BERKAH DI UJUNG RUN WAY

Tuah Pucuk Bayam Bisa Kuliahkan Anak

Feature | Minggu, 14 Juli 2013 - 07:37 WIB

Tuah Pucuk Bayam Bisa Kuliahkan Anak
Sumadi (51) dan istrinya Sukarti sedang memanen bayam untuk dijual ke para pedagang yang berasal dari beberapa pasar di Pekanbaru. Perhari Sumadi bisa memanen sekitar 500 ikat bayam segar. Foto diambil baru-baru ini. Foto: ERWAN SANI/RIAU POS

Kata siapa jadi petani  sayur mayur tak bisa menyekolahkan anak hingga perguruan tinggi? Ini dibuktikan  Sumadi (51), dengan hasil berkebun sayur bayam dan kangkung bisa menyekolahkan empat orang anaknya, bahkan sudah ada kuliah di perguruan tinggi di Pekanbaru dan sudah semester  akhir.

Laporan ERWAN SANI, Pekanbaru

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

MATAHARI terus merangkak naik dan memamerkan keperkasaannya di ufuk timur. Langit  pagi itu terlihat cerah, hanya awan putih kecil berarak perlahan sekitar pukul 10.30 WIB.  Tampak dari kejauhan dua petani terconggok di tengah hamparan lahan seluas setengah hektare di tepian Jalan Kartama pagi itu.

 Di tengah petak hamparan sayur bayam, tangan-tangan dua petani ini terus memanen rumpun per rumpun bayam yang panjangnya mencapai 20 centimeter.  Panjang petak hamparan sayur bayam ini kisaran 25x2 meter dan terlihat menghijau. ‘’Mau beli bayam pak,’’ sapa Sumadi ramah sambil tangannya terus mencabut rumpun bayam. Sekitar satu cekak tangan kanannya ia mulai berhenti kemudian mengikat kumpulan batang bayam itu dengan karet.

Begitu juga dengan istrinya Sukarti (43) tetap tekun mencabut dan sesekali mengikat kumpulan rumpun bayam.  Sambil duduk di kuda-kuda terbuat dari kayu, mereka terus merambat dan mencabut ratusan bahkan ribuan batang bayam yang sudah siap panen. Perkebunan bayam dan kangkung yang  berjumlah 20 petak ini setiap harinya bisa menghasilkan ratusan ikat kankung dan bayam.

Karena sistem penanamannya sudah dijadwalkan secara tepat oleh Sumadi, sehingga setiap hari dia dan istrinya bisa memanen kangkung atau bayam untuk dijual kepada penampung yang pada sore harinya menjemput di perkebunannya tersebut.

Menanam bayam dan kangkung sebenarnya tak memakan waktu lama, sejak dimulainya penggemburan tanah, pemberian pupuk kandang, penaburan bibit hingga panen hanya memakan waktu 20 hari. ‘’Jadi paling lama 20 hari kita sudah bisa memanen bayam atau kangkung. Jadi dari 20 petak hamparan bayam dan kangkung ini tinggal diatur saja, sehingga saya bisa memanennya setiap hari,’’ jelas Sumadi yang saat itu badannya terlihat legam akibat setiap hari tersengat matahari. Meskipun memakai topi tani tetap saja tangan dan kakinya tersengat matahari setiap harinya.

‘’Inilah pak, menggantungkan hidup dari pucuk bayam dan kangkung. Alhamdulillah sejak tahun 2.000 lalu hingga sekarang cukup untuk mememenuhi keperluan hidup keluarga,’’ ucap Sumadi yang usiannya sudah memasuki kepala lima itu dengan lirih.

Warga asal Tulung Agung, yang sudah hijrah ke Pekanbaru sejak tahun 1982 ini sebelumnya bekerja di perkebunan salah seorang warga tionghoa di Pekanbaru. Namun tahun 2000 diputuskan untuk tidak lagi bekerja  dengan tauke  tersebut akantetapi berupaya membuka usaha sendiri dan diputuskan untuk bertani palawija terutama menanam bayam, kangkung dan sesekali menanam jagung untuk memenuhi keperluan hidup keluarga.  ‘’Alhamdulillah hasilnya cukup untuk keluarga,’’ kenang Sumadi yang sudah berkebun palawija selama 13 tahun tersebut.

Kendala awalnya untuk bercocok tanam bayam dan kangkung adalah masalah lahan. Namun setelah mencoba untuk berbicara dengan salah seorang pemilik lahan yang berdekatan Jalan Kartama dan kebetulan tidak jauh dari rumahnya, diizinkan untuk bercocok tanam. Dengan begitu, Sumadi dan Sukarti tak memiliki lahan pertanian sendiri tapi memakai lahan milik salah seorang warga yang bernama Bakhtiar. ‘’Kami sangat berterima kasih kepada Pak Bakhtiar, sejak tahun 2000 sampai sekarang kami masih diizinkan untuk bercocok tanam di tanahnya ini. Lahan ini cukup luas bahkan mencapai setengah hektare lebih,’’ jelas Sumadi.

Selain itu Sumadi juga menceritakan untuk satu petak bayam atau kangkung dirinya mengeluarkan uang lumayan besar. Karena untuk satu petak ukuran 20 meter  harus memerlukan  delapan karung pupuk kandang, dengan begitu modal untuk membeli pupuk mencapai Rp40.000.- Kemudian ditambah urea seharga Rp10.400,- Selanjutnya upah cangkul per petak mencapai Rp20.000.  ‘’Terakhir ditambah bibit dengan harga Rp15.000, per bungkus.  Kemudian minyak bensin per harinya mencapai 5 liter. Jadi kisaran Rp150.000, lah per petaknya,’’ kata Sumadi.

Berharap harga sayur tetap stabil, sehingga keperluan untuk menanam sayur bayam dan kangkung tetap terpenuhi sehingga bisa terus bercocok tanam.  ‘’Yang jelas kalau harga sayuran bagus bisalah dapat untung sedikit,’’ jelasnya.

Perhari 500 Ikat Bayam

Memiliki empat orang anak, membuat Sumadi dan Sukarti tak bisa tinggal diam dan harus bekerja keras untuk memenuhi keperluan hidup. Kerja keras yang didapatkan dari mata cangkul, parang dan desingan mesin air yang dilakukannya setiap hari ternyata benar-benar memberikan kehidupan berarti bagi dia, istri dan empat orang anaknya.

Dari lahan setengah hektare itu per harinya bisa menghasilkan minimal 500 ikat pucuk bayam dan 500 ikat pucuk kangkung. Namun tak selamanya begitu, karena ketika musim tak tentu terjadi selama ini, terkadang tanaman bayam dan kangkung terkena hama sehingga panennya bisa merosot. ‘’Kalau cuaca tak bagus, bisa-bisa satu petak bayam atau kangkung hanya bisa dipanen setengahnya saja, karena sebagiannya rusak,’’ jelas Sumadi.

Alhamdulillah, kata Sumadi, sejak sebelum puasa cuaca cukup bersahabat sehingga tanaman bayam dan kangkung tumbuh bagus dan hasil panennya bisa maksimal. ‘’Sekarang, rata-rata per petak paling sedikit 500-600 ikat bayam atau kangkung. Kemudian harganya cukup menjanjikan,’’ jelas Sumadi yang mengakui yang rumahnya masih menumpang di salah satu rumah warga yang berdekatan di Jalan Kartama tersebut.

Berkaitan dengan harga menurutnya sangat bervariatif, apalagi para pedagang yang mengambil di kebun miliknya tersebut dengan sistem borong. ‘’Kalau tengkulak atau pedagang yang menjaja bayam dan kangkung ke pasar per ikatnya hanya di harga Rp800. Akantetapi kalau menjual dengan warga yang datang ke kebun ini, kita jual per ikatnya Rp1.000.-,’’ jelas Sukarti saat itu.

Jadi kalau terjual semuanya dengan harga seperti sekarang ini, kata Sukarti, lumayan dan cukup untuk membeli bibit, pupuk untuk penanaman berikutnya. Tapi beberapa bulan lalu, kenang Sukarti, harga bayam dan kangkung yang diambil para pedagang harganya anjlok, bahkan per ikatnya hanya di harga Rp400. ‘’Ini membuat kami kalang kabut saat itu. Karena beli pupuk kandang per karungnya saja seharga Rp5.000, belum pupuk urea dan tenaga mencangkul dan juga bensin untuk mesin air.,’’ jelasnya.

Tapi diakuinya berkat kerja keras anak pertamanya yang sudah berumah tangga bisa menamatkan sekolah tingkat SMP. Kemudian anak keduannya sedang menyelesaikan kuliahnya, di Universitas Islam Riau (UIR) mengambil jurusan Ekonomi. Sedangkan dua lainnya sedang duduk dibangku SMP. ‘’Ya berkat daun bayam dan kangkung ini, anak-anak bisa sekolah. Dan Alhamdulillah sudah bisa melanjutkan pendidikan hingga perguruan tinggi,’’ ucapnya.       

Sumadi berharap, anak-anaknya yang lain juga bisa mengikuti jejak anaknya yang kedua bisa melanjutkan pendidikan hingga perguruan tinggi. ‘’Biarlah kita kerja tani pak, yang penting anak bisa sekolah tinggi,’’ harapnya.

Untuk hasil panen bayam dan kangkung yang diusahakannya selama belasan tahun tersebut ternyata pemasarannya tak hanya di Kota Pekanbaru saja. Akan tetapi sudah merambah ke beberapa pasar di Kabupaten Pelalawan dan Kampar. ‘’Tak jarang bayam dan kangkung kita dibeli para pedagang yang datang dari Pelalawan dan Kampar. Harga ditawarkan lumayan, kisaran Rp1.000 per ikatnya,’’ kata Sukarti.

Diakui para pembeli bayam dan kangkung  di daerah Kartama atau di RT 06 RW 07 atau Kelurahan Maharatu ini kualitasnya bagus.  Makanya, kata Sukarti, setiap sore hari berbakul-bakul sepedamotor datang menjemput bayam dan kangkung di daerah ujung landasan Bandara SSK II ini.

 ‘’Kita juga tak tahu di ujung landasan pacu Bandara SSK II ini tanaman bayam dan kangkung kualitasnya bagus. Bisa jadi karena daerah sini dataran tinggi, sehingga tanaman palawija mudah tumbuh dan subur,’’ ucap Sumadi lagi.

Dikatakan dia, bekerja sebagai petani sayur mayur di Pekanbaru tentu taklah sebanding dengan daerah perbukitan seperti di Jawa dan Sumbar. Akantetapi dengan mengolah lahan tidur yang ada seperti di daerah Kartama ini hasilnya juga cukup memuaskan dan bisa menghidupi keluarga dan menyekolahkan anak.

Bantuan Jarang Dapat

Menurutnya perhatian pemerintah terhadap petani lokal, terutama untuk sayur mayur lumayan dan pernah ada. Akantetapi bantuan pertanian itu pernah diberikan sekitar sepuluh tahun lalu. Namun sekarang belum ada bantuan pertanian yang tiba dan sampai ke tangannya lagi.

‘’Dulu bantuan pemerintah ada, berupa bibit sayur-sayuran, pupuk dan bibit ikan. Tapi seingat saya sudah sepuluh tahun lalu. Jadi sampai sekarang belum ada nampaknya,’’ jelas Sumadi.

Bahkan seingat dia, bantuan yang ada juga berupa pinjaman lunak dan uangnya sudah dikembalikan lagi. 

Namun dengan dukungan masyarakat dan pemerintah setempat memberikan lahan untuk bercocok tanam, bagi Sumadi itu sudah cukup baginya. ‘’Saya berharap kita tetap bisa bercocok tanam disini. Karena inilah hasil yang bisa memenuhi keperluan hidup keluarga,’’ ucapnya.

Akantetapi jika ada program khusus dari pemerintah dan memberikan perhatian serius kepada petani yang ada di Kelurahan Maharatu Kecamatan Marpoyan Damai ini dirinya sangat bersyukur. ‘’Paling tidak kita bisalah meluaskan area perkebunan palawija ini. Karena hasil bayam dan kangkung dipasarkan untuk keperluan masyarakat Pekanbaru juga,’’ terangnya.

Keberadaan petani palawija di sekitar Kelurahan Maharatu dan Simpangtiga benar-benar memberikan sumbangan bearti bagi masyarakat Pekanbaru. Paling tidak dengan sumber pertanian yang ada tersebut bisa menjadi pemasok keperluan sayur mayur di Kota Pekanbaru. Sebab selama ini semua tahu, kalau sayuran jenis lainnya semuanya didatangkan dari Sumatera Barat (Sumbar), Sumatera Utara (Sumut) dan Jawa.  Semoga mereka terus diperhatikan pemerintah. ***    









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook