Alat Pembatas Kecepatan (AKP) atau yang sering disebut orang polisi tidur, sering dibangun tanpa pengawasan dan pertimbangan yang mendalam. Keberadaannya sering dibangunan sesuka hati, mulai dari jaraknya hanya empat meter, hingga dibangun hanya separuh badan jalan.
Laporan LUKMAN PRAYITNO, Kota
FATIMAH (54), seorang ibu rumah tangga, warga Kecamatan Sail, terpaksa menurunkan kaki kirinya saat melintas di depan masjid Jalan Sultan Agung yang menghubungkan Jalan Sutomo dan Jalan Hang Jebat, Sabtu (11/10. Hal ini dilakukan agar ia bisa memperlambat laju kendaraannya ketika melewati enam APK yang berjejer di depan masjid itu.
Pasalnya Imah, sapaan akrab ibu berkacamata ini sedang mengangkut sekarung beras dan beberapa belanjaan lainnya di atas jok sepeda motornya. Ia mengaku baru melewati jalan lingkungan tersebut agar untuk memperpendek jarak menuju rumahnya. ‘’Nyesal saya lewat di sini, kalau tahu tadi banyak polisi tidurnya (APK) tentu saya tidak akan lewat di sini,’’ keluhnya.
Ia heran, karena jarak APK yang dibangun hanya berjarak empat meter antar APK lainnya. Entah untuk apa tujuan dan maksud pembangunan APK yang berjejer tersebut. ‘’Saya kira kalau untuk memperlambat laju kendaraan yang melintas, tidak perlu seperti inilah banyaknya. Ini namanya mubazir dan dibangunan tidak pada tempatnya. Kalau mengingatkan orang untuk berkendara pelan, saya kira satu APK saja cukup,’’ tambahnya.
Sementara itu di sejumlah jalan lingkungan lainnya, keberadaan APK kadang menjamur dan tidak sesuai keperluan. Seperti yang ditemui di Jalan Buluh Cina Kelurahan Simpang baru, Kecamatan Tampan. Di sini, APK dibangun bersusun tiga dengan jarak sekitar 20-30 centi meter per satuannya.
Selain itu pembangunan APK di jalan alternatif menuju Kampus UIN Suska tersebut dibangun menurut keperluan pribadi. Karena beberapa APK hanya dibangun separuh badan jalan, sehingga dinilai hanya mempersempit badan jalan.
‘’Sejak APK dibangun separuh badan jalan, otomatis kendaran yang lewat akan menghindar ke bagian yang tidak ada APK-nya, sehingga badan jalan menjadi sempit. Padahal kemacetan selalu terjadi di Buluh Cina, karena padatnyua kendaraan yang berlalu lalang menuju kampus,’’ keluh Syahril, salah satu mahasiswa UIN Suska.
Di Jalan Marsan, Simulyo Barat bahkan APK diduga dibangun secara pribadi, karena dibangun tepat menjelang masuk gerbang rumah pribadi. Kondisinya juga dibangun hanya dengan jarak kurang enam meter antar APK. Sehingga dinilai hanya menggangu pengguna jalan. Parahnya lagi, polisi tidur hanya dibangun setengah badan jalan. Ini sangat berbahaya, bisa mengundang kecelakaan, karena pengendara sama-sama mencari jalan yang tak ada APK-nya.
‘’Kami berharap APK ini bisa ditertibkan oleh Satpol PP atau pihak terkait. Sebab kalau kami langsung yang membongkarnya tentu akan memicu perselihan antar pengguna jalan dengan pemilik APK. Namun apa mungki kami harus melalui APK yang tidak beraturan ini setiap harinya,’’ keluh Andi (21), salah seorang pemuda Kelurahan Sidomulyo Barat, kepada Riau Pos.***