Laporan LISMAR SUMIRAT, Pekanbaru
Bajaj merupakan kendaraan bermotor roda tiga yang digunakan untuk transportasi umum. Pada era 80an, kendaraan Bajaj ini begitu populer bagi masyarakat Kota Pekanbaru.
Namun di era moda tranportasi moderen ini, Bajaj diibaratkan barang langka yang terparkir lama dibeberapa pinggiran jalan di Kota Pekanbaru ini.
Seorang penarik Bajaj, Khairul (56) yang ditemui Riau Pos di Pasar Kodim Jalan Ahmad Yani, Kamis (15/8) menyebutkan keberadaan Bajaj sekarang ini tidaklah terlalu dimintai oleh orang lagi. Tetapi meskipun kondisinya sudah seperti ini, Kahirul tidak ada pilihan lain.
Menurut Khairul, manarik Bajaj memang profesi yang telah dijalaninya hampir 30 tahun. Tak ada lagi pekerjaan lain yang sesuai dengan usianya maka beliau tetap menjalaninya dengan senang hati.
Khairul yang juga sehari-hari dipanggil Piin itu menyebutkan jumlah bajaj yang ada di Pekanbaru ini tidaklah banyak. ‘’Adalah sekitar 30 unit,’’ ucapnya sambil melihat kiri dan kanan menunggu penumpang. Seluruh Bajaj itu menurut Khairul menyebar di beberapa titik keramaian yang ada di Pekanbaru.
‘’Seperti di Pasar Kodim ini hanya 3 Bajaj. Ada lagi di Pasar Bawah, di sekitar Suzuya, di Matahari Dept Store, dan sekitar loket Jalan Tuanku Tambusai,’’ tambahnya.
Diceritakan Khairul lebih jauh, dulunya tahun 1981, sewaktu Bajaj pertama kali ada di Pekanbaru, jumlahnya mencapai 76 Unit. Bajaj merupakan sarana transportasi yang digemari oleh masyarakat untuk keperluan ke mana-mana.
‘’Terutama bagi orang-orang yang belanja di pasar dan membawa belanjaan banyak’’ kenangnya.
Tetapi sekarang ini, Khairul mengakui memang agak sulit untuk mendapatkan penumpang. Hal itu tidaklah diakibatkan moda transportasi modren seperti oplet, taksi dan lainnya. Tetapi justru hal itu diakibatkan sudah banyaknya jasa ojek.
‘’Bagaimana tidak, sepeda motor sekarang sudah bisa dibeli dengan uang muka yang sangat murah sehingga semakin banyak jasa ojek di tiap sudut kota. Ditambah lagi dengan ongkos ojek Rp5.000 saja sudah bisa diantar kemana-mana, meskipun tak jauh, ‘’ terangnya.
Sementara itu dijelaskan Khairul, kenaikan BBM juga mengakibatkan sepi penumpang yang mau naik Bajaj karena mau tidak mau, ongkos Bajaj juga harus menyesuaikan.
‘’terkadang menjadi dilema, mau kita naikkan, hampir tak ada penumpang tetapi kalau tidak dinaikkan ongkosnya, justru kita pulak yang rugi,’’ tutur Khairul.
Ditambahkan khairul yang lebih berat lagi adalah penarik Bajaj yang harus membayar setoran kepada empunya Bajaj karena mereka harus menyetor Rp100.000 dalam seminggu. ‘’Untung saja Bajaj ini punya saya sendiri,’’ ungkapnya.
Terkiat dengan pendapatan, Khairul tidak dapat menyebutkan berapa jumlah uang yang pasti didapatkan dalam tiap bulannya karena semua tergantung waktu dan penumpang. Kalau sedang mujurnya, bisa saja satu hari memperoleh Rp60.000-Rp70.000. Tetapi kalau sedang sepi, bisa 3 sampai 4 hari tak memperoleh sepersenpun. ‘’Saya saat Ramadan kemarin, 3 hari tak dapat satu penumpang pun,’’ ujarnya.
Senada dengan itu Manuk (57) rekan Khairul yang juga mangkal di Pasar Kodim mengatakan tidak dapat dipastikan berapa pendapatannya dalam sebulan.
‘’Karena satu hari itu kadang ada, kadang tak dapat apa-apa,’’ ucap Manuk yang juga ketika ditemui sedang menunggu penumpang sembari duduk di dalam Bajaj-nya tersebut.
Terkait dengan ongkos, Manuk menjelaskan tidak ada patokan khusus, semuanya tergantung tawar-menawar, hanya saja, kalau rutenya sudah sering dilalui, misalnya dari Pasar Kodim ke Pasar Bawah, ongkosnya Rp10.000.
Sedangkan untuk rute yang jauh-jauh, ongkosnya sekitra Rp50.000-Rp60.000. ‘’Seperti dari Pasar Kodim ke Kulim, Pandau, Panam dan lainnyalah,’’ ungkap lelaki yang mengakui sudah 20 tahun kerjanya menarik bajaj.(*6)