KETIKA PEKANBARU DIKEPUNG SUPERMARKET

Kedai Kecil Bertahan dengan Berbagai Kiat

Feature | Kamis, 05 September 2013 - 10:30 WIB

Laporan LISMAR SUMIRAT, Pekanbaru lismar_sumirat@riaupos.co

Supermarket atau pasar swalayan di Kota Pekanbaru ibaratkan jamur. Toko yang menjual keperluan sehari-hari ini ada di mana-mana, di jalan besar maupun kecil.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Keberadaan pasar swalayan yang pada akhirnya menjadi pilihan masyarakat kota untuk berbelanja juga ikut mempengaruhi keberlangsungan kedai-kedai kecil yang sudah puluhan tahun bertahan.

Edi seorang pedagang yang terdapat di Jalan Hang Tuah menyebutkan, sejak lima tahun belakangan ini, omset penjualannya jauh sekali menurun ketimbang sebelum menjamurnya supermarket di kota bertuah ini.

‘’Ya, kalau dulu satu hari omset penjualan hampir Rp2 juta. Tapi sekarang untuk mendapatkan Rp1 juta saja susah,’’ ucap lelaki yang sudah berusia 60 tahun itu kepada Riau Pos Rabu (4/9).

Dia menyebutkan, memang hal ini tak dapat pula dihindari karena Kota Pekanbaru semakin berkembang.

Tetapi memang menjamurnya pasar swalayan dan semacamnya ini cukup mengguncang keberadaan kedai-kedai kecil seperti mereka.

Diceritakannya juga, seorang temannya yang membuka kedai sudah puluhan tahun di daerah Tangkerang, saat ini terpaksa menutup kedainya karena bersebelahan dengan salah satu swalayan.

‘’Tak sanggup bersaing dengan pasar swalayan seperti itu, makanya tutup dia,’’ ucap Edi yang mengaku sudah mulai berniaga lebih kurang 30 tahun.

Saat ini disebutkannya, tinggal beberapa baranglah yang membuat dia bisa bertahan. Misalnya, rokok dan minuman. ‘’Ya, penjualannya masih lumayanlah,’’ ucapnya.

Hal serupa juga dialami Elmi seorang pedagang di Jalan Beringin Gobah. Kedai Elmi yang terletak di depan Sekolah Santa Maria itu diakuinya sangat bergantung kepada anak-anak sekolah.

Tapi sejak berdirinya salah satu pasar swalayan ternama yang tidak jauh di depan kedainya itu membuat omset penjualannya jauh menurun.

‘’Biasanya mereka nyerbu kemari sepulang sekolah, tapi sekarang sudah tidak lagi, karena sudah ada pilihan,’’ katanya.

Ditambahkan Elmi, keberadaan kedainya yang sudah ada sejak 1987 ini merupakan warisan dari orangtuanya. Disebutkannya, kalau hari-hari libur seperti hari ini, kedainya akan sepi sekali. ‘’Lebih banyak menungnya. Palingan melayani pembeli rokok, itu pun per batang,’’ ucapnya.

Elmi juga mengakui dalam dunia dagang sudah biasalah dengan persoalan persaingan tersebut. Hanya saja dia heran dengan begitu menjamurnya pasar swalayan di Pekanbaru sekarang ini. ‘’Ya, heran saja,  memang menjamur sekali,’’ ucapnya.

Diakuinya juga, saat ini omset penjualannya sehari hanya mencapai 200 ribu saja. Hal itu jauh sekali turunnya ketimbang sebelum ada supermarket di dekat kedainya.

‘’Ya, kalau dulu lumayanlah, kita bisa dapatkan omset penjualan Rp500 ribu sampai Rp600 ribu sehari,’’ kata Elmi, perempuan yang berusia 40 tahun tersebut.

Tapi kemudian, sebagai pedagang yang sudah lama bertahan di tengah gempuran menjamurnya pasar-pasar swalayan di Kota Pekanbaru ini, Edi maupun Elmi akhirnya harus bisa menemukan trik atau upaya lain agar kedai mereka tetap bertahan.

Edi misalnya, dia menyebutkan untuk menyikapi hal yang ada, dia harus pandai-pandai menentukan harga.

‘’Ya, palingan saya harus menjual harga lebih rendah ketimbang harga jual yang tertera di pasar Swalayan yang ada. Asal tidak rugi sajalah,” katanya.(*6)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook