Laporan KUNNI MASROHANTI, Rupat
Tersebab masih ada yang pesan, masih ada kayu dan papan, maka masih ada jualah keuntungan. Inilah nasib para pembuat perahu nelayan di Desa Tanjungpura, Kecamatan Rupat, Kabupaten Bengkalis. Mereka terus bertahan, bergelut dengan waktu.
Ramlan (35) terus memakal perahu (memasukkan tali goni ke celah bagian bawah perahu atau kapal) supaya tidak bocor. Perahu itu nyaris selesai dibuat. Panjang. Ukurannya 7x2 meter atau 25 kaki dengan berat 1 ton lebih. Tangan Ramlan terus menokokkan palu ke arah tali goni. Bahkan dia terus berkerja saat Riau Pos menyambanginya siang Jumat (5/7) lalu.
Hanya ada satu perahu di halaman rumah Ramlan yang terletak di RT 15 RW 13 ini. Persis di bawah Pohon Rambai, di depan bangsal atau dapur tanpa dinding. Di dapur ini, istrinya sedang memasak. Sedangkan anaknya bermain di bawah pohon kelapa yang ada di sampingnya. Rumah kayu yang sederhana. Sedikit panggung. Berjarak sekitar 20 meter dengan rumah sebelahnya.
Jika perahu di halaman rumah Ramlan hanya ada satu, maka di depan rumah-rumah warga lain di sepanjang jalan desa yang menghubungkan antara Kecamatan Rupat dengan Rupat Utara ini, ada yang lebih dari dua.
Memang tidak semua warga di sini bekerja sebagai pembuat perahu. Hanya ada lima rumah saja. Kalau pun ada, mereka membuat di tepian sungai.
‘’Selagi masih ada yang pesan, masih adalah untung kami,’’ kata Ramlan mengawali perbincangan dengan Riau Pos.
Ramlan tidak asal membuat perahu. Perahu hanya akan dibuat jika sudah dipesan. Lumayan, selalu saja ada pesanan. Selama tahun 2013 ini saja, sudah ada enam perahu yang dibuatnya.
Satu perahu (khusus body) dijual dengan harga Rp9 juta. Meski tidak terlalu besar, tapi keuntungan yang diraih cukup untuk menghidupi istri dan ketiga anaknya.
‘’Perlu 1,5 kilo gram tali goni untuk memakal perahu ini. Tidak semua bagian dipakal, hanya pada bagian yang tenggelam ke air saja,’’ lanjut Ramlan sambil menunjukkan bagian-bagian perahu yang dipakal.
Bahan dasar yang dipakai untuk membuat perahu, yakni dari kayu meranti. Kayu dan papan ini sudah dalam bentuk bahan dasar jadi: dibeli di pabrik. K
enapa masih banyak yang pesan perahu di desa ini, kata Ramlan, karena masih ada bahan dasar yang bisa digunakan. Jika sudah tidak ada lagi kayu, maka perahu-perahu itu tidak akan bisa dibuat.
Pemesan perahu rata-rata datang dari kampung seberang; Selenseng, Pelintung dan lainnya. Seluruh perahu yang dipesan perahu nelayan. Bentuknya selalu besar. Beratnya juga selalu lebih dari 1 ton atau sudah di-setting dan disesuaikan dengan kondisi alam saat berada di perairan.
Udin, salah seorang pemesan yang kebetulan datang ke rumah Ramlan siang itu, mengaku sudah tidak sabar hendak menggunakan perahunya. Tak heran jika Udin dan beberapa kawannya ikut membantu proses finishing pembuatan perahu tersebut.
Layaknya produsen profesional, Ramlan juga memiliki prinsip berjualan yang luar biasa: pesan dan antar.
Perahu yang sudah selesai dibuat, langsung diantar ke sungai dengan menggunakan gerobak besar yang biasa digunakan untuk mengangkut kayu dan papan. Cukup ditarik dengan sepeda motor, perahu itu pun bisa segera difungsikan.***