ARISTI PRAJWALITA, SENDIRIAN BERSEPEDA MENJELAJAH EROPA DAN ASIA

Bawa Alat Kejut Listrik untuk Hadapi Pria Iseng

Feature | Jumat, 07 Juni 2013 - 09:41 WIB

BOGOR (RP) - Penghobi bersepeda jarak jauh atau populer disebut long distance cycling masih sangat jarang, apalagi perempuan. Aristi Prajwalita adalah pengecualian. Bersama sepedanya, dia sudah menjelajah dua benua, Asia dan Eropa.

Sore itu Aristi tercenung. Perjalanan yang sudah lama direncanakannya dengan matang terancam batal. Sang ibunda, tampaknya, mencium gelagat aneh dari dirinya.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Biasanya, jika akan bepergian ke luar negeri, Aristi naik bus DAMRI dari Bogor menuju Bandara Soekarno-Hatta.

Namun, kali ini dia memilih menuju daerah Cawang, Jakarta, lebih dulu. Alasannya, Aristi ingin mempersiapkan barang bawaan untuk touring pertamanya ke luar negeri. Dia berencana bersepeda seorang diri dari Malaysia menuju Vietnam.

Sebagai anak perempuan satu-satunya, Aristi sadar bahwa restu dari sang ibu pasti tidak akan turun jika dirinya berterus terang tentang rencana perjalanan ekstremnya tersebut. Karena itu, dia memilih diam.

Namun, sang ibunda, tampaknya, bisa merasakan sesuatu yang disembunyikan putrinya. Aristi yang kala itu sudah sampai di rumah kontrakannya di Cawang tiba-tiba mendapat telepon dari ibunya.

“Ibu bilang mau jemput aku di rumah Cawang sama ayah. Waduh, terancam nggak berangkat ini. Akhirnya, aku terpaksa SMS ayah. Aku ceritakan semuanya dan alhamdulillah ternyata dibolehin,” ungkap Aristi mengenang peristiwa pada 2009 itu.

Untuk perjalanan kedua pada 2010, dia memutuskan tidak sembunyi-sembunyi lagi. Kali ini dia memilih menjelajahi jalur Hanoi, Vietnam, menuju Beijing, Cina, selama 28 hari.

Demi mendapat restu, beberapa hari sebelum keberangkatan, perempuan 37 tahun itu sengaja meletakkan peta Cina beserta buku panduan perjalanan ke Cina, Lonely Planet (LP), di atas meja makan. Tujuannya, orang tuanya mengetahui secara tidak langsung rencana perjalanan berikutnya.

“Beneran, ibuku langsung nanya, mau ke Cina Mbak? Aku jawab, iya mau nerusin jalur. Ibuku awalnya ya sempat kaget. Tapi, setelah Salat Tahajud, ibuku akhirnya rela melepas aku pergi,” ujar Aristi yang ditemui di kawasan Stasiun Bogor, Senin (3/6).

Sikap orangtua yang cenderung khawatir berlebihan terhadap perjalanan-perjalanan touring Aristi cukup beralasan. Sebab, bagaimanapun, Aristi seorang perempuan.

Perjalanan seorang diri dengan bersepeda pasti cukup berisiko. Meski dibekali tekad serta persiapan yang mumpuni, dalam setiap perjalanannya, Aristi beberapa kali mengalami kejadian yang kurang mengenakkan.

Diantaranya, perjalanan  di Bangkok, anak pertama dua bersaudara tersebut berniat menyeberangi sebuah jembatan pada malam. Situasinya cukup sepi.

Tiba-tiba muncul beberapa pria yang berjalan mendekati. Ketika mereka berjalan makin dekat, Aristi pun langsung mengeluarkan alat kejut listrik.

“Aku tunjukin ke mereka. Mereka langsung lari. Padahal, aku nggak sampai menyentuhkan itu ke tubuh mereka. Tapi, mungkin takut lihat aliran listrik pendek warna biru,” ungkapnya.

Alat kejut listrik kecil berkapasitas 4.000 volt itu memang kerap menjadi teman perjalanan Aristi. Karena dia tidak bisa bela diri, alat kejut listrik menjadi pilihan paling masuk akal untuk melindungi diri.

“Kalau aku bawa pisau lipat atau senjata tajam semacamnya, harus dari jarak dekat dan ada kemungkinan tanganku sudah ditepis duluan sebelum aku nyerang,” ujarnya.

Namun, baru sekali Aristi menggunakan alat tersebut untuk melumpuhkan orang. Hal itu terjadi pada perjalanan solo keduanya dari Vietnam menuju Cina pada 2010. Dia sulit mencari jalan masuk ke ibu kota RRC tersebut dan seorang pemuda berusaha menunjukkan jalan masuk ke kota.

Namun, belum sampai mereka menemukan jalan masuk, pemuda tersebut meminta ongkos kepada Aristi. Awalnya, dia mengira pemuda itu hanya meminta 5 yuan, tapi ternyata 50 yuan. Aristi pun menolak membayar. Ketika dia akan pergi, pemuda tersebut menarik tangannya. Tarikannya kian kuat saat Aristi mencoba melarikan diri.

Tanpa pikir panjang, dia mengeluarkan alat kejut listrik dan menempelkannya ke iga pemuda tersebut. Pemuda pemalak itu pun terjengkang dan jatuh.

“Aku sampai kepikiran, aduh jangan-jangan mati nih orang. Tapi, ternyata nggak. Dia masih sempat grabbed (mencoba meraih) kakiku. Langsung aku tendang. Terus, aku lari pakai sepedaku sekenceng-kencengnya,” ungkapnya.

Perjalanan ketiga, Aristi menjajal benua Eropa pada 2011. Negara-negara yang dia kunjungi, antara lain, Belanda, Prancis, Italia, dan Belgia.

Pada perjalanan kali ini, dia tidak sekadar menggowes, tapi juga mendaki Mont Blanc yang merupakan puncak gunung tertinggi di Eropa.

Yang istimewa, Aristi juga menjelajah bersama pesepeda jarak jauh yang sudah tersohor, yakni Bambang Hertadi alias Paimo. Namun, mereka bersama-sama hanya sampai setengah perjalanan.

Aristi mengawali perjalanan menggowes bersama Paimo dari Kota Anneci menuju Kota Chamonix, Prancis. Menurut dia, perjalanan bersepeda tersebut cukup mudah.

Sebab, hampir semua negara di Eropa sangat ramah terhadap para biker. Fasilitasnya pun lengkap. Mulai peta bersepeda, tempat parkir sepeda yang selalu tersedia, hingga camping ground yang luas bagi para pesepeda.

Bahkan, sepeda bisa dibilang strata teratas dalam tingkatan kendaraan di Eropa. “Bahkan, mobil itu kalau ada sepeda yang mau melintas ya ngalah. Istilahnya, pesepeda itu paling dihormati lah,” tegasnya.

Sejauh ini, Aristi sudah menempuh jarak 3.688 kilometer untuk seluruh perjalanan solonya di luar negeri. Perinciannya, perjalanan pertama dari Malaysia ke Vietnam (1.302 Km) dan dari Vietnam menuju Tiongkok (1.986 Km).

Perjalanannya di benua Eropa memang hanya 400 meter karena diselingi kegiatan mendaki gunung. Ketika ditanya destinasi mana lagi yang akan ditempuh, Aristi masih bungkam. “Ada lah,” ujarnya.(*/c5/kim/jpnn)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook