MASJID JAMI’ TUAN GURU ABDURAHMMAN SIDIQ DI INHIL

Dibangun 1895, Lima Kali Dipugar

Feature | Selasa, 06 Agustus 2013 - 00:36 WIB

Dibangun 1895, Lima Kali Dipugar
Bangunan Masjid Jami’ di Parit Hidayat, Kelurahan Sapat, Kecamatan Kuala Indragiri yang dibangun sejak 1895. Foto: indra effendi/riau pos

Di Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil) Provinsi Riau, terdapat beberapa masjid bersejarah yang menjadi saksi tonggak penyebaran Islam di daerah ini. Di antaranya Masjid Jami Tuang Guru Abdurahmman Sidiq, Parit Hidayat, Kelurahan Sapat, Kecamatan Kuala Indragiri (Kuindra).

Laporan INDRA EFfENDI, Tembilahan

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

KEBERADAAN Masjid Jami Taung Guru Abdurahmman Sidiq atau lebih dikenal dengan julukan Masjid Tuan Guru Sapat memang tidak sesentral seperti kebanyakan masjid lalinya. Namun masjid tertua di Bumi Sri Gemilang ini sarat dengan nilai sejarah. Untuk menuju lokasi hanya bisa melalui jalur sungai melintasi Sungai Indragiri.

Masjid ini berukuran sekitar 20x24 meter persegi dan tinggi mencapai 3 meter dan memiliki tiga jenjang. Jarak sekitar 30-40 KM dari Kota Tembilahan dan bisa menghabiskan waktu sekitar 30 menit dengan menggunakan speedboat, namun apabila menggunakan pompong waktu yang dihabiskan bisa mencapai 60 sampai 90 menit.

Tak ada angkutan umum yang khusus ke sana. Kebanyakan peziarah mencarter atau membawa kendaraan sendiri. Tembilahan-Hidayat PP  cukup dengan Rp250-300 ribu. Ditambah ongkos ojek Rp10.000 untuk sekali jalan.

Sebuah riwayat menunjukkan masjid itu dibangun pada tahun 1895 oleh Tuan Guru Abdurahmman Sidik, seorang ulama besar dan kaya dengan ilmu pengetahuan terutama tetang agam Islam.

Saat ini bangunan yang berumur sekitar 118 tahun itu menjadi salah satu situs bersejarah. Karena tetap dikunjungi oleh penziarah yang ingin berziarah ke makam Tuan Guru Abdurahmman  Sidiq. Para peziarah tidak hanya datang dari dalam negeri, melainkan luar negeri seperti Malaysia, Singaura dan Brunei Darussalam.

‘’Ribuan orang datang berziarah ke makam almarhum selaku pendiri masjid itu,’’ ungkap Anto, salah seorang penziarah yang rutin ke sana.

Selain memperingati haul almarhum, makam tuan guru yang terletak tak jauh dari masjid itu, biasanya juga dipadati penziarah saat akan menyambut bulan puasa, hari raya Idul Fitri dan Idul Adha dan hari-hari besar agama Islam lainnya.

Sejak dibangun pada 1895, masjid itu sudah lima kali dipugar, namun tidak mengubah bentuk semula. Selain bentuk yang masih dipertahankan, 18 tongkat yang sejak dibangun sampai saat ini juga belum pernah diganti.

Letaknya yang berada di antara kebun-kebun kelapa kala itu mengindikasikan pula bahwasannya agama merupakan sendi utama kehidupan masyarakat Inhil yang agamis.

Tuan Guru Syekh Abdurrahman Siddiq dilahirkan di Kampung Dalam Pagar, Martapura, Kalimantan Selatan pada 1864 M dari seorang ayah bernama Muhammad Afif bin Khadhi H Mahmud dan ibu bernama Shafura.

 Ia adalah keturunan (buyut) dari Maulana Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari, yaitu sosok ulama besar yang pertama kali mengembangkan Islam di Kalimantan.

Syekh Abdurrahman Siddiq menimba ilmu dasar-dasar agama pada Mak Ciknya Siti Saidah. Pada usia 13 tahun, ia meluaskan pengetahuannya dengan mempelajari berbagai kitab antara lain: Kitab Mukhtasar, Kailani, Ilmu Bayan, Mantik, Maani, Tafsir dan Hadis.

Saat usianya menginjak dewasa, ia memutuskan ke Makkah untuk memperdalam ilmu agama. Di Makkah, ia berguru pada beberapa ulama besar seperti Syekh Said Satta (pengarang kitab Ianatut al-Thalibin), Syekh Ahmad Dimyati, Syekh Ahmad Bapadhil, dan Syekh Umar Sambas. Selain berguru secara formal pada guru-guru terkemuka di Masjidil Haram, ia juga banyak berguru pada ulama-ulama sufi.

Maka tak heran jika Syekh Abdurrahman Siddiq lebih banyak berkarya di bidang ilmu tauhid daripada ilmu fiqh. Setelah 6 tahun menimba ilmu di Mekah, ia kembali ke kampung halamannya di Kampung Dalam Pagar, Martapura, untuk menyebarkan agama Islam. Setelah itu beliau merantau ke Indragiri. Ketika datang pertama kali, ia bermastautin di Sapat sebagai tukang mas selama 7 bulan.

Syekh Abdurrahman Siddiq wafat di Parit Hidayat, Sapat, Kecamatan Kuala Indragiri, Riau, pada  10 Maret 1930 M. Salah satu peninggalan Syekh Abdurrahman Siddiq yang terkenal adalah Masjid Jami tersebut yang dibangun bersama para santrinya kala itu.***









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook