Laporan INDRA EFENDI, Tembilahan
Di usianya yang hampir 100 tahun, wajar jika Djalil tidak ingat pasti kisah masa lalunya sebagai pejuang kemerdekaan memperebutkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Kini veteran kelahiran Manado itu harus tinggal bersama satu orang anak dan tiga cucu serta beberapa cicit.
Nama lengkap bapak enam anak itu H Abdul Djalil Ma’roef. Tekat pria kelahiran tahun 1921 ini menjadi pejuang kemerdekaan, mengingat rasa cintanya yang begitu besar terhadap bangsa ini.
Sehingga di usia yang masih remaja (16 tahun) dia sudah mengangkat senjata mempertaruhkan nyawa bersama pejuang lain yang usianya jauh di atasnya.
Dengan logat Manado yang tidak terlalu kental, kakek berusia 92 tahun ini berusaha menceritakan semua masa lalunya. Terkadang dia berhenti sejenak untuk mengenang apa yang telah dialaminya.
Sosok keturunan Manado campuran Kalimantan Selatan (Kalsel) ini cukup ramah menyambut kehadiran Riau Pos. ‘’Silakan masuk,’’ kata Djalil, dengan logat Manado.
Sedikit kaget, ketika Djalil bercerita kalau jasanya sebagai veteran tidak terlalu dihargai oleh pemerintah. Meski demikian dia tidak pernah dipersoalkannya. Walaupun hasratnya juga ingin diperhatikan sebagaimana pensiunan pegawai saat ini.
‘’Semenjak saya jadi Ketua Vetran Indragiri Hilir (Inhil) sekitar tiga tahun silam baru saya merasakan bantuan dari pemerintah daerah sekitar Rp300 ribu. Itupun setiap peringatan HUT RI,’’ tuturnya.
Sesekali Djalil yang duduk di atas kursi di sudut depan rumahnya itu juga menggunakan bahasa Banjar Kalsel, yang merupakan tanah kelahiran orangtua laki-lakinya. ‘’Daerah perjuangan ulon (aku, bahasa Banjar) meliputi tiga wilayah,’’ katanya.
Tiga wilayah daerah perjuangan yang ia maksud, Kecamatan Enok, Kecamatan Kuala Indragiri dan Kota Tembilahan. Di samping mengangkat senjata untuk mempertahankan kedaulatan Indonesia, Djalil juga menjadi seorang guru agama. Ilmu agama diyakini Djalil penerang kehidupan untuk melawan penjajah.
‘’Yang kami hadapi kala itu bukan saja penjajah. Tapi yang terberat adalah orang-orang dari bangsa kita sendiri. Beberapa kali saya ditawan sekutu Belanda, mata-matanya anak bangsa ini. Mata ditutup dan dipukuli yang melakukan juga manusia penghianat,’’ kenangnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Sosial (Disos) melalui Kepala Seksi (Kasi) Pembinaan Kepahlawanan dan Kesetiakawanan Sosial, Burhan membenarkan bantuan Rp300 ribu berikut sembako oleh pemerintah daerah kepada 100 anggota veteran Inhil.
‘’Benar, ada bantuan-bantuan yang kita berikan kepada bekas pejuang. Selain uang tunai, kita juga memberikan bantuan sembako. Meski tidak terlalu besar, namun mudah-mudahan hal itu bisa membantu,’’ ungkap Burhan, Jumat (16/8) di Tembilahan.***