Lambaian Jati di Tengah Beton Kota

Feature | Minggu, 10 Juni 2012 - 08:46 WIB

Lambaian Jati di Tengah Beton Kota
Suparno mengamati pohon-pohon jati yang menjadi tanggung jawabnya dengan latar belakang Ruko di Jalan Soekarno-Hatta. (Foto Didik Herwanto/riau pos)

Tidak mudah menahan godaan untuk menjual lahan luas dan strategis, apalagi berada di tengah kota. Tapi apa yang diperbuat H Hamdani Said pantas diacungi jempol. Padahal upaya tersebut diyakini memerlukan ongkos yang tidak sedikit.

Laporan Zulkifli Ali, Pekanbaru

Mungkin kini sedikit terasa asing melihat deretan ribuan pohon rapi dan mulai menjulang di pusat kota. Namun di sisi lain, pemandangan tersebut terasa seakan mengobati kerinduan mata orang-orang kota. Mata yang rindu akan rindang dan indahnya pepohonan hijau, yang mulai digantikan posisinya oleh kotak-kotak beton yang kaku dan takkan berhenti.

Kontradiksi ini terlihat begitu kita mendekati simpang empat Jalan Soekarno Hatta dan Jalan Tuanku Tambusai. Berseberangan dengan pusat perbelanjaan modern Mal SKA, sekitar 6.000 batang pohon jati berusia hampir dua tahun dan 6.000 pohon buah naga berumur sekitar satu tahun tumbuh subur.   Sayangnya, sang pemilik tidak bisa ditemui karena sedang tidak sehat. Namun lewat pesan singkat dari nomor handphone-nya, pria berdarah Lampung itu mengizinkan Riau Pos berkunjung ke kebunnya dan berbincang dengan petugas kebun.

Menurut Suparno dan Katnin yang bertugas menjaga kebun tersebut, pohon jati (tectona grandis sp) merah dan buah naga tersebut mulai ditanam pada September 2010. Total lahan yang sudah ditanami sekitar enam haktare. Tapi belum semua lahan yang ditanami. Pada bagian belakang masih terdapat lahan yang cukup luas dan diisi tumbuhan liar.

Sekali lagi, pujian tidak berlebihan diberikan pada Hamdani Said. Sebab ini bukan satu-satunya lahan yang dikelola dengan baik oleh mantan pejabat agraria tersebut. Kebun dengan tumbuhan yang sama juga dibuat Hamdani di Jalan Rajawali ujung, Panam. Di sini terdapat sekitar 3.200 pohon jati berusia setahun dan 1.900 pohon buah naga berusia sekitar 10 bulan. Luasnya sekitar lima haktare. Kebun terakhir seluas lebih kurang tiga hektare terdapat di Rumbai yang ditanami pohon jati ambon (Jabon) saja.

‘’Saya tidak tahu apa alasan Pak Haji (panggilan untuk Hamdani Said) membuat kebun ini. Tapi setahu saya beliau memang suka berkebun. Biasanya beliau sekali seminggu selama datang,’’ ujar Suparno kepada Riau Pos, kemarin. Memang ada sejumlah petugas kebun dipekerjakan di kebun-kebun yang membutuhkan modal besar tersebut. Di kebun jati dekat SKA, terdapat tiga petugas begitu juga yang terdapat di Panam. Di antara petugas ada yang khusus menangani pohon jati dan ada pula yang hanya mengurus buah naga. Menurut Aris, petugas kebun di dekat SKA, pembuatan kebun tidak asal jadi. Majikannya sengaja mendatangkan insinyur pertanian sekitar dua tahun lalu. Dari dialah, penataan dan pencarian bibit dilakukan sekaligus mendidik petugasnya.

Kini, lanjut Aris, buah naga sudah mulai belajar berbuah dengan produksi sekitar 60 biji dalam sebulan. Karena baru berbuah maka ukurannya belum maksimal sehingga belum dijual. Buah tersebut digunakan sendiri atau diberikan pada warga sekitar.

Pohon jati dapat tumbuh mencapai tinggi 30-40 m, berdaun besar, yang luruh di musim kemarau. Pohon Jati memang telah terkenal sebagai material yang bagus untuk membuat meubel, seperti meja, kursi, lemari, maupun amben/tempat tidur.

Sedang Dragon Fruit merupakan jenis kaktus dari marga Hylocereus dan Selenicereus. Buah ini berasal dari Meksiko, Amerika Tengah dan Amerika Selatan namun sekarang juga dibudidayakan di negara-negara Asia seperti Taiwan, Vietnam, Filipina, Malaysia dan termasuk di Indonesia. Pada tahun 1870 tanaman ini dibawa orang Perancis dari Guyana ke Vietnam sebagai tanaman hias. Oleh orang Vietnam dan orang Cina buahnya dianggap membawa berkah.

Oleh sebab itu, buah ini selalu diletakkan di antara dua ekor patung naga berwarna hijau di atas meja altar. Warna merah buah jadi mencolok sekali di antara warna naga-naga yang hijau. Dari kebiasaan inilah buah itu di kalangan orang Vietnam yang sangat terpengaruh budaya Cina dikenal sebagai thang loy (buah naga). Thang loy orang Vietnam ini kemudian diterjemahkan di Eropa dan negara lain yang berbahasa Inggris sebagai dragon fruit (buah naga).

Secara ekonomis, kedua tanaman tersebut memiliki nilai jual yang tinggi. Untuk buah naga yang bagus di mal-mal bisa dijual dengan harga Rp20 ribu perkilo. Begitu juga nilai jual kayu jati yang memang terkenal tinggi. Paling tidak harga perkubiknya berkisar Rp1,5 juta sampai Rp3 juta perkubiknya.

Terlepas dari hitung-hitungan ekonomis tersebut, satu nilai yang tak terkira juga diberikan untuk Kota Bertuah. Selain memberi pemandangan yang lain nan indah, khususnya pohon jati sudah pasti memberi kontribusi oksigen lewat proses fotosintesisnya sehingga berfungsi menjadi paru-paru kota. ‘’Bisa dibayangkan lima tahun bahkan sampai puluhan tahun (jika tidak dipanen) pohon-pohon tersebut turut memberikan sumbangan oksigen bagi kita,’’ ujar Firdaus Agus, Ketua Ikatan Nasional Konsultan Indonesia (Inkindo) Riau kepada Riau Pos.

Diakui Firdaus Agus lagi, apa yang telah dilakukan ini bisa menjadi contoh yang baik bagi pengelolaan lahan tidur yang terdapat di Pekanbaru. Sebab ada banyak lahan kosong dibiarkan tidak terawat sehingga memberi dampak yang tidak baik. Pertama dari segi estetika kota jelas tidak mendukung karena kebanyakan tumbuhannya liar. Apalagi kebanyakan kini lahan kosong dipagari dengan seng.  ‘’Tidak bisa kita pungkiri, banyak lahan kosong di kota itu milik orang kaya dan kadang tidak tinggal di sini. Sehingga mereka tidak tahu atau bahkan tidak peduli,’’ ulas master pembangunan wilayah ini.

Kedua, karena lahan tidur makanya tidak bisa memberi kontribusi bagi dinamika kota. Mestinya, lahan kosong ini bisa dimanfaatkan baik untuk keindahkan kota maupun pembangunan perekonomian masyarakat. Di lahan tersebut menurutnya bisa difungsikan untuk taman ataupun untuk berjualan kaki lima ataupun kafe.  Karena itu, ia menilai diperlukan peran pemerintah kota mencari dan menghubungi pemilik lahan. Intinya bagaimana lahan-lahan itu bisa dimanfaatkan dengan tidak sampai mengganggu hak kepemilikan lahan yang sah.***









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook