Setiap hari, masyarakat Pulau Rupat pulang pergi menuju Dumai. Mereka meretas selat, melawan gelombang tanpa baju keselamatan pelayaran (shipping safety clothing). Asal cepat sampai tujuan, mereka tak peduli dengan prosedur keselamatan.
Laporan ERWAN SANI, Rupat
PARA penumpang sudah terlatih meniti dermaga kayu berukuran lebar satu meter dengan panjang 10 meter yang menjorok ke tengah alur Sungai Dumai. Mereka tak khawatir sedikitpun. Yang terlihat hanya aksi mereka yang dengan cekatan menuju ujung dermaga dan langsung naik ke dalam perahu fiber.
Padahal dermaga kontruksinya terbuat dari kayu ketika beberapa penumpang melintas terlihat bergoyang. Hal ini dikarenakan tiang pancang terlihat kurang kokoh. Selain itu lantai dermaga terbuat dari papan yang disusun jarang-jarang. Dermaga ini juga agak curam menuju ke tengah sungai. Tapi itu semua tak dipedulikan para penumpang.
‘’Hati-hati pak. Pelan-pelan turunnya,’’ terdengar peringatan disampaikan nakhoda speedboat kepada penumpang kala itu.
Beberapa penumpang turun dengan ransel di punggung, tas di tangan, beberapa karton tampak juga ditenteng. Dengan berjalan agak cepat penumpang terus melaju menuju ujung dermaga kayu, karena salah satu speedboat sudah menunggu mereka untuk menuju pulau seberang.
Bukan speedboat dinaiki penumpang itu saja, akan tetapi berjejer rapi beberapa speedboat berukuran 1,5 meter dengan panjang 8-10 meter. Speedboat ini bertambat tali dan berlabuh menunggu antrian di bibir Sungai Dumai berdampingan dengan dermaga.
Perahu terbuat dari fiber ini tak memiliki dek. Jadi ketika penumpang masuk seakan masuk ke perahu kolek. Akan tetapi sedikit berbeda karena di belakang terdapat mesin teronggok dengan seorang juru mudi, kalau sampan kolek hanya pendayung berdiri di tengah.
Selain itu, tampak besi atau rotan berukuran dua inci dibentuk persegi empat. Sedangkan di atas dan kiri kanan persegi empat tersebut ditutupi dengan terpal. Sedangkan sisi menghadap haluan di pasang terpal yang bisa digulung dan diturunkan.
Di ruangan persegi empat berukuran 3x2 meter ini tersusun tiga keping papan berukuran satu kaki dengan tebal 1,5 inci disusun empat baris dengan jarak kurang lebih satu setengah meter. Satu papan ini bisa diduduki dua atau tiga orang dengan berjejer.
‘’Beginilah kalau kita ingin cepat sampai ke Batupanjang,’’ kata Ujang (40) warga Batupanjang kepada Riau Pos, saat menaiki speedboat.
Berselang beberapa menit duduk di papan sekeping di dalam speedboat pengemudi atau kapten pun menghidupkan mesin. Seketika satu anak buah speedboat membuka tali yang terikat pada pancang kayu berdekatan dengan dermaga ujung dermaga kayu.
Melintasi alur Sungai Dumai yang di kiri kanan terlihat kapal kargo kayu dan juga kapal angkatan laut, polisi air membuat speedboat saat menuju kuala sungai tidak bisa melaju. Mesin berkekuatan 50 PK setiba saja di kuala sungai terdengar semakin kuat berbunyi sehingga suara pembicaraan penumpang di dalam speedboat kecil ini tak terdengar lagi.
Melawan gelombang Selat Rupat sore Selasa akhir bulan Januari itu membuat para penumpang di dalam speedboat terhenyak ke kiri dan ke kanan. Tampak penumpang berpaut atau berpegangan kuat pada sisi speedboat atau tiang rumah perahu yang terbuat dari rotan.
‘’Pegang kuat,’’ ucap salah seorang penumpang, yang saat itu percikan air terkena badan speedboat mulai mengenai penumpang.
Perjalan memakan waktu 25 menit ini benar-benar membuat para penumpang was-was. Pasalnya jarak air Selat Rupat antara sisi speedboat hanya sejengkal. Namun dengan kelihaian kapten gelombang Selat Rupat tak jadi halangan. ‘’Dah biasa makanya tekong (kapten kapal,red) tenang. Biasanya gelombang lebih kuat dari ini,’’ ucap Genta kepada Riau Pos setibanya di dermaga Pelabuhan Proyek Kelurahan Batupanjang.
Meskipun kecil, kata tokoh masyarakat Batupanjang, Yusuf, speedboat tersebut lebih menjadi pilihan masyarakat Batupanjang dan Rupat Selatan umumnya. Selain tak cepat tiba di Batupanjang, juga tak perlu menunggu banyak penumpang. ‘’Kalau kita sewa, walaupun satu orang hanya Rp125 ribu saja,’’ kata Yusuf.
Jumlah speedboat yang mengangkut warga Rupat Selatan dari Kota Dumai ini jumlahnya mencapai puluhan unit. Jadi setiap jamnya ada saja speedboat yang berangkat baik dari Pelabuhan Rupat Selatan maupun dari Pelabuhan Rakyat yang berada di Sungai Dumai. ‘’Bahkan kalau kita telpon, mereka mau datang dari Dumai ke Rupat ini. Jadi sangat membantu, apalagi untuk keperluan mendadak.
Hal serupa disampaikan Sofyan, menurutnya speedboat yang ada sekarang sudah cukup membantu hanya saja ia menyarankan agar dilengkapi dengan keamanan penumpang. ‘’Baju pelampung tak ada untuk penumpang. Walaupun nampak Selat Rupat ini tenang tapi kalau musim angin utara gelombangnya besar juga,’’ jelasnya.
Terbantunya masyarakat Rupat Selatan dengan keberadaan speedboat ini diakui Camat Rupat Selatan, Yusrizal, menurutnya keberadaan speedboat sangat membantu warga. ‘’Warga Rupat Selatan ini pada umumnya berbelanja ke Dumai. Jadi dengan adanya transportasi cepat bisa membantu mereka,’’ kata Yusrizal.
Apalagi kalau ada keperluan mendadak, tak perlulah antrian lama di kapal roll on roll out (roro) yang ada saat sekarang ini. ‘’Jumlah kapal roro masih terbatas, jadi warga antrean agak lama. Makanya kalau tak membawa kendaraan cukup pakai speedboat lebih cepat tiba,’’ jelasnya.
Bukan warga tak mau memakai Roro, kata Yusrizal, warga juga banyak memakai roro, terutama kalau mereka ingin berkendaraan ke Kota Dumai. Kemudian bagi warga berbelanja menggunakan kendaraan sendiri di Kota Dumai mereka sangat terbantu dengan adanya roro tersebut. ‘’Tapi terkadang harus rela antrian dari pagi, karena kapasitas atau muatan kapal roro terbatas. Makanya banyak berpendapat ketimbang menunggu lama lebih baik naik speedboat dan kendaraannya ditinggalkan di Dumai,’’ lanjutnya.
Dikatakannya, selain speedboat ada juga kapal penumpang yang terbuat dari kayu dan bukan fiber seperti speedboat. ‘’Tapi waktunya lebih lama tiba, tetap saja warga pilih speedboat,’’ lanjutnya.
Kaharudin (40) warga Rupat Selatan yang sudah lama tinggal di Kota Dumai juga mengatakan hal serupa. Dirinya lebih memilih speedboat ketimbang naik Roro. ‘’Kalau tak membawa kendaraan balik ke kampung. Tak perlulah naik Roro, tapi kalau bawa sepedamotor balik ke rupat baru pakai roro. Permasalahannya kita letih juga menunggu kapal roro tiba atau antrian,’’ jelas Kaharudin lagi.
Keberadaan roro, kata Kaharudin satu sisi sangat membantu. Akan tetapi saat sekarang masih terbatas masalah jumlah kapal. Mungkin, kata Kaharudin, kalau kapal roro besar dan banyak seperti roro Pakning-Pulau Bengkalis banyak orang milih memakai poro. Sekarang kapasitasnya kecil dan lama pula per tripnya. Memang tak mahal, antrean dan menunggu lama membuat masyarakat memakai speedboat.
Rata-rata warga yang dari Kota Dumai maupun dari Rupat Utara atau Rupat Selatan menggunakan roro. Begitu juga bagi masyarakat Rupat Utara menggunakan kendaraan ingin ke Dumai mereka menggunakan roro. ‘’Jadi roro juga membantu. Tapi sejak lama kami tetap percaya dan menggunakan speedboat,’’ tuturnya.***