SINERGI PELAKU USAHA DAN KOPERASI BANGUN PEREKONOMIAN MASYARAKAT KOTO MASJID

UKM Hidupkan Koperasi yang 11 Tahun Mati Suri

Feature | Minggu, 16 Juni 2013 - 06:31 WIB

Berdasarkan keputusan Badan Hukum Nomor 65/BH/KDK-4/I/XIII/1998, Koperasi Perikanan Pintu Gading Desa Koto Masjid, Kecamatan XIII Koto Kampar, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau, resmi terbentuk.

Laporan NUKE FATMASARI, Desa Koto Masjid

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

DESEMBER 1998, koperasi beranggotakan 43 orang. Akibat pengelolaan pengurus kurang profesional, koperasi mati suri. “Uang simpanan yang saya setorkan hilang tak berbekas,” cerita Hazmi, anggota koperasi sejak 1998.

Ketua Koperasi Perikanan Pintu Gading Desa Koto Masjid, Jon Haril mengatakan, koperasi mati suri akibat sikap tidak peduli anggota dan pengurus atas prinsip dasar gotong-royong dan kebersamaan. “Akhirnya terjadi miss komunikasi,” ucapnya di Desa Kota Masjid, Kamis (13/6). Utang pun menumpuk dan terus bertambah.

Presepsi awal tentang koperasi juga salah. Pengurus beranggapan koperasi dibentuk untuk mendapat bantuan pemerintah. Padahal koperasi seharusnya bisa mandiri, dan tugas pemerintah hanya membimbing serta membina.

Tatkala koperasi mati suri tahun 1998, 343 kepala keluarga yang ada di Desa Koto Masjid mendapat binaan Pemerintah Kabupaten Kampar dan Pemerintah Provinsi Riau. Mereka diajarkan bagaimana menggali potensi daerah, khususnya bidang perkebunan. Sejak itu, 90 persen kepala keluarga fokus mengelola karet.

“Beternak ikan awalnya hanya menjadi pekerjaan sambilan,” cerita Suhaimi, warga Desa Koto Masjid peraih predikat Pelaku Usaha Terbaik di acara CSR Award 2011 yang diselenggarakan Corporate Forum Community Development (CFCD) bekerja sama dengan Kementerian Sosial Republik Indonesia.

Meski pekerjaan utama menyadap getah karet, Suhaimi mencoba beternak dan membudidayakan ikan patin. Bermodal Rp30 juta, Suhaimi membuka kolam baru, mengebor air, menata pengairan dan membeli bahan baku untuk membuat pellet (makanan ikan). Berkat ketekunan berusaha, sekarang, Suhaimi sudah punya CV Graha Permata Fish dengan cakupan bidang usaha pusat pembenihan, pembesaran ikan, pembuatan pakan ikan dan pengolahan ikan berupa nugget, salai dan kerupuk.

Keberhasilan Suhaimi menumbuhkan lebih banyak pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) lain di Desa Koto Masjid. Sejak tahun 2003 hingga tahun 2010, pelaku usaha  tumbuh pesat. Dari 8 berkembang menjadi 116 pelaku usaha. Bahkan, 85 persen mata pencarian 539 kepala keluarga saat ini di Desa Koto Masjid bergantung pada ikan patin.  

Menghidupkan  Kembali Koperasi

Tumbuh pesatnya pelaku usaha ikan patin di Desa Koto Masjid, membuat tengkulak menjamur. Tidak sedikit anggota masyarakat yang terjebak bujuk rayu dan tipuan manis mereka. Salah satunya Linda Sumarni yang awalnya hanya berutang modal usaha Rp5 juta, terpaksa harus membayar uang tunai Rp28 juta plus menjual kebun untuk membayar utang.

Tengkulak pun mempermainkan harga beli pakan (bahan baku) ikan dan harga jual hasil ikan. Jika pakan kurang, masyarakat kesulitan membeli karena mahal. Jika pakan terlalu banyak, harga terjun bebas dan pelaku usaha rugi. Fluktuasi yang terjadi sangat tidak baik dan selalu membuat pelaku usaha was-was.

Desakan agar dibangun lagi koperasi yang sedang ‘tidur’ di Desa Koto Masjid pun muncul. Apalagi lembaga keuangan desa telah mengisyaratkan bahwa kehadiran koperasi sangat diperlukan di desa yang potensinya mulai berkembang pesat itu.

Maret 2010, pengurus baru koperasi inipun dibentuk. Awal kepengurusan, para pengurus harus rela dibebani utang. Apalagi kantor masih menumpang di bangunan pemerintahan desa. “Tantangan utama kami adalah menyelesaikan utang,” cerita Jon.

Bermodal omset Rp2 juta, Jon didampingi rekannya Wan Chandra selaku Sekretaris dan Dendi Riono selaku Bendahara, mengundang 43 anggota terdaftar untuk rapat. “Kami juga mengunjungi anggota untuk meminta kepastian bergabung lagi,” cerita Jon.

Dari 43  anggota terdaftar di tahun 1998, yang bertahan hanya 19 orang. Hazmi adalah salah satunya. “Meski uang saya habis, tetapi saya tetap percaya dengan koperasi,” kata Hazmi.

Dengan utang Rp96,108 juta, pengurus baru yang muda dan enerjik melihat bahwa potensi yang dimiliki Desa Koto Masjid cukup menjanjikan. ‘’Geliat pelaku usaha yang membantu koperasi untuk bangkit lagi,” tutur Jon.

Dengan mengandalkan prinsip kerja sama dan gotong-royong, hingga 31 Desember 2010, koperasi berhasil mencapai omset Rp98,763 juta dan menambah jumlah anggota menjadi 89 orang (data perkembangan koperasi lihat tabel).

Selain itu, PT Telkom lewat program kemitraan dan bina lingkungan, juga ikut menyalurkan pinjaman modal ke koperasi Rp50 juta, September 2011. Kementerian Negara Koperasi dan UKM melalui Dinas Koperasi Kabupaten Kampar dan Dinas Koperasi Provinsi Riau juga memberi bantuan dana hibah Rp50 juta, Juli 2012.

Kini, Koperasi Perikanan Pintu Gading Desa Koto Masjid telah menempati bangunan sendiri yang paralel dengan kios oleh-oleh, salah satu bidang usaha pengurus baru. Tujuh bidang usaha lain adalah  simpan pinjam, pinjaman modal usaha, pengadaan pakan ikan buatan dari para pelaku usaha di Desa Koto Masjid, membantu masyarakat memasarkan produk ikan patin bekerja sama dengan pedagang lain ke Sumatera Barat, Jambi dan Sumatera Utara, serta juga menyalurkan bibit ikan ke desa-desa sekitar seperti Desa Lubuk Agung, Desa Pulau Gadang, Desa Muara Takus, Desa Koto Tuo dan sebagainya, dan juga menyediakan loket pembayaran rekening listrik, serta menyalurkan pakan pabrikan yang didatangkan Phokpand dari Kota Medan.

Belum Tergali Maksimal

Di Desa Koto Masjid, perputaran uang terjadi sangat cepat. Yaitu penjualan hasil ikan Rp117 juta per hari, pakan ikan Rp40 juta per hari, penjualan pakan ikan masyarakat Rp66 juta per hari, penjualan bibit ikan Rp16 juta per hari, dan dari produk ikan salai serta produk turunan olahan ikan lain Rp25 juta per hari. “Bila dikelola maksimal, potensi usaha bidang perikanan, perindustrian, perdagangan, jasa dan jasa lainnya sangat besar,” kata Jon.

Akibat keterbatasan modal, Koperasi Perikanan Pintu Gading Desa Koto Masjid hanya mampu mengelola 30 persen. Sisanya yang 70 persen belum bisa dikembangkan. “Usaha kami menyejahterakan anggota dan masyarakat belum maksimal. Masih banyak anggota yang ingin mendapat pinjaman modal tetapi harus antre,” katanya.

Hingga Kamis (13/6), antrean anggota yang meminjam modal masih 25 orang. ‘’Dari 35 anggota yang mendaftar, baru tersalurkan 10 orang,” ucap Wan Chandra. Agar potensi masyarakat Desa Koto Masjid dapat dikelola 100 persen, koperasi memerlukan modal sekitar Rp1,8 miliar. “Jika terbantu Rp500 juta, dalam enam bulan, akan banyak anggota yang sejahtera. Namun belum ada bank yang bisa memberi pinjaman bunga ringan ke koperasi,” keluhnya.

Kisaran bunga yang diberikan bank adalah 18 persen. Sementara kisaran bunga yang diberikan koperasi untuk anggota yang memerlukan bantuan modal usaha adalah 1,25 persen per bulan atau 15 persen per tahun. “Kalau kami tetap meminjam ke bank, itu nekad namanya. Selain mematikan koperasi, misi utama menyejahterakan anggota juga tidak tercapai,” kata Wan.

Sehat atau tidaknya koperasi diukur dari cepat atau lambatnya penyelenggaraan Rapat Anggota Tahunan (RAT). Koperasi Perikanan Pintu Gading Desa Koto Masjid, kata Wan, selalu menyelenggarakan RAT di awal tahun. Hingga kini, koperasi dan pelaku usaha selalu bersinergi atau menjalin kerja sama yang saling menguntungkan.

Keberhasilan kerja sama ini dilihat dari potret kemajuan masyarakat 2002-2011, yakni naiknya pendapatan per kapita masyarakat dari Rp2 juta menjadi Rp5 juta per bulan, meningkatnya bangunan rumah permanen dari 39 rumah menjadi 84 rumah, meningkatnya jumlah tenaga kerja dari 89 orang menjadi 216 orang, meningkatnya kepemilikan mobil dari 13 unit menjadi 44 unit, serta berkurangnya penduduk miskin dari 110 kepala keluarga menjadi 16 kepala keluarga, meningkatnya bangunan rumah permanen dari 39 rumah menjadi 84 rumah, meningkatnya jumlah tenaga kerja dari 89 orang menjadi 216 orang, meningkatnya kepemilikan mobil dari 13 unit menjadi 44 unit, serta berkurangnya penduduk miskin dari 110 kepala keluarga menjadi 16 kepala keluarga.***









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook