Laporan HELFIZON ASSYAFEI, Pekanbaru
Pekerja berhak mendapatkan perlindungan sesuai dengan UU Nomor: 3/1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
Namun di lapangan masih kerap terjadi pekerja dirugikan karena ketidakpatuhan perusahaan terhadap aturan main. Modusnya manipulasi data yang dikirim ke Jamsostek. Seperti apa?
Ada perusahaan yang tidak membayar iuran Jamsostek sesuai upah yang sebenarnya, ada yang tidak menyertakan semua pekerja. Bahkan ada yang tidak ikut Jamsostek sama sekali.
‘’Ini jelas melanggar UU dan ada sanksi pidana maupun perdata,’’ ujar Direktur Utama Jamsostek, Hotbonar Sinaga. Dan, terkait santunan ini menurutnya paling kerap dipertanyakan.
Hal itu diungkapkannya di hadapan puluhan Pemimpin Redaksi (Pemred) se-Jawa Pos Group di Hotel Labersa, Kamis (12/7).
‘’Saya senang sekali bisa tampil dalam acara Forum Pemred Jawa Pos Group ini karena grup ini membantu sekali dalam hal sosialisasi yang kami lakukan,’’ ujarnya. Acara dipandu oleh moderator Don Kardono yang juga Pemred Indo Pos.
Dalam paparannya, Hotbonar mengatakan bahwa saat tragedi Sukhoi terjadi belum lama ini ada pihak ahli waris yang mempertanyakan santunan Jamsostek terhadap pekerja yang jadi korban dalam kecelakaan tersebut.
‘’Sesuai aturan kita membayarkan santunan kematian senilai 48 bulan gaji/upah yang dilaporkan ke kami oleh perusahaan,’’ ujar Hotbonar. Namun setelah dihitung ahli waris ternyata hanya 1/10 dari uang yang harusnya mereka terima.
‘’Mereka komplain karena kalau berdasar upah yang biasa diterima santunan Jamsostek mestinya lebih besar. Setelah dihitung kok tak sesuai. Di situlah baru terungkap ternyata upah yang dilaporkan ke Jamsostek lebih kecil dari upah sebenarnya yang diterima pekerja. Manipulasi data ini jelas merugikan pekerja dan ahli warisnya,’’ ujar Hotbonar lagi.
Dalam sesi tanya jawab kemudian berkembang apa tindakan konkrit PT Jamsostek menghadapi temuan itu. Hotbonar menjelaskan bahwa ada sejumlah langkah yang dilakukan Jamsostek.
‘’Prosedur yang kami tempuh karena kami tidak dibenarkan UU melakukan tindakan langsung kami laporkan hal ini kepada yang berwenang yakni PPNS dari Disnaker setempat untuk menyelidiki hal ini,’’ ujarnya.
Hasil pemeriksaan PPNS itu, lanjutnya, baru diteruskan kepada polisi. Polisi merampungkan berkas yang diteruskan ke kejaksaan.
‘’Setelah lengkap berkas perkaranya jaksa kemudian mengajukan perusahaan yang bersangkutan ke pengadilan,’’ ujarnya lagi.
Menurutnya ada beberapa kasus yang sempat terjadi seperti tidak melaporkan jumlah tenaga kerja maupun tidak melaporkan upah yang sebenarnya.
Lalu apa sanksinya? Hotbonar menjelaskan sanksi tergantung keputusan pengadilan yakni bisa berupa pidana bisa juga perdata berupa denda.
Ke depan, lanjutnya, dalam kaitan dengan UU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) ada kewenangan untuk menyampaikan langsung kepada pihak yang berwenang agar perusahaan yang bersangkutan dapat dikenai sanksi publik.
Misalnya, bila perusahaan tersebut mau memperpanjang surat-surat izin entah itu operasional, kendaraan, alat berat atau apapun aktivitas perusahaan tidak mudah dan bisa ditolak.
Hal ini karena pihak Jamsostek telah melaporkan ke instansi pelayanan publik terhadap kondite perusahaan yang dinilai telah melanggar UU ketenagakerjaan.
Menurutnya, idealnya harus ada terobosan amandemen KUHAP sehingga bisa diusulkan oleh Menakertrans bahwa pegawai penyelenggara jaminan sosial punya kewenangan melakukan penyidikan. ‘’Ini akan lebih efektif seperti di Malaysia dan Singapura,’’ ujarnya.
Menurutnya, jika kepersertaan perusahaan di Jamsostek seluruh Indonesia baru 30 persen sedangkan di Malaysia dan Singapura, otoritas serupa kepesertaannya sudah 90 persen.
Apa saja manfaat Jamsostek bagi karyawan? Hotbonar menjelaskan ada beberapa hal antara lain karyawan dapat meminjam uang muka untuk beli perumahan, ada alokasi pinjaman untuk koperasi karyawan, program kemitraan bina lingkungan dan program bea siswa untuk anak-anak karyawan.
‘’Ke semua bentuk pinjaman itu berbunga rendah jauh di bawah bunga bank,’’ ujarnya lagi.(ila)