Dua tahun sudah korban gempa dan tsunami Mentawai tinggal di tenda darurat dan hunian sementara. Entah sampai kapan mereka harus tinggal di pengungsian, karena belum ada tanda-tanda hunian tetap akan dibangun pemerintah.
Laporan RPG, Mentawai
PADA 25 Oktober mendatang, genap dua tahun gempa dan tsunami Mentawai berlalu. Meski begitu, pembangunan hunian tetap belum juga direalisasikan karena izin penggunaan lahan hutan untuk membangun huntap masih tersangkut di Kementerian Kehutanan.
“Anggota DPRD sudah bisa hidup enak, namun korban gempa di hunian sementara (huntara) tak bisa tidur nyenyak,” tulis warga yang tinggal di huntara pada anggota DPRD Mentawai, Jan Sipayung.
Surat itu bukan satu-satunya yang dikirim para korban tsunami. Sudah puluhan surat senada dilayangkan pada wakil mereka di DPRD Mentawai.
“Terus terang isu surat itu membuat hati saya terenyuh,” ucap Jan Sipayung dalam rapat kerja antara Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumbar, Dinas Kehutanan Sumbar, Dinas Prasjal Tarkim Sumbar, Pemkab Mentawai, DPRD Mentawai dan BPBD Mentawai di auditorium Gubernuran, kemarin (16/10).
Jimer Munthe, anggota DPRD Mentawai lainnya, mengakui kondisi huntara tidak layak huni. Karena itu, banyak warga yang tinggal di rumah mereka yang rusak berat. Tak heran, mereka menyebut hunian sementara menjadi hunian belantara.
“Untuk apa dikirim 171 fasilitator ke sana, padahal kegiatan rehab rekon dan pembangunan huntap belum dimulai. Toh fasilitator itu sampai hari ini belum melakukan apa-apa,” ucapnya.
Jimer Munthe mengusulkan, jika sulit melakukan penanganan di tingkat kementerian, ada baiknya informasi itu disampaikan kepada presiden atau dibawa di tingkat kabinet. “Apa mereka tetap kita biarkan di sana hanya karena persoalan tukar kawasan hutan yang tak kunjung tuntas di Kementerian Kehutanan?” sesalnya.
Melky, anggota DPRD Mentawai lainnya, juga menyesalkan alasan pemerintah soal aturan yang menghambat pembangunan huntap dan kegiatan rehab rekon di Mentawai. “Untuk bencana, sudah tak tepat bicara soal aturan main, karena persoalan ini adalah persoalan bencana, bukan proyek atau program pembangunan. Saudara-saudara kita itu butuh perhatian kita semua. Harus ada upaya konkret membantu mereka,” tegasnya.
Kepala BPBD Mentawai, Tarminta mengakui kondisi huntara sudah tak layak. Sebab, banyak dinding dan lantai huntara terkelupas. “Dinding dan lantai huntara itu hanya terbuat dari triplek. Kondisinya sekarang sudah banyak yang terkelupas,” ungkapnya.
“Sebaiknya kita melakukan format ulang sosialisasi pada masyarakat terhadap lambatnya proses kegiatan pembangunan huntap agar kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah tetap ada,” jelasnya.
Kepala Dinas Kehutanan Sumbar, Hendri Oktavia mengatakan, sesuai aturan main, tukar menukar kawasan hutan harus melalui beberapa tahapan, termasuk permohonan land clearing untuk pembangunan huntap. Sedikitnya, 4.105 hektare lahan yang diusulkan Pemkab Kepulauan Mentawai untuk rehab rekon Mentawai, termasuk pembangunan huntap.
“Kami bukannya tidak bekerja keras mempercepat proses itu, kami juga sudah sering mendatangi Kementerian Kehutanan membicarakan hal ini. Tapi, realisasinya masih jauh dari harapan. Memang dibutuhkan penanganan khusus untuk bisa memangkas prosedural ini,” katanya.
Hendri mengakui selama ini pembicaraan terhadap persoalan yang dihadapi Pemprov Sumbar hanya dibahas di tingkat Dirjen. Karena itu, perlu pembahasan di tingkat yang lebih tinggi dalam bentuk surat keputusan menteri secara bersama.
Deputi Rehab Rekon Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Bambang mengatakan, pihaknya akan berupaya mempercepat proses pelaksanaan kegiatan rehab rekon. Sembari tim provinsi Sumbar dan tim Pemkab Mentawai mengirim surat ke presiden, pihaknya akan mengagendakan pertemuan antara Menteri Kehutanan RI Zulkifli Hasan dengan Kepala BNPB Syamsul Maarif.
“Sanitasi di huntara sudah tak layak untuk manusia. Saya tak bisa bayangkan bagaimana mereka hidup dengan sanitasi seperti sekarang. Tentu, kami juga punya tanggung jawab mengurangi penderitaan korban gempa dan tsunami di Mentawai,” tuturnya.
Kepala BPBD Sumbar, Yazid Fadhli mengatakan, untuk pekerjaan land clearing di luar areal yang tak perlu izin dari Kementerian Kehutanan harus disegerakan. “Setelah rapat ini, harus ada tindak lanjutnya sesegera mungkin melakukan land clearing,” janjinya.***