HANYA BISA MENGELUH DENGAN MENULIS LIRIK LAGU DI DINDING

Menilik Pabrik Kuali, Tempat 34 Buruh yang Diperlakukan Bak Budak

Feature | Rabu, 08 Mei 2013 - 07:52 WIB

Menilik Pabrik Kuali, Tempat 34 Buruh yang Diperlakukan Bak Budak
Pabrik pembuatan kuali di Kampung Bayur Opak, Desa Lebak Wangi, Kecamatan Sepatan Timur Kabupaten Tangerang menjadi tontonan warga setelah pihak kepolisian berhasil mengungkap penyekapan dan penyiksaan puluhan buruhnya oleh pemilik pabrik. FOTO: M JAKWAN/JPNN

Begitu terungkap, kasus penyekapan puluhan buruh parik perkakas rumah tangga di Tangerang langsung heboh. Mungkin tak ada yang mengira bahwa di sebuah rumah yang dijadikan home industri kuali di Desa Lebak Wangi, Kecamatan Sepatan Timur telah terjadi praktik perbudakan yang mengenaskan. Para pekerja disiksa dan diperlakukan tak manusiawi.  

----------------------------------------------

ANDRIAN GILANG, Tangerang

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

----------------------------------------------

SETIAP hari Andi Gunawan, 20 dan Junaidi, 22 selalu merasa kesakitan. Setelah banting tulang dari pagi hingga larut malam, dua pemuda asal Lampung Utara itu selalu berebut tempat dengan 32 kawan kerjanya untuk bisa tidur beralasankan tikar di ruangan pengap nan kotor berukuran 8x8 meter.

Jika tak kebagian tempat, mereka atau temannya yang lain harus rela terlelap dengan posisi duduk. Bau busuk juga jadi teman tidur yang setia.

Sekitar pukul 05.00 para pekerja itu harus bangun untuk membuat kuali. Kerja mereka benar-benar tak mudah. Para mandor yang mengawasi tak segan memukul dan menyiksa jika kerjanya dianggap tak memuaskan. Para buruh itu tidak pernah mendapat libur. Jika mencoba kabur, sang mandor mengancam akan menembak dan melaporkannya ke aparat yang manjadi beking sang pengusaha.

Tiga bulan bekerja, Andi dan Junaidi tak kuat lagi. Mereka sepakat untuk kabur dengan segala resikonya. Dengan susah payah, keduanya akhirnya berhasil lolos dan langsung melaporkan perbudakan yang pernah dialaminya ke Komnas HAM pada Kamis (2/5). Bak kebakaran jenggot, Komnas HAM pun berkoordinasi dengan Polda Metro Jaya.

Keesokan harinya, home industri di Kampung Bayur Opak RT 03 RW 06, Desa Lebak Wangi, Kecamatan Sepatan Timur, Tangerang, Banten digerebek dan para pekerja berhasil diselamatkan.

Sang big bos, Yuki Irawan, 41 bersama empat mandornya, yakni Sudirman alias Dirman, 34; Nurdin alias umar, 34; Jaya alias Mandor, 41; dan Tedi Sukarno, 34 dibekuk.

Selasa (7/5) JPNN menyempatkan  berkunjung ke pabrik itu. Ya, begitu masuk, aroma penderitaan buruh yang disekap selama berbulan-bulan itu langsung terasa. Apalagi begitu menginjakkan kaki ke kamar para buruh. Tikar-tikar sebagai alas tidur buruh terlihat sangat kotor dan usang. Bahkan aroma tak sedap lantaran sirkulasi udara yang minim masih kuat terasa.

Di ruangan itu, buruh hanya diberi hiburan sebuah televisi 14 inchi. Tapi itu tak berfungsi lagi. Kipas angin mungil yang ada di sana juga rusak.

Tak jauh dari ruangan itu ada sebuah kamar mandi yang tak terlalu besar.  Nampaknya para buruh harus berebut untuk mandi. Kondisi tempat buang hajat juga sangat memprihatinkan dan jorok.   

Saat ditemui, Kapolres Kabupaten Tangerang  Kombes Pol Bambang Priyo Andogo tak memungkiri bahwa kondisi para buruh yang disekap dan disiksa tersebut memang amat memprihatinkan.  Para buruh itu kata Bambang, mengenakan pakaian lusuh dan compang-camping. Selain itu sebagian buruh pun anggota badannya dipenuhi dengan luka-luka. "Itu tanda penganiyayaan," ujarnya.

Bambang menerangkan, 34 buruh itu berasal dari beberapa daerah. Delapan berasal dari Lampung, satu dari Sukabumi, satu dari Bandung dan selebihnya Cianjur. Dalam bekerja, para buruh itu selalu diawasi oleh mandor.

Mandor tersebut adalah karyawan lain yang dipercaya oleh sang pengusaha. Menurut Bambang, tindakan kekerasan terhadap buruh juga dilakukan oleh para mandor. "Mungkin karena kerjanya lambat atau karena tidak mencapai target. Sehingga mereka melakukan penganiyayaan," katanya.

Kondisi tempat kerja para buruh itu memang tidak seperti penjara. Akan tetapi karena ada mandor yang menjaga, mereka tidak bisa bersosialisasi dengan warga sekitar. "Disekat untuk tidak sosialisasi dengan warga," terang Bambang.

Para buruh itu rata-rata bekerja dari pukul 06.00 sampai pukul 22.00. Mereka hanya mendapatkan istirahat pada jam makan siang. Waktu tersebut hanya mereka manfaatkan untuk menganjal perut mereka yang kosong dari sejak pagi. Menu makanan para buruh juga seadanya."Menu seadanya seperti nasi, tempe atau tahu dan sayur asem. Itu sehari-hari yang mereka dapatkan," ucap Bambang.

Pendapat yang tak jauh berbeda dikeluarkan oleh Wakil Ketua DPD, Laode Ida. Ia menyatakan kondisi tempat penyekapan para buruh tersebut sungguh memprihatinkan. Bahkan ia menilai, tempat itu terlihat tidak manusiawi.

Karena itu, Laode mempertanyakan kondisi psikologis dari pengusaha pabrik tersebut. Sebab menurutnya, pabrik yang menjadi tempat buruh disekap dan disiksa itu masih bisa dikembangkan lagi menjadi tempat yang lebih layak. "Pekerja diperlakukan tidak manusiawi dalam proses bekerja," kata dia.

Nah, sebelum meninggalkan kamar para buruh, beberapa wartawan yang mengunjungi tempat itu sempat tertarik dengan coret-coretan di tembok tanpa cat itu.

Ternyata itu adalah tulisan-tulisan tangan para pekerja.  Begitu didekati dan diperhatikan sungguh-sungguh, salah satu tulisan tersebut merupakan sepenggal lirik lagu Ayah yang dipopulerkan Rinto Harahap. "Ayah dengarkanlah, aku ingin bernyanyi walau hanya dalam mimpi..... "

Bukan hanya lirik lagu, di tembok itu ada sebuah tulisan yang ukurannya lebih besar dari yang lain. Garisnya juga lebih tegas dari coretan lainnya, seakan menggambarkan semangat para pembuat kuali.  Bunyinya: PRIA SEJATI TAK KENAL LELAH. (mas/jpnn)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook