Laporan DON KARDONO, Tokyo
Inspirasi tentang Negeri Matahari Terbit betul-betul mengendap di pemikiran Menko Perekonomian Hatta Rajasa.
Berkolaborasi dengan Jepang, men-download filosofi, ilmu pengetahuan dan teknologi dari salah satu centrum kemajuan Asia itu, menjadi amat bermakna. Mengapa harus ke Jepang?
Bagi Hatta Rajasa, darimana pun datangnya sumber ilmu, jika itu bermanfaat bagi bangsa dan negara, akan dikejar dengan penuh totalitas, sekalipun di ujung matahari.
Sejarah panjang yang telah dilalui bangsa Jepang, sarat dengan similaritas yang terukir dalam historia negeri ini.
Jepang identik dengan negara ekonomi maju, teknologi canggih, tahan banting, pekerja keras, membangun cepat, dan tetap kokoh dengan akar budaya timur yang santun dan ramah.
Hatta sangat terkesan dengan pembangunan infrastruktur di Tokyo yang kompleks, tetapi tetap menghargai orang tua, penyandang cacat, dan dunia anak-anak.
Semua fasilitas publik, selalu memanjakan dan menempatkan mereka sebagai prioritas.
Di trotoar, di Metro Tokyo (kereta bawah tanah, city MRT), di Shinkansen (kereta peluru antarkota), tempat penyeberangan, halte bus, toilet, Narita Airport, Haneda Airport, pelabuhan, tangga building, bus angkutan kota, semua disediakan kemudahan bagi mereka.
Hidup mereka menjadi sangat berkualitas, dihargai, dihormati, dipikirkan, diberi kemudahan secara terencana.
Di semua tempat publik di Jepang, kita temukan orang-orang tua, berjalan sendiri, tidak ada rasa cemas. Kalau dihitung, indeks kecemasannya nyaris mendekati titik nol.
‘’Inilah standar hidup khas dari kota dan negeri yang beradab. Dan itu pula, yang tengah kami rancang sebagai filosofi membangun kota-kota besar di Indonesia. Itulah pula yang akan kami implementasikan di Jabodetabek Metropolitan Priority Area (MPA),’’ jelas Hatta Rajasa.
Anak-anak sekolah, misalnya, juga sudah dipikirkan keamanan mereka ketika berada di tempat publik.
‘’Saya pernah punya pengalaman yang sangat menyentuh, ketika ada bus sekolah mengangkut anak-anak itu berhenti, maka semua arus lalu lintas, semua mobil wajib berhenti.
Untuk memberi kesempatan bus itu menaik-turunkan anak-anak. Selama bus itu belum bergerak, semua sampai jauh di belakang juga harus stop.
Saya baru maklum, ternyata itu sebagai antisipasi manakala ada anak-anak yang bermain, berlari ke jalur kanan, memotong jalan, dan sebagainya. Namanya juga anak-anak? Ini juga khas, negeri dengan derajad civilization yang tinggi,’’ ungkap Hatta.
Karena itu, tidak keliru, Ketua Umum DPP PAN ini berlari mengejar Matahari di negeri Matahari Terbit. Hatta memang tipe orang yang selalu menatap jauh 10-20 tahun ke depan, dan berpijak pada kedalaman makna di mana dia berdiri saat ini.
Karena itu pikiran-pikiran solutif yang dia tawarkan, selalu mendasar, hati-hati, dan menjaga agar tidak keluar dari koridor masa depan.
Karena itu, dia sangat familiar membaca data, angka, trend, dan arah pembangunan itu bergerak.
Itulah, mengapa MP3EI yang dia rancang sebagai cetak biru percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia itu banyak diapresiasi dunia internasional. Bahkan, ada yang menyebutnya sebagai Hattanomic 2011-2025.
‘’Apapun sebutannya, yang terpenting kita sudah meletakkan dasar dan arah pengembangan ekonomi ke depan, agar kekuatan ekonomi nasional di enam koridor itu maju bersama tanpa kesenjangan yang berarti,’’ jelas Hatta.
Mengapa Jepang begitu hangat menerima konsep-konsep kerja sama ekonomi, perdagangan, investasi, perindustrian, teknologi, energi dan ekonomi kreatif yang diboyong Hatta?
Termasuk apresiasi Perdana Menteri Jepang, Yoshihiko Noda? Juga tiga pertemuan penting di Tokyo, 8-9 Oktober yang dilangsungkan di Likura Guest House Tokyo dalam Japan-Indonesia Economic Forum 2012 itu?
Baik Menlu Kochiro Gemba maupun Menteri Ekonomi Perdagangan dan Industri, Yukio Edano, semua respek dengan konsep itu? Mengapa?
Pertama, detak pertumbuhan ekonomi Indonesia yang terus meningkat, di tengah arus krisis global yang mengguncang AS dan Eropa.
Indonesia terbukti dan sangat meyakinkan semakin kokoh, fundamental ekonominya. Kedua, angka GDP tahun 2010, yang menempati 700 miliar dolar AS, yang berarti income per kapitanya sudah 3.000 dolar AS per tahun.
Diperkirakan tahun 2025, GDP itu sudah berada di average 4-4,5 triliun dolar AS, dan masuk dalam negara dengan penduduk berpenghasilan tinggi. Yakni, antara 14,250 sampai 15.500 dolar AS.
‘’Euro Monitor malah membuat prakiraan yang lebih cepat lagi. Tidak sampai tahun 2025, tetapi lima tahun lebih cepat dari proyeksi konservatif saya di MP3EI! Eropa malah sudah membaca masa depan Indonesia seperti itu? Bisa dibayangkan, kalau saat ini kelas menengah kita ada 50-60 juta jiwa, maka tahun 2025 (versi MP3EI, red), middle class itu sudah mencapai 135 juta orang, dengan daya beli 1,8 triliun dolar AS. Indonesia betul-betul menjadi negeri maju,’’ ungkap penggemar udang masak madu ini.
Bagiamana dengan penduduk miskin? Yang nasibnya, tidak tersentuh oleh kemajuan dan peradaban? Yang jumlahnya juga signifikan? Apakah mereka secara otomatis akan terangkat status ekonominya?
‘’Nah, itu juga tidak lepas dari pemikiran saya. Sebuah konsep matang kami namakan MP3KI-Masterplan Percepatan Penurunan Kemiskinan Indonesia, sudah siap diluncurkan. Tunggu tiga empat bulan lagi, untuk penyempurnaan,’’ jawab Hatta cepat.
Rupanya, Hatta sudah lama merancang masterplan-nya. ‘’Itu berangkat dari asumsi, bahwa kecepatan laju ekonomi kelas menengah atas, dengan golongan bawah itu jauh sekali.
Keterbatasan ilmu pengetahuan, teknologi, informasi, pendidikan, akses, dan sebagainya itu menciptakan potensi kesenjangan yang kian jauh menganga. Dan itu bisa menjadi potensi persoalan serius di kelak kemudian hari,’’jelasnya.
‘’Kalau MP3EI motor penggeraknya adalah high investment, di 6 koridor, connectivity dan Iptek, maka kalau MP3KI driven-nya adalah affirmative actions, perlindungan sosial dengan public private people partnership, terutama di Cluster I-II-III-IV. Tugas pemerintah untuk menjaga gap, dan mencari solusi mengentaskan kemiskinan itu,’’ kata Hatta.
Apakah filosofi ini juga belajar dari Negeri Matahari?
‘’Kejarlah Matahari, karena di manapun dia berada, tidak akan pernah meninggalkan kewajibannya untuk menyinari Bumi!’’ jawabnya. (ila/bersambung)