PULAU MORETON, BEKAS LOKASI PEMBANTAIAN PAUS YANG KINI JADI TEMPAT PELESTARIAN

Malam Menyuapi Lumba-Lumba, Siang Selancar Pasir

Feature | Sabtu, 08 Juni 2013 - 07:48 WIB

Malam Menyuapi Lumba-Lumba, Siang Selancar Pasir
SELANCAR PASIR: Turis menaiki bukit untuk berselancar pasir di Pulau Moreton di timur Brisbane, Queensland, Australia. foto: Doan Widhiadono/jpnn

Laporan DOAN WIDHIANDONO, Australia

Sekitar enam dekade silam, Pulau Moreton di timur Brisbane, Queensland, Australia, adalah tempat pengolahan paus terbesar di belahan bumi selatan. Selama 10 tahun beroperasi, lebih dari 6 ribu paus dibantai. Kini, pulau elok itu menjadi tempat tujuan wisata berbasis konservasi.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Anjungan tua itu masih berdiri. Tiang tinggi untuk bongkar muat muatan kapal juga masih kukuh menyangga langit. Dulu, di tiang itu, paus-paus digantung lantas dikuliti.

Satu per satu, bagian-bagian tubuh mamalia laut itu dikelupas dengan pisau jagal. Mulai kulit, lapisan lemak, daging, hingga tulang. Semua habis menjadi barang-barang komoditas bernilai tinggi.

Tapi, pemandangan anjungan di kawasan Tangalooma, Pulau Moreton, Queensland, itu sudah berbeda ketimbang 60 tahun silam.

Tak ada lagi bau anyir dan amis dari daging dan darah paus. Tak ada pula nelayan yang sibuk berlalu-lalang dalam pakaian yang kusut dan berlumur isi perut ‘’ikan’’ besar tersebut.

Kini, anjungan dan dermaga yang menjadi bagian dari Tangalooma Island Resort tersebut sangat elok. Udaranya segar. Di anjungan itu, setiap hari kapal feri cepat merapat. Mereka membawa penumpang dari Brisbane, ibu kota negara bagian Queensland, yang berjarak sekitar 58 kilometer dari Pulau Moreton tersebut.

Nah, memberi makan lumba-lumba di bibir pantai itulah salah satu atraksi wisata yang diandalkan oleh Tangalooma Island Resort. Sebab, ini bukan memberi ikan kepada lumba-lumba yang sengaja ditangkap, dipelihara di kolam, dan dijadikan binatang atraksi.

‘’Ini benar-benar lumba-lumba yang liar. Mereka hidup di laut,’’ kata Emily Loo, Sales Coordinator Tangaloma Island Resort.

Ini yang unik. Meski liar, kawanan lumba-lumba tersebut secara rutin datang ke pinggir pantai Tangalooma. Itu sudah terjadi sejak sekitar 30 tahun silam.

Dalam rilisnya, Brian Osborne, pemilik dan direktur Tangalooma Island Resort, mengaku sudah asyik mengamati lumba-lumba yang menepi pada tahun 1980-an.

Kala itu, Brian dan Betty, saudarinya, memperhatikan ada satu lumba-lumba yang selalu datang di sekitar anjungan setelah matahari terbenam.

Tiap hari, lumba-lumba itu datang. Mereka lantas menamainya Eric. Eh, Eric yang jadi pengunjung tetap itu tiba-tiba membawa anak pada 1986. Sadarlah bahwa ternyata Eric itu cewek. Betty lantas mengganti nama Eric dengan Beauty. Sedangkan anaknya diberi nama Bobo. Pada 1990, Beauty datang lagi dengan anaknya yang mereka beri nama Tinkerbell.

Ketika itu, Brian dan Betty melihat bahwa ternyata Beauty suka memunguti ikan-ikan kecil yang dilemparkan pengunjung dari anjungan. Ikan-ikan itu memang disediakan oleh Brian dan Betty untuk pengunjung resort tersebut.

Momen besar aktivitas memberi makan lumba-lumba itu terjadi pada 1992. Saat itulah Beauty benar-benar mengambil ikan yang ‘’disuapkan’’ Betty ke mulutnya. ‘’Kala itu, Bobo dan Tinkerbell mengawasi dari jauh,’’ tulis Brian.

Lama kelamaan, Beauty dan dua anaknya menjadi lebih akrab dengan Betty dan para staf Tangalooma Island Resort. Ia lantas membawa kerabatnya yang lain untuk ikut menikmati makan malam istimewa tersebut. Misalnya ada Fred (meninggal 2007), Bess (meninggal 2000), Rani, Nari, dan Echo. Beauty sendiri sudah meninggal pada 1995. Sehingga, lumba-lumba senior yang setiap malam datang ke Tangalooma adalah Bobo dan Tinkerbell.

Saya cukup beruntung. Kamis (30/5) malam itu, saya memberi makan Tinkerbell, yang sudah dianggap sebagai ‘’tante’’ oleh para lumba-lumba junior.

Sebagaimana pengunjung lain, ada ‘’ritual’’ yang harus dipatuhi oleh peserta dolphin feeding (memberi makan lumba-lumba itu).

‘’Kami tidak ingin menyakiti lumba-lumba. Kami tidak ingin meracuni mereka,’’ kata Emily, perempuan asli Malaysia yang sudah 10 bulan bekerja di Tangalooma tersebut. Karena itu, pengunjung yang akan menyuapi lumba-lumba tak boleh memakai cincin atau jam tangan.

Tinkerbell yang saya beri makan adalah lumba-lumba yang cool. Ia tenang, tidak seperti para juniornya yang kadang suka menabrak orang untuk mengajak bermain. Saat ia melahap ikan dari tangan saya, terasa barisan giginya menyentuh telunjuk saya. Dengusan napas dari hidungnya juga terasa.

***

Tangalooma memang sudah menjelma menjadi tempat tujuan wisata yang sangat memikat. Sepanjang tahun lalu, jumlah pengunjungnya lebih dari 100 ribu orang. Mereka ditampung pada 320 kamar dengan berbagai tipe, mulai yang berbintang 3 hingga 4,5.

Indonesia pun dilirik sebagai pasar potensial. Karena itu, kata Emily, tak perlu khawatir soal pelayanan di Tangalooma. Restoran di situ menyediakan aneka makanan Asia. Termasuk sambal dan nasi.

Menunya pun beragam. Mulai makanan halal hingga makanan vegetarian. Sebagian besar kamar dilengkapi petunjuk arah kiblat. Sajadah pun bisa didapatkan kalau tamu meminta.

Meski mengincar keluarga muda, aktivitas di Tangalooma pun beragam. Mulai yang paling tenang hingga yang paling ekstrem. Mulai jalan-jalan di tepi pantai, menunggang kano, kayak, memancing, mengendarai all-terrain-vehicle (ATV), tur helikopter, hingga selancar pasir.

Yang terakhir ini yang keren. Pulau Moreton, yang seluas 186 kilometer persegi itu terbentuk dari pasir. Ia adalah pulau pasir terbesar ketiga di dunia. Pasirnya halus, lebih halus ketimbang gula pasir.

Di bawah terik matahari, mereka tertatih-tatih menaiki bukit dan berselancar ke bawah. Seperti para peziarah yang akan membaktikan kepada junjungannya, yakni adrenalin dan ketegangan.(hpz)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook