SEJARAH SUMUR MINAS PERTAMA

Produksi Awal Hanya 2.000 Barel per Hari

Feature | Kamis, 06 September 2012 - 08:52 WIB

 Produksi Awal Hanya 2.000 Barel per Hari
PEMBORAN: Ahli geologi Jepang Toru Oki ditugaskan pemerintah Jepang (1944-1945) meneruskan pemboran sumur minyak Minas No 1, pada Mei 1974. foto: Humas CPI for Riau Pos

Laporan HENNY ELYATI, Minas henny-elyati@riaupos.co

Pelaksanaan PON XVIII 2012 di Riau membuat sumur minyak pertama (No 1) di Minas, Kabupaten Siak tiba-tiba terkenal. Di sanalah api abadi untuk api PON diambil, dan selanjutnya disebarkan ke seluruh kabupaten/kota tempat diselenggarakannya PON.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Penemuan daerah Minas mengandung arti penting dalam sejarah perminyakan di Indonesia. Temuan tersebut berkat usaha eksplorasi oleh Caltex (sekarang bernama PT Chevron Pacific Indonesia) sesaat menjelang Perang Dunia II yang dilanjutkan oleh tentara pendudukan

Jepang dengan pengeboran sumur Minas No 1 di waktu perang.  Demikian dijelaskan Team Manager PGPA Minas PT Chevron Suyanto kepada wartawan di sela-sela Media Tour pengambilan api PON di Sumur No 1 Minas, Rabu (5/9).

Dijelaskannya, pada 1924, Standard Oil Company of California (Socal) melakukan penelitian di Sumatera Tengah dengan mengirimkan ahli geologinya, Richard N Nelson.

Pada 1938, seorang ahli geologi Amerika bernama Walter E Nygren, ditugaskan mempelajari daerah di sekitar Minas. Ia melakukan penelitian dengan menggunakan gurdi yang diputar dengan tangan. Enam buah jalan rintis yang sejajar, masing-masing terpisah enam kilometer, ditebas menembus hutan belantara, memanjang dari timur laut ke barat daya dan sepanjang jalan-jalan rintis itu selang 200 meter digali lubang sedalam 20 kaki untuk mendapatkan contoh-contoh dari dasarnya. Tiga ribu buah lubang semacam itu dibuat oleh Nygren.

Daerah ini dinamakannya Minas, mengambil nama sebuah perkampungan Sakai yang berdekatan dengan daerah itu. Konon nama itu berasal dari nama pohon Minei, yang buahnya digunakan sebagai bahan minyak goreng.

Pada 1939, ahli geologi lainnya yang bernama Richard H Hopper, dikirim ke Minas untuk mengebor dengan bor tangan counterflash yang mampu menembus kedalaman 1.500 kaki. Upaya ini dilakukan untuk menguji hasil perkiraan rombongan sebelumnya yang dipimpin Nygren.

Pemetaan seismik di Minas pada 1940 menunjukkan adanya suatu anticline atau cembung yang besar dan berlipat-lipat yang sangat ideal bagi akumulasi minyak. James P Fox, ahli geologi utama pada kantor Caltex di Medan, memilih suatu lokasi pada titik tertinggi pada peta cembung sebagai tempat untuk mengebor sumur percobaan No 1.

Sebelum sempat mengebor, Perang Dunia II keburu pecah dengan diserangnya Pearl Harbour pada 7 Desember 1941, disusul dengan pendaratan tentara Jepang di Malaysia, Filipina dan Indonesia. Tentara Jepang dengan cepat bergerak ke kawasan Asia Tenggara. Karyawan-karyawan Caltex diperintahkan meninggalkan Minas serta lapangan minyak Duri dan Sebanga yang belum mulai berproduksi itu.

G N de Laive, seorang sarjana Teknik Perminyakan yang ikut ditangkap oleh Jepang, menceritakan kepada dua karyawan pengeboran bangsa Indonesia, Gedok dan Saadi, bahwa tentara Jepang telah mengebor sumur Minas No 1 di tempat yang dipilih Caltex dengan menggunakan peralatan dan beberapa orang bekas karyawan Caltex, dan berhasil. Jepang melakukan pengeboran di bawah pimpinan ahli geologi bernama Toru Oki dari Japan Petroleum Exploration Company (Japex). Gedok dan Saadi mengunjungi G N de Laive di dalam camp tawanan perang di sekitar Pekanbaru.

Pada akhir 1945, Richard H Hopper meminta bantuan orang Jepang untuk mengambilkan contoh inti dan contoh minyak dari sumur Minas No 1 beserta catatan mengenai sumur serta hasil percobaan produksinya. Contoh inti dan minyak yang dikirim itu dipelajari di laboratorium.

Baru pada September 1946 utusan Caltex dapat berkuniung ke Pekanbaru dan daerah sekitarnya, termasuk ke Sebanga dan Duri dengan perahu motor dari Pekanbaru. Tak terkecuali berkunjung ke Sumur Minas No 1.

Akhirnya tahun 1949 tercapailah persetujuan Roem Royen yang menyatakan pengakuan Belanda atas kedaulatan Negara Republik Indonesia. Ini memungkinkan Caltex kembali ke Sumatera Tengah untuk mengembangkan Minas.

Pengeboran dimulai pada 1 Desember 1949. Sumur yang diselesaikan pada 8 Februari 1950 itu pada kedalaman 2.650 kaki, mempertegas data-data yang diterima dari petugas-petugas Jepang pada 1945, dan menghasilkan 2.000 barrel minyak sehari yang mengalir ke permukaan melalui pipa satu inch.

Enam buah sumur lagi dibor di Minas sebagai suatu lapangan minyak utama. Rumah-rumah permanen segera dibangun. Keluarga mulai ikut pindah ke Minas dan Rumbai. Sementara rencana disusun untuk mengebor lebih banyak sumur, membangun tanki-tanki dan memasang jaringan pipa untuk mengalirkan minyak melalui jaringan pipa 12 inch sepanjang 25 kilometer ke Perawang.

Walaupun Minas merupakan lapangan minyak ketiga yang ditemukan di daerah Caltex di Sumatra, namun ia merupakan yang pertama menghasilkan minyak untuk ekspor.

Apakah sekarang sumur tua minyak tersebut masih produksi? Sumur Minas No 1 sudah tidak berproduksi lagi saat ini. Gas alam yang akan dipakai untuk menyulut api PON diambil dari Gathering Station 2 yang lokasinya tidak jauh dari Sumur Minas No 1. ‘’Produksi awal dulu adalah 2.000 barrel minyak per hari, pada Februari 2007 produksinya mencapai 4,5 miliar barrel.

Ladang minyak Minas terbesar dengan area 204 kilometer per segi terdiri dari 1.139 sumur produksi dan 347 sumur injeksi air. Saat ini ladang minyak Minas menggunakan teknologi surfactan,’’ sebut Suyanto.(ila)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook