TAHUN ini kasus kembar siam kembali marak. Hingga akhir Juli saja, RSUD dr Soetomo sudah menangani enam kasus. Mengapa kasus kembar siam melonjak?
Belakangan ini Tim Kembar Siam Terpadu RSUD dr Soetomo disibukkan dengan tiga bayi kembar siam yang harus ditangani. Mereka adalah kembar siam dari Banyuwangi Nurul-Rahma, dari Kediri Citra-Neyza, dan Bomber 1-Bomber 2 dari Wiyung, Surabaya.
Itu belum termasuk tugas memantau kembar siam di Palembang yang mendapat asistensi langsung dari RSUD dr Soetomo.
Penanganan maraton itu membutuhkan keseriusan agar mereka semua bisa survive.
Ketua Tim Kembar Siam Terpadu RSUD dr Soetomo dr Agus Harianto SpA mencermati, tahun ini siklus lima tahunan bisa terjadi dengan maraknya kasus kembar siam. Pada 2008 dan 2009 tim menangani 15 kembar siam. Perinciannya, pada 2008 sebanyak 6 kembar siam dan pada 2009 sebanyak 9 kembar siam. "Tahun ini hingga Juli saja kami sudah menangani jumlah yang sama dengan 2008. Jumlah kembar siam yang kami tangani bisa jadi bertambah jika siklus lima tahunan ini benar-benar terjadi," bebernya.
Sebanyak 75 persen kasus kembar siam ditemukan di daerah Mataraman. Khususnya Madiun, Kediri, Ponorogo, Nganjuk, Jombang, dan Tulungagung. Di luar daerah tersebut, kasus juga terjadi di Banyuwangi. "Bahkan, dua kasus kembar siam terjadi di Desa Mojowarno, Jombang," ujar spesialis anak itu.
Penyebab banyaknya kasus kembar siam di beberapa daerah tersebut tidak diketahui dengan pasti karena tidak pernah dilakukan penelitian. Demikian pula soal jenis kelamin kembar siam yang 70 persen perempuan, tidak diketahui dengan pasti penyebabnya.
Berdasar data yang terekap, mulai 1975 hingga 2013 RSUD dr Soetomo telah menangani 57 kasus kembar siam. Dari jumlah itu, yang non-survive atau tidak dapat dipertahankan 29 kasus. Kasus terbanyak adalah thoraco abdominopagus atau dempet dada-perut. Di antara 57 kasus tersebut, ada 37 kasus dempet dada-perut.
Hingga kini, penyebab kembar siam tidak diketahui dengan pasti. Namun, beberapa faktor diduga menjadi penyebab bayi terlahir kembar siam.
Anggota tim kembar siam RSUD dr Soetomo dr Poerwadi SpBA menjelaskan pembuahan sel telur oleh sel sperma hingga memungkinkan terjadinya kembar siam. Pembuahan itu akan berkembang ke proses blastosis. Jika terjadi trauma dari luar, segumpal daging tersebut bisa pisah sama sekali. Diduga, pemisahan yang tidak sempurna itu lalu menyebabkan kembar siam. "Apa yang menyebabkan pemisahan itu tak sempurna, ya wallahu a'lam," ujarnya. Seharusnya pada hari ke-10-14 sudah terjadi pemisahan, namun pada kasus bayi kembar siam keduanya tetap lengket dan tak terjadi pemisahan yang sempurna.
Diduga, salah satu penyebabnya adalah saat hamil sang ibu terpapar radiasi atau gelombang elektromagnetik. Menurut dia, jika asupan gizi sang ibu cukup saat mengandung, dia akan bertahan dari paparan gelombang elektromagnetik tersebut. Namun, jika gumpalan daging itu lemah dan terkena paparan, pemisahan menjadi tidak sempurna.
Poerwadi mengungkapkan, hampir 90 persen kasus kembar siam terjadi pada masyarakat kurang mampu yang notabene belum mendapat akses pelayanan kesehatan maksimal. Biasanya, mereka memilih untuk memeriksakan kandungan ke bidan sehingga kondisi janin tidak diketahui apakah kembar siam atau normal. Ada yang tahu bahwa bayinya kembar, namun tidak tahu kalau ternyata kembar siam.
Orang tua yang memiliki garis keturunan kembar juga berpotensi melahirkan anak kembar, baik kembar siam atau bukan. Lantas, bagaimana upaya pencegahan kembar siam?
Poerwadi menjelaskan, lebih baik orang tua yang tengah mengandung rutin memeriksakan kondisi janin ke dokter. Terutama melakukan pemeriksaan ultrasonografi (USG). Lebih baik lagi jika melakukan USG 4D karena bisa menangkap gambar janin lebih jelas jika dibandingkan dengan USG biasa. "Dengan USG 4D, bisa dideteksi dini janin kembar siam atau tidak. Bahkan, apakah nanti bayi tersebut bisa survive atau tidak," tutur dia.
Menurut dia, jika memang bayi yang akan dilahirkan memiliki peluang sangat kecil untuk survive, lebih baik tidak dilahirkan. Namun, tentu saja keputusan tersebut didasarkan pada etik medik. Nah, dengan USG 4D, akan diketahui peluang survive atau tidaknya janin. "Kalau janin sudah bernyawa, memutuskannya susah," ungkapnya. Karena itu, alangkah lebih baik jika tiap rumah sakit daerah memiliki tim untuk mendeteksi kelainan bawaan kembar siam sejak dini.
Memang, papar Poerwadi, biaya pemeriksaan USG 4D lebih mahal, terutama untuk masyarakat kurang mampu. Namun, setidaknya ibu yang mengandung harus memeriksakan kandungan ke dokter dan di-USG. Apalagi, saat ini kesehatan mereka sudah di-cover jamkesmas.
Secara implisit, ada beberapa faktor pemicu terjadinya dempet pada bayi kembar selama masih berada dalam kandungan. Diduga, salah satu pemicunya adalah kekurangan gizi. Buktinya, ibu bayi kembar siam dari Banyuwangi, Sika, mengaku bahwa selama hamil dirinya jarang mengonsumsi makanan empat sehat lima sempurna. "Saya lebih sering makan buah karena bila makan nasi saya mual," ujarnya. Dia menambahkan, dokter juga mengatakan bahwa kekurangan gizi menjadi salah satu faktor penyebabnya.
Hal tersebut dibenarkan Ketua Persatuan Ahli Gizi Jatim Andriyanto. Menurut dia, asupan gizi memegang peran penting untuk pembentukan janin dalam kandungan. "Ke_kurangan asupan gizi yang seimbang akan menyebabkan pertumbuhan janin yang tidak sempurna," ucapnya.
Dia menjelaskan, sekitar 80 persen pertumbuhan janin bergantung pada makanan. Jika ibu hamil tidak makan makanan bergizi, janin pun tidak bisa berkembang dengan sempurna. Sebab, janin tidak mendapatkan asupan gizi yang diperlukan untuk tumbuh. Karena itu, pada kasus bayi kembar siam, sebagian dari kulit atau organ tubuh janin tidak bisa terpisah. Pasalnya, asupan gizi untuk membentuk tubuh bayi secara total tidak tersedia.
Menurut dia, ada beberapa asupan gizi yang baik untuk pembentukan janin. Antara lain, protein, lemak (omega 3), mineral, dan kalsium. Selain itu, ibu hamil membutuhkan vitamin dan karbohidrat yang cukup untuk ketahanan tubuh dan janin. "Asupan gizi yang komplet dapat mencegah terjadinya kelainan pada proses pembentukan janin," ujarnya.
Selain pemenuhan gizi secara seimbang saat hamil, faktor lain yang memengaruhi pembentukan janin adalah kebiasaan konsumsi makanan yang mengandung zat-zat kimia. Andriyanto menjelaskan bahwa sebaiknya ibu hamil selalu mengonsumsi makanan alami.
Makanan-makanan instan dan yang mengandung zat pewarna, zat pemanis buatan, ataupun zat pengawet sebaiknya dihindari. Sebab, bahan reaktif tersebut juga dapat memengaruhi pembentukan bayi. (kit/chu/c11/nw/jpnn)