RAFI ABDURRAHMAN RIDWAN, DESAINER TUNARUNGU YANG BERPRESTASI

Dapat Standing Ovation di Jakarta Fashion Week

Feature | Minggu, 08 Januari 2012 - 09:15 WIB

Dapat Standing Ovation di Jakarta Fashion Week
Rafi bersama Lia Chandra usai acara peragaan busana karyanya di Pacific Place, 18 November 2011 lalu. (Foto: dok pribadi)

Rafi masih berusia sembilan tahun. Dia tunarungu. Namun, kepiawaiannya mendesain busana begitu luar biasa. Rafi pun sukses memamerkan karyanya di ajang bergengsi Jakarta Fashion Week 2011.

Laporan SEKARING RATRI A, Jakarta

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

RAFI lahir dalam kondisi tunarungu. Saat hamil, sang ibu, Shinta Ayu Handayani, terserang virus rubela. Kekurangan itu memang “mengganggu” pertumbuhan Rafi. Tapi, Rafi akhirnya punya cara untuk membuat hidupnya tetap penuh warna. Yakni, menggambar sketsa.

Rafi mengungkapkan keingintahuan tentang suara saat berusia lima tahun. “Dia tanya, suara itu seperti apa. Karena saya nggak mau bikin dia kecewa, saya jawab, suara itu seperti warna, ada merah, ada hijau, ada biru,” kata Shinta saat ditemui di kediamannya, kawasan Pondok Gede, Jatiwaringin, Bekasi, Kamis (5/1).

Siapa sangka, penjelasan Shinta itu sangat berguna bagi Rafi. Dia bahkan tak mengira coretan sketsa busana Rafi tidak kalah oleh karya para desainer. Hal itu dibuktikan Rafi dengan dua kali menggelar show tunggal. Rafi pun pernah berkolaborasi dengan desainer ternama tanah air Barli Asmara.

Yang terkini, Rafi baru saja berkolaborasi dengan desainer batik dan aksesori dalam iven bergengsi Jakarta Fashion Week (JFW) 2011 November lalu. Rafi adalah satu-satunya desainer yang mendapat standing ovation dari penonton. “Katanya, dalam sejarah JFW, baru kali ini ada standing ovation,” ujar Shinta (32).

Dari dua show tersebut, pamor Rafi menjulang. Dia menjadi bahan perbincangan hangat di belantika fashion Indonesia. Putra sulung Shinta itu masuk daftar lima desainer nasional paling fenomenal pada 2011 versi sebuah tabloid ibu kota.

Perjuangan Rafi jelas tidak mudah. Shinta sendiri tidak mengira Rafi memiliki talenta besar di bidang desain busana. Memang, pada usia dua tahun, Rafi gemar menggambar. Awalnya adalah menggambar dunia bawah laut. Menginjak usia empat tahun, dia mulai mampu menggambar bentuk. Rafi suka menggambar putri duyung yang dalam dunia dongeng dikenal dengan Little Mermaid.

Pada usia tersebut, lanjut Shinta, putranya sudah diperkenalkan kepada segala sesuatu yang pantas dan tidak pantas. Karena itu, Rafi mulai mempertanyakan mengapa putri duyung digambarkan tidak memakai baju. “Dia menyebut semua perempuan itu dengan sebutan ibu. Dia tanya sama saya, kenapa ibu (putri duyung, red) tidak pakai baju?” kata ibu tiga anak itu.

Shinta sempat kebingungan menjawab pertanyaan Rafi. Akhirnya, dia meminta Rafi membuatkan baju untuk para perempuan di gambarnya yang dia sebut ibu. “Saya bingung menjelaskannya karena penjelasannya harus secara visual, nggak bisa kalau abstrak. Saya cari aman dengan bilang, ya udah Rafi gambarin aja baju buat si ibu,” ungkap perempuan berjilbab itu.

Dari situ, Rafi mulai menggambar baju. Namun, hasil-hasil gambar baju Rafi tidak sekadar corat-coret tak berbentuk. Meski secara simetris bentuknya belum sempurna, busana gambaran Rafi cukup detail dan variatif. Sebagai contoh, untuk putri duyung dia menggambar sebuah bra bermotif yang dipadu dengan vest bercorak.

Melihat hasil gambar putranya tersebut, Shinta menyadari bahwa Rafi punya talenta besar di bidang fashion. Setiap berkunjung ke toko buku, Rafi menyasar bagian fashion. Menurut Shinta, putranya sangat suka melihat berbagai model baju yang dimuat dalam majalah dan buku fashion.

Shinta lantas terpikir mendatangkan guru privat menggambar untuk Rafi. Namun, upayanya itu tidak mudah. Sebab, tidak banyak guru menggambar yang memiliki pengalaman mengajar anak tunarungu. “Banyak yang belum berani. Akhirnya saya terpaksa mencari alternatif dengan membeli banyak buku soal cara menggambar,” jelas Shinta.

Pada usia tujuh tahun, kemampuan menggambar Rafi semakin terasah. Hasil gambarnya mendekati bentuk asli. “Kalau dulu kakinya bengkok ke sana kemari, sekarang udah bisa bagus,” kata Shinta. Agar hasil karya putranya tertata dengan baik, Shinta menyimpan semua hasil karya Rafi. Ketertarikan Rafi kepada dunia fashion pun makin menjadi. Saat membaca iklan acara fashion show di majalah, dia menjadi sangat antusias. Dia selalu ingin hadir. Jika acara tersebut digelar untuk umum, Shinta dan suaminya pasti mengupayakan hadir.

“Kalau acaranya terbatas, ya susah. Pernah waktu ada acara fashion show di Bandung, Rafi ngotot ingin ke sana. Saya menelepon panitianya, katanya dia masih mengupayakan. Tapi, kami tetap berangkat. Sampai di sana ternyata kami malah mendapat deretan duduk paling depan. Rafi seneng bukan main. Dia itu tampak hidup kalau sudah nonton fashion show,” jelas Shinta yang selalu membawa karya-karya Rafi ke mana pun pergi.

Pada Mei 2011, Shinta kembali mengajak Rafi ke sebuah acara festival fashion bergengsi, Jakarta Fashion and Food Festival. Rafi begitu girang karena bisa bertemu dengan desainer-desainer favoritnya. “Dia minta foto sama Barli Asmara. Terus ada Sebastian Gunawan. Saya sebenarnya tidak hapal nama-nama desainer, tapi karena Rafi jadi hapal,” katanya.

Shinta memperlihatkan hasil karya Rafi kepada Barli. Dia sekaligus meminta izin membawa Rafi mengunjungi butik Barli. “Saya bilang, Rafi suka sekali gambar baju. Tapi, dia nggak tahu kalau dari gambar itu bisa diwujudkan menjadi sebuah baju. Saya cuma menginginkan Rafi melihat bahwa baju yang kita pakai sehari-hari itu juga dari gambar seperti gambar dia,” tuturnya.

Suatu ketika, saat hendak berulang tahun, Rafi menulis secarik kertas berisi tiga permohonan kepada Tuhan. Yang pertama, Rafi ingin bisa mendengar. Kedua, Rafi ingin membuat fashion show. Ketiga, menggelar fashion show di Milan, London, dan New York.

Membaca wish list tersebut, Barli trenyuh. Dia tergerak untuk mewujudkan permohonan Rafi yang kedua, yaitu membuat acara peragaan busana. Barli mengajak Rafi berkolaborasi. Ada tujuh karya Rafi yang dijadikan busana oleh Barli. Kali pertama menyaksikan gambarnya diwujudkan menjadi busana, Rafi menangis. Acara itu digelar tepat pada hari ulang tahun kesembilan Rafi, 20 Juli 2011, di Plaza Indonesia.

Tema rancangan Rafi adalah Eastern Everland Show. Respons yang didapat cukup luar biasa. Desainer-desainer top semacam Tex Xaverio hingga Nuniek Mawardi hadir menyaksikan show Rafi tersebut. “Saya nggak keluar uang sepeser pun. Saya bersyukur sekali,” ungkap Shinta.

Show pertama tersebut menjadi jalan untuk mewujudkan permohonan Rafi yang lain, yakni bisa mendengar. Rafi bertemu dengan seorang perempuan pengusaha bernama Lia Chandra. Lia bersedia membiayai operasi cochlear implant atau operasi untuk menanamkan implan pada Rafi agar bisa mendengar. Rafi menjalani operasi Agustus lalu.Sebulan kemudian dia bisa mendengar.

“Bu Lia Chandra itu benar-benar ibu perinya Rafi,” kata Shinta. “Rafi masih menyesuaikan. Jadi, ngomongnya juga belum jelas. Dia masih pakai bahasa isyarat,” sambungnya.

Tak lama berselang, kesempatan besar kembali menghampiri Rafi. Yayasan Lia Chandra membiayai show tunggal Rafi di ajang Jakarta Fashion Week 2011. Kali ini Rafi berkolaborasi dengan desainer batik Nonita Respati dan desainer aksesori Ariani Pradjasaputra. Rafi menyuguhkan 24 desain karya. Hasilnya, peragaan busana bertema Echoes of Heritage tersebut mendapat sambutan luar biasa.

Setelah Rafi meraup sukses besar, Shinta tidak lantas menjadikan talenta putranya sebagai ajang berbisnis. Dia juga sangat terbuka jika ada lagi desainer yang ingin berkolaborasi dengan Rafi. “Kami nggak ngoyo. Kalau ada yang nawari, ya pasti Rafi mau,” katanya.(ca/jpnn/mar)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook