MERASAKAN SENSASI RELIGIUS GUA HIRA DI KOTA MAKKAH

Perlu Ekstra Energi, Banyak Gugur Sebelum Tiba

Feature | Sabtu, 13 Oktober 2012 - 09:58 WIB

Perlu Ekstra Energi, Banyak Gugur Sebelum Tiba
GUA HIRA: Gua Hira di Jabal Nur sekitar enam kilometer ke arah utara Masjidil Haram jadi objek yang dikunjungi jamaah haji Indonesia.

Laporan RIKO NOVIANTORO, Makkah

Bagi jamaah haji Indonesia mendaki gua Hira menjadi agenda penting selama di Tanah Suci. Di lokasi inilah jejak pertama ajaran Islam mulai terekam. Seperti apa suasana gua Hira?

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Matahari masih terasa belum tinggi di Kota Makkah. Tapi panasnya sudah menyengat. Membakar kulit. Alat pengukur cuaca mencatat suhu kota Makkah saat itu 43 derajat Celcius.

Suhu udara yang terbilang cukup panas bagi jamaah Indonesia. Meskipun siklus musim yang terjadi sesungguhnya mendekati musim dingin. Karena kalender masehi sudah berada di bulan Oktober.

‘’Ya..ini sebenarnya musim transisi dari panas ke musim dingin. Bagi kami ini sudah cukup berkurang panasnya,’’ ungkap Muhammad Syarif, pemandu perjalanan ke Gua Hira.

Perjalanan menuju gua Hira tak seberapa jauh dari Kota Makkah. Hanya perlu 30-40 menit mencapai kaki gua Hira yang ‘punduk’ gua itu mudah terlihat dari beberapa titik di Kota Makkah.

‘’Ke situ lokasi yang bakal kita tuju. Itu adalah puncak gua Hira,’’ terang Syarif menunjuk bukit tidak terlalu menjulang di sebelah utara Masjidil Haram.

Sekilas bentuk gua Hira itu menyerupai punduk hewan unta. Tak heran banyak yang menyebutnya sebagai punduk gua Hira. Warnanya pun mirip bulu-bulu hewan unta itu, cokelat gelap.

Mobil Toyota Hi-Ace warna putih mulai melaju. Jalan-jalan di Kota Makkah harus diakui kualitasnya. Mulus, lebar dan relatif sepi. Meski gaya berkendara warga Makkah tak perlu ditiru.

Pengemudi di Kota Makkah ini sedikit urakan. Tidak terlalu menghargai pejalan kaki. Bahkan tak pernah mengalah. Tak heran keributan kecil antar pengemudi menjadi pemandangan lazim selama perjalanan.

Miskin tanaman dan kering. Suasana terik panas terasa di luar kabin mobil. Bukit bebatuan menjadi gambaran yang mudah terlihat. Diselingi gedung-gedung bertingkat yang merupakan hunian bagi warga setempat.

‘’Sudah tiba di kaki bukit gua Hira. Dari sinilah pendakian ke puncak itu dilakukan. Jadi selamat mencoba ya,’’ kata Syarif memberikan tantangan sedikit kepada jamaah.

Jika melihat dari geografisnya, ketinggian gua Hira ini tak setinggi gunung di Indonesia. Puncaknya saja terlihat jelas dari kaki gua Hira. Hingga terkesan sangat dekat dan mudah dijangkau.

Gua Hira berada di Jabal Nur. Jabal artinya gunung, Nur artinya cahaya. Jabal Nur letaknya sekitar 6 kilometer ke arah utara Masjidil Haram. Pada bagian puncaknya terdapat sebuah gua bernama Hira.

Dalam sejarah Islam gua Hira merupakan bagian dari peristiwa penting. Di lokasi ini ayat suci Alquran untuk pertama kali diterima Nabi Muhammad SAW. Peristiwa tersebut dikenal dengan hari Nuzulul Quran, yaitu 17 Ramadan. Adapun ayat yang pertama turun adalah ayat 1 sampai 5 surat Al-Alaq.

‘’Karena begitu penting, banyak jamaah memaksakan diri naik ke gua Hira. Meski tidak ada dalil, hadis atau apapun yang memberikan arahan untuk melihat gua Hira. Ini sebatas mengenal sejarah. Bukan kewajiban,’’ jelas Muhammad Syarif mengingatkan jamaah.

Alasannya, lanjut dia, masa yang cukup singkat bagi jamaah berada di Tanah Suci tak perlu dihabiskan energi hanya mendaki gua Hira. Apalagi puncak musim haji masih cukup lama. Khawatir energi itu terkuras habis, sedangkan pelaksanaan haji menjadi terbengkalai.

Syarif menambahkan beban terberat dari pendakian gua Hira itu ada pada cuaca panas. Ditambah lagi kemiringan gua Hira ini memang relatif curam. Itu terlihat dari posisi anak tangganya yang hampir mendekati tegak lurus.

‘’Jadi sudah panas udaranya, track pendakiannya cukup berat. Tidak disarankan bagi jamaah yang memiliki stamina kurang baik,’’ paparnya.

Apalagi, dia memastikan tidak banyak lokasi peristirahatan selama pendakian. Hanya ada tenda-tenda menyerupai halte yang ukurannya tidaklah luas. Hingga tak cukup nyaman beristirahat dalam kondisi cuaca panas.

Berapa ketinggian gua Hira ini? Syarif menyebutkan paling tidak ketinggian untuk sampai puncak sekitar 2.500 kaki. Anak tangganya saja bisa melebihi 1.165 anak tangga. Karena ada sebagian yang merupakan dataran pendek saja.

‘’Biasanya di situlah ada lokasi istirahat. Setelah itu semuanya tangga batu,’’ katanya sambil tersenyum.

Awal pendakian sudah terpasang papan peringatan. Berisikan pesan pendakian gua Hira bukanlah menjadi kewajiban. Sehingga tidak disarankan untuk memaksakan diri dalam perjalanannya.

Track menanjak sudah menantang di depan. Jalannya beraspal dan cukup lebar. Masih bisa dilewati kendaraan mobil. Meski harus terengah-engah mesin mobil untuk mendaki ke lokasi awal.

Setelah melewati jalan beraspal itu rangkaian anak anak tangga sudah terlihat. Kepala harus menengadah memperhatikan anak tangga yang berbaris panjang menyerupai kelokan ular. ‘’Allahu Akbar...’’ teriak jamaah memulai perjalanan ke puncak gua Hira.

Satu persatu tangga batu yang ukurannya tak begitu sempurna di pijakan. Bertemankan udara panas yang menyengat dan pemandangan Kota Makkah yang perlahan mulai terlihat.

Di pinggir tangga ada lengan besi yang memancang. Lengan ini dijadikan alat bantu pegangan bagi jamaah menaiki tangga berikutnya. Hanya sayang udara panas tak membuat nyaman berpegang pada lengan tangga itu.

‘’Panas juga kalau dipegang lengan tangganya. Jadi lebih baik tidak pegang sekalian,’’ gumam jamaah yang ikut dalam rombongan perjalanan menuju puncak gua Hira.

Belum lima belas menit perjalanan, nafas mulai terengah-engah. Sebagian sudah merasakan beratnya perjalanan. Tak sedikit yang memilih duduk sambil melihat puncak gua Hira. Perbekalan air yang dibawa perlahan menipis. Habis ditenggak selama perjalanan. Padahal puncak gua Hira masih terbilang jauh. Perjalanannya pun belum lebih dari 30 menit.

‘’Indonesian? Ayo minum, satu riyal,’’ kata pedagang air menawarkan dalam bahasa Indonesia yang terbata-bata.

Bekal air memang tak perlu cemas. Meski tak banyak pedagang yang berjualan di pinggir anak tangga, jamaah sering berbagi air. Tak hanya dari jamaah satu negara, jamaah dari negara lain sering membagikan air minum. Perjalan mulai bertambah tinggi. Dada semakin berat menarik nafas. Kepala pun mulai terasa pusing. Apalagi keringat terus mengucur. Menambah beban perjalanan ke puncak gua Hira.

Jamaah dari negara lain mulai berbaris di pinggir anak tangga. Berhenti sesaat tanpa pelindung kepala berarti. Keringat mengucur membasahi wajah dan baju. Sebagian mulai menggelengkan kepala. Menyerah. Sebagian lagi masih menyisakan semangat sampai ke puncak.

Satu jam setengah sudah berlalu. Puncak belum juga terpijak. Sedangkan energi sudah tinggal sejengkal. Hanya semangatlah yang membawa kaki berani melangkah. Melawan panas dan terjalnya ketinggian.

Ketika puncak Jabal Nur tinggal 300 meter kebahagian tidak tahan lagi. Tangan bergegas diayunkan. Menjangkau pinggir anak tangga, agar mudah melangkah.

Kebahagiaan terasa memuncak. Dataran landai mengarah puncak sudah di depan mata. Nafas tersengal perlahan membaik. Meski keringat belum juga kering.

‘’Ini sudah puncaknya. Tapi gua Hira tempat Nabi menerima wahyu pertama itu ada di pinggir bukit ini. Jadi harus turun dan masuk ke dalamnya,’’ pinta Syarif yang juga sudah pucat wajahnya.

Subhanallah...di depan pintu gua sudah puluhan jamaah menunggu. Mereka antre memasuki pintu gua yang ukurannya sangat kecil. Bagi yang bertubuh besar harus melewati rute lain untuk masuk gua.

Banyak yang menyempatkan salat di dalam gua yang tingginya tak lebih dari 2 meter itu. Luasnya pun sekitar 2 meter persegi saja. ‘’Sekarang tantangan berikutnya turun yang pastinya lebih berat,’’ kata Syarif.(ila)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook