Lewat Indomie Kenalkan Indonesia ke Penjuru Dunia

Feature | Senin, 11 Juni 2012 - 11:06 WIB

Lewat Indomie Kenalkan Indonesia ke Penjuru Dunia
Salah satu iklan Indomie di Australia. (Foto: indomie.com.au)

Laporan JPNN, Jakarta

Torehan bisnis Sudono Salim (Liem Sioe Liong) memang signifikan. Terutama melalui produk mie instan dengan merek Indomie dan Supermi.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Mie instan selain mendongkrak nilai ekspor juga membawa nama Indonesia melalui produk itu sampai ke lebih dari 80 negara di dunia. Produk mie instannya itu diproduksi di bawah bendera perusahaan PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) yang merupakan anak usaha PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF). Kapitalisasi pasar saham ICBP di Bursa Efek Indonesia tercatat sebesar Rp32,94 triliun sedangkan INDF sebesar Rp41,48 triliun.

Kontribusi produk konsumen bermerek (CBP) melalui ICBP itu tercatat masih dominan atau mencapai 44 persen dari total pendapatan konsolidasi Indofood sebesar Rp11,83 triliun pada tiga bulan pertama 2012. Kontributor kedua adalah Bogasari sebesar 25 persen, divisi agribisnis sebesar 23 persen, dan divisi distribusi dengan kontribusi 8 persen.

Sekretaris Jenderal Gabungan Perusahaan Makanan dan Minuman (Gapmmi) Franky Sibarani, mengatakan produk mie instan semakin gemari baik di pasar dalam negeri maupun luar negeri. Indofood sebagai pemimpin pasar sudah tentu menikmati situasi ini. Pada 2009 konsumsi mie instan domestik mencapai 1,8 juta ton. Angkanya terus meningkat dari tahun ke tahun sejalan dengan penetrasi pasar yang dilakukan hampir semua produsen makanan instan ini.

Produk mie instan dalam negeri, terutama Indomie juga sudah tersebar sampai ke lebih dari 80 negara tujuan ekspor. Pada tahun 2006, nilai ekspor mie instan Indonesia mencapai 36,5 juta dolar AS kemudian melonjak pada 2009 menjadi 95 juta. Tahun 2010 ini nilai ekspornya melesat menjadi lebih dari 140 juta investasi.

Menurut Franky, di mana ada Tenaga Kerja Indonesia (TKI) maka di situ lah mie instan asal Indonesia menjadi primadona. Termasuk di Taiwan, Hongkong, Singapura, Malaysia, dan Arab Saudi. Seperti di Taiwan, katanya, ceruk pasarnya adalah 125 ribu TKI dan pekerja Indonesia.

Meski begitu, dalam rangka pelebaran sayap bisnis, Indofood saat ini lebih giat ekspansi di lini bisnis lain terutama agribisnis. Tahun 2011, misalnya, Indofood menyiapkan biaya belanja modal (capex) sebesar Rp5,2 triliun. Sebagian besar diarahkan ke divisi agrobisnis dalam rangka menyambut program Food Estate atau kluster pertanian dari pemerintah.

Chief Executive Officer (CEO) INDF, Anthoni Salim, mengatakan pihaknya berpeluang besar berkembang di industri ini dengan adanya program food estate yang merupakan konsep pengembangan produksi pangan yang dilakukan secara terintegrasi mencakup pertanian, perkebunan, bahkan peternakan yang berada di suatu kawasan lahan yang sangat luas.

Hasil dari pengembangan Food Estate bisa menjadi pasokan ketahanan pangan nasional dan jika berlebih bisa dilakukan ekspor. ‘’Indofood punya tiga anak perusahaan yang karakteristiknya cukup luas (di agrobisnis) seperti cokelat, sawit, dan gula. Perkembangan tapioka, itu juga challenge,’’ ujarnya, saat itu.

Tahun lalu ada dua pabrik baru yang beroperasi untuk menunjang divisi bisnis ini yaitu pabrik Crude Palm Oil (CPO) di Tanjung Priok dengan kapasitas 450 ribu ton. Pabrik gula di Sumatera Selatan dengan kapasitas produksi 120 ribu ton juga diyakini bisa mulai beroperasi pada Agustus 2011. ‘’Total kapasitas produksi CPO kami 1,5 juta ton per tahun. Kapasitas produksi gula 150 ribu ton (sebelum beroperasi pabrik baru),’’ tuturnya.

Di divisi agribisnis, Indofood memiliki anak usaha yaitu Indofood Agri Resources Ltd yang listing di bursa Singapura, PT PP London Sumatra Indonesia Tbk, dan PT Salim Ivomas Pratama Tbk. ‘’Kami sedang menelaah kondisi yang diberikan oleh pemerintah terkait Food Estate itu. Kita masih open dan aktif sesuai dengan pengarahan pemerintah,’’ akunya.

Direktur Keuangan INDF, Thomas Tjhie, mengatakan dari total capex Rp5,2 triliun itu sektor agribisnis mendapat porsi sebesar 42,3 persen atau Rp2,2 triliun. Dari Rp2,2 triliun itu sebesar Rp1,7 triliun di antaranya untuk new planting atau penanaman baru dan sisanya untuk kebutuhan lain di agribisnis. Sementara untuk divisi konsumsi yang didrive oleh PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) dengan produk unggulan Indomie, Supermi, Sarimi, dan lainnya diberi porsi anggaran belanja 2011 sebesar Rp1,8 triliun. ‘’Itu untuk pengembangan produksi noodle, food seasoning, dan susu,’’ kata Thomas.

Di divisi bisnis distribusi, Indofood juga semakin memperkuat diri salah satunya dengan melakukan penyetoran modal sebanyak USD 100 ribu untuk mendirikan anak usaha baru di bidang pelayaran.

Director and Corporate Secretary INDF, Werianty Setiawan, belum lama ini mengatakan perusahaan barunya itu didirikan pada tanggal 2 November 2011 melalui salah satu anak perusahaannya yaitu Ocean 21 Pte, Ltd. ‘’Kami telah mendirikan suatu perusahaan yang bergerak dalam bidang usaha pelayaran dengan nama Ocean Amazing Pte Ltd,’’ ujarnya.

Nama perusahaan ini juga belum terdaftar dalam company profile Indofood. Namun tampaknya rencana untuk mendirikan perusahaan di sektor ini sudah direncanakan sejak lama. Sebab dalam website resmi perseroan disebutkan bahwa Indofood memiliki perusahaan distribusi meski tidak disebutkan nama perusahaannya. Perusahaan ini tercatat memiliki jaringan distribusi paling luas di Indonesia. Tugasnya mendistribusikan hampir seluruh produk konsumen Indofood dan anak-anak perusahaan, serta berbagai produk pihak ketiga.

Namun bukan Indofood saja perusahaan besar yang sukses dibangun Om Liem. Dia juga pendiri perusahaan semen, PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP) dengan kapitalisasi pasar di bursa sebesar Rp65,52 triliun, PT Indomobil Sukses International Tbk (IMAS), dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) yang kini sudah diakuisisi oleh Grup Djarum.(gen/jpnn/ila)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook