka yang rusak berat. Tak heran, mereka me­­nyebut hunian sementara menjadi hunian belantara.

“Untuk apa dikirim 171 fa­silitator ke sana, padahal kegia­tan rehab rekon dan pemba­ngunan huntap belum dimulai. Toh fasilitator itu sampai hari ini belum melakukan apa-apa,” ucapnya.

Jimer Munthe mengu­sul­kan, jika sulit melakukan pena­nganan di tingkat kementerian, ada baiknya informasi itu disam­paikan kepada presiden atau dibawa di tingkat kabinet. “Apa mereka tetap kita biarkan di sana hanya karena persoalan tukar kawasan hutan yang tak kunjung tuntas di Kementerian Kehu­tanan?”  sesalnya.

Melky, anggota DPRD Men­ta­wai lainnya, juga menyesalkan alasan pemerintah soal aturan yang menghambat pemba­ngu­nan huntap dan kegiatan rehab rekon di Mentawai. “Untuk bencana, sudah tak tepat bicara soal aturan main, karena persoa­lan ini adalah persoalan ben­cana, bukan proyek atau program pembangunan. Saudara-saudara kita itu butuh perhatian kita semua. Harus ada upaya konkret membantu mereka,” tegasnya.

Kepala BPBD Mentawai, Tarminta mengakui kondisi huntara sudah tak layak. Sebab, banyak dinding dan lantai hun­ta­ra terkelupas. “Dinding dan lantai huntara itu hanya terbuat dari triplek. Kondisinya seka­rang sudah banyak yang ter­kelupas,” ungkapnya.

“Sebaiknya kita melakukan format ulang sosialisasi pada masyarakat terhadap lambatnya proses kegiatan pembangunan huntap agar kepercayaan ma­syarakat  terhadap pemerintah tetap ada,” jelasnya.

Kepala Dinas Kehutanan Sumbar, Hendri Oktavia me­ngatakan, sesuai aturan main, tukar menukar kawasan hutan harus melalui beberapa tahapan, termasuk permohonan land clearing untuk pembangunan huntap. Sedikitnya, 4.105 hek­tare lahan yang diusulkan Pem­kab Kepulauan Mentawai untuk rehab rekon Mentawai, terma­suk pembangunan huntap.

“Kami bukannya tidak be­kerja keras mempercepat proses itu, kami juga sudah sering mendatangi Kementerian Kehu­tanan membicarakan hal ini. Tapi, realisasinya  masih jauh dari harapan. Memang dibutuh­kan penanganan khusus untuk bisa memangkas prosedural ini,” katanya.

Hendri mengakui selama ini pembicaraan  terhadap persoa­lan yang dihadapi Pemprov Sumbar hanya  dibahas di ting­kat Dirjen. Karena itu, perlu  pembahasan di tingkat yang lebih tinggi dalam bentuk surat keputusan menteri secara ber­sama.

Deputi Rehab Rekon Badan Nasional  Penanggulangan Ben­cana  (BNPB) Bambang menga­takan, pihaknya akan berupaya mempercepat proses pelaksa­naan kegiatan rehab rekon. Sembari tim provinsi Sumbar dan tim Pemkab Mentawai me­ngirim surat  ke presiden, pihak­nya akan mengagendakan perte­muan antara  Menteri  Kehu­tanan  RI Zulkifli Hasan dengan Kepala BNPB Syamsul  Maarif.

“Sanitasi di huntara sudah tak layak untuk manusia. Saya tak bisa bayangkan bagaimana mereka hidup dengan sanitasi seperti sekarang. Tentu, kami juga punya tanggung jawab mengurangi penderitaan korban gempa dan tsunami di Men­tawai,”  tuturnya.

Kepala BPBD Sumbar, Yazid Fadhli mengatakan, untuk pe­ker­jaan land clearing di luar areal yang tak perlu izin dari Kementerian Kehutanan harus disegerakan. “Setelah rapat ini, harus ada tindak lanjutnya  sese­gera mungkin melakukan land clearing,”  janjinya.***









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook