FANI OKTORA, PEREMPUAN 18 TAHUN YANG HANYA 4 HARI JADI ISTRI BUPATI

Orangtua Jatuh Sakit, Rumah Ikut Rubuh

Feature | Selasa, 04 Desember 2012 - 09:14 WIB

Orangtua Jatuh Sakit, Rumah Ikut Rubuh
Fani Oktora (18) melaporkan Bupati Garut Aceng HM Fikri ke Mabes Polri Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Senin (3/12/2012). Foto: MUHAMAD ALI/JPNN

Laporan ZAINAL MIFTAHUDDIN, Garut

Mimpi Fani Oktora untuk membangun rumah tangga dengan bupati pupus hanya dalam waktu empat hari. Bupati Garut Aceng HM Fikri yang menikahinya secara siri menceraikannya melalui SMS. Dia shock. Demikian juga orangtuanya.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Tidak mudah menemui Fani Oktora (18). Untuk bisa bertemu perempuan yang dinikahi kilat oleh Bupati Garut Aceng HM Fikri itu harus melalui perantara salah seorang pengurus Pondok Pesantren Al-Fadhilah, Raden Heri Muhammad Jawari. Saat ini perempuan kelahiran 8 Oktober 1994 itu tinggal di rumah sang nenek di Kampung Cukang Galeuh, Desa Dunguswiru, Kecamatan Limbangan, Garut, Jabar.

Sejak kasus pernikahan yang empat hari kemudian cerai tersebar di media cetak dan elektronik, Fani shock berat. Dia mengurung diri di kamar.

Kondisinya semakin buruk setelah Dedah, ibunya, dan Udin Saepudin, bapaknya, mengalami hal serupa. Untungnya, Udin cepat bangkit sehingga tidak separah istrinya.

Rumah yang ditinggali Fani dan Ade, sang nenek, merupakan rumah panggung berukuran sedang. ‘’Akhir-akhir ini Fani sering mengurung diri di kamar. Sejak peristiwa itu (dicerai, red), dia memang tinggal sama saya, karena rumah orangtuanya juga runtuh,’’ ujar Ade.

Ya, bersamaan dengan mencuatnya kasus ini, rumah orangtua Fani juga rubuh dan sekarang dalam perbaikan. Orang yang ingin bertemu Fani memang diterima Ade.

Fani sendiri enggan bertemu orang lain. Begitu juga ketika JPNN mendatangi rumah Ade. Namun, setelah sekian lama ditunggu, akhirnya Fani keluar dari kamarnya.

Wajahnya Fani kusut dalam balutan kerudung abu-abu motif bunga. Dia mengenakan baju tidur pink. Fani mengaku, harapannya untuk hidup bahagia dari pernikahannya dengan orang nomor satu di Garut saat ini malah menjadi neraka bagi seluruh keluarga. Pernikahannya hanya berlangsung empat hari. Keluarganya pun merasa dilecehkan dengan cara bupati menceraikannya.

‘’Kami menikah 14 Juli dan bupati menjatuhkan talak melalui SMS pada 17 Juli saat berada di Jakarta mengurusi persiapan umrah,’’ kata Fani lirih.

Diperlakukan seperti itu keluarga Fani merasa tidak dihargai dan dilecehkan. Karena itu, mereka meminta bupati datang ke rumah.

Saat itu Bupati Aceng berjanji datang menemui keluarga setelah pulang dari umrah. Namun, setelah pulang dari Tanah Suci, bupati tak kunjung datang. Hal ini menyulut kemarahan keluarga besarnya, termasuk pesantren tempat Fani mengaji sejak kecil.

Fani mengaku, yang diperlukan keluarganya hanyalah sebuah pengakuan. Sebab, hal itu akan menumbuhkan kepercayaan diri agar dia dapat melanjutkan kembali hidupnya. Namun, permintaan itu tidak dihiraukan. Karena itu, amarah keluarga pun semakin besar.

Meski saat ini shock, Fani berjanji mengembalikan semangatnya dan berusaha melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi bidang kesehatan.  

Terkait masalahnya dengan bupati, Fani menyerahkan sepenuhnya kepada pihak yang telah dipercaya keluarga, termasuk kepada pihak pesantren tempat dirinya menimba ilmu agama sejak kecil.

Perempuan lulusan SMA itu berjanji akan bangkit dari keterpurukan untuk mengejar cita-cita. Dia sangat ingin membahagiakan orangtuanya. Apalagi, saat ini orangtuanya masih sakit karena terkejut dan kaget atas masalah yang menimpanya.

Raden Heri Muhammad Jawari mengatakan, hubungan antara dirinya dan bupati sebenarnya sangat dekat. Mereka sama-sama santri dan memiliki banyak kepentingan organisasi. Bahkan, Heri mengaku ikut menyukseskan Aceng dalam Pemilukada lalu hingga akhirnya bisa menjadi Bupati Garut.

Heri menegaskan, pihaknya tidak bermaksud menjatuhkan reputasi politik dan karir bupati dengan kasus ini. Jika saat ini bupati menjadi buah bibir masyarakat, itu bukan karena orang lain, tapi akibat perbuatannya sendiri. Menurut Heri, saat ini seluruh keluarga Fani dalam kondisi kurang baik.

Dua orangtuanya sakit. Bapaknya tak lagi bisa bekerja di perusahaan katering di Bandung. Bahkan, adiknya ikut sakit. Derita itu ditambah dengan runtuhnya rumah yang mereka tempati.

Menjelang Maghrib, rumah yang ditinggali Fani didatangi beberapa anggota salah satu lembaga swadaya masyarakat (LSM) di Garut.

Mereka sengaja menjaga Fani dan keluarga dari hal-hal yang tidak diinginkan. Penjagaan ini dilakukan setiap hari sejak kasus ini mencuat. ‘’Ini untuk mengantisipasi terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan,’’ kata salah seorang anggota LSM tersebut.

Sementara itu, Aceng akhirnya mengakui dirinya pernah menikah siri dengan Fani. Sebelumnya, foto pernikahan bupati dengan Fani sempat tersebar di situs jejaring sosial.

Aceng juga mengaku siap meminta maaf kepada keluarga Fani. Namun, ia masih menunggu waktu yang tepat. Meski demikian, ia ingin ditunjukkan letak kesalahannya.

‘’Jangankan bila saya berdosa, kalau tidak pun saya akan minta maaf. Tapi, ini minta maaf atas dasar apa dulu? Saya akan melihat timing yang tepat. Mungkin saat ini di sana sedang emosi,’’ katanya kepada wartawan.

Aceng yang saat ditemui wartawan ditemani Charli Van Houten, mantan vokalis ST 12, mengungkapkan, foto pernikahan yang selama ini beredar di internet adalah benar foto pernikahan dirinya dengan Fani yang dilakukan secara agama. Bahkan, istri serta anaknya pun mengetahui perkawinan tersebut.

Namun, itu semua terjadi lima bulan lalu dan masalah yang lalu tidak ada kaitannya dengan masalah saat ini. Aceng juga membantah bahwa saat menikah mengaku duda, karena hal itu haram hukumnya. Dia mengaku, sampai saat ini istri sahnya tetap Hj Nur Rohimah Aceng Fikri.

Namun, Aceng mengakui, sejak tiga tahun lalu dirinya memang ada masalah dengan Nur Rohimah. Karena tak ingin melanggar aturan, dia akhirnya menikahi Fani secara agama.

Aceng mengakui, sejak menjadi bupati, dirinya memiliki banyak kesibukan sehingga sulit berkomunikasi dengan istri, anak, serta tim sukses pendukungnya seperti sebelum dirinya menjadi bupati.

Dia melihat akar permasalahannya adalah kurang komunikasi. Terkait tuduhan proses cerai yang hanya lewat SMS, menurut Aceng, SMS tersebut merupakan penegasan dari talak secara lisan yang dijatuhkannya kepada Fani. Alasannya, saat itu dirinya akan berangkat umrah dan menerima banyak tamu.

Aceng juga membantah SMS penegasan cerai yang dikirimkan kepada Fani menggunakan bahasa yang kasar. Menurut dia, bahasa yang digunakan saat itu sudah merupakan kata-kata yang bijak dengan tutur kata yang lemah lembut.

Aceng mengaku punya alasan kuat menceraikan Fani. Namun, dia menolak membeberkan hal tersebut karena tidak ingin mengungkapkan aib orang lain kepada publik.

‘’Alasannya tentu ada. Saya kira tidak etis kalau saya ungkap, apalagi jadi konsumsi publik. Yang pasti, ada hal yang sangat tidak sesuai dengan harapan saya pada dia,’’ katanya.

Soal adanya tuduhan melecehkan perempuan, menurut Aceng, dirinya sangat menghargai Fani. Saat pernikahan saja, maskawin yang diberikannya adalah emas seharga Rp50 juta ditambah uang tunai Rp100 juta.

Menurut Aceng, jumlah belum termasuk barang-barang berharga lain yang juga diberikan kepada Fani. Karena saat ini masalah tersebut sudah menjadi polemik di masyarakat, Aceng mengaku akan berupaya agar masalahnya segera selesai secara baik-baik. Dia yakin beberapa hari lagi masalah itu akan tuntas.

Rakyat Garut Mulai Bereaksi

Sementara itu, warga Garut mulai mereaksi kasus tersebut. Ahad (2/12), para tokoh masyarakat dan agama yang tergabung dalam Komite Penyelamat Garut (Komat) mengadakan pertemuan. Hasilnya, mereka menelurkan Resolusi Limbangan.

Isinya, mendukung upaya hukum yang dilakukan pihak keluarga dan kuasa hukum Fani untuk tercapainya keadilan. Kedua, mendesak DPRD Garut agar menggunakan hak-haknya untuk menyatakan mosi tidak percaya kepada bupati. Ketiga, mendesak DPRD Garut agar segera mengajukan pemberhentian bupati ke Kemendagri. Dalam resolusi tersebut, DPRD diberi waktu 14 hari untuk bersikap.

Koordinator Komat KH Rd Amin Muhyidin dan H Holil mengatakan, ucapan dan perilaku bupati telah melukai hati rakyat dan merendahkan harkat derajat kaum perempuan.

Selain itu, sikap dan arogansi bupati tidak memberikan teladan bagi warga Garut. Sedangkan apa yang diucapkan bupati terkait dengan pernikahan sirinya menunjukkan sikap arogansi penguasa dan tidak mencerminkan figur pemimpin.

Kaji Pelengseran Bupati Aceng

Sementara itu perkembangan terakhir, Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Reydonnyzar Moenek menilai, kasus nikah siri Bupati Garut Aceng HM Fikri, memerlihatkan yang bersangkutan tidak menaati norma dan tidak menjaga etika.

Karena itu Aceng berpotensi diberhentikan, karena diduga telah melanggar sumpah dan janji jabatan. Hal tersebut sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor: 32/2004 dan Peraturan Pemerintah Nomor: 6/2005.

‘’Dalam aturan termuat bahwa kepala daerah dilarang mengeluarkan kebijakan atau tindakan yang bisa meresahkan rakyat. Nah dalam tindakan nikah siri ini, apa tidak meresahkan? Jadi memang dia berpotensi diberhentikan,’’ ujar Donny-panggilan akrab Reydonnyzar- di Jakarta, Senin (3/12).

Namun begitu, keputusan pemberhentian tidak lantas langsung dijatuhkan. Kemendagri menurut Donny masih perlu melakukan sejumlah evaluasi.

‘’Jadi kita akan lakukan kajian potensi pelanggaran etikanya. Ini berpotensi diberhentikan atau tidak,’’ tegasnya. Ia menilai, paling tidak dari perbuatan Aceng, tentu akan muncul sanksi moral dan sosial.

Yang jelas, lanjut Donny, dengan adanya kasus ini, kemungkinan Kemendagri dapat menjadikannya bahan evaluasi dan masukan bagi penyempurnaan regulasi tentang penyelenggara pemerintahan daerah ke depan.

Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) GKR Hemas menyayangkan ulah Aceng. Istri Sri Sultan Hamengku Buwono X itu menyatakan, sebagai bupati, Aceng seharusnya menjadi teladan bagi masyarakat.

‘’Kami meminta Bupati Garut meminta maaf kepada korban Fany Octora dan seluruh masyarakat Indonesia. Karena perbuatan serta pernyataannya telah merendahkan martabat dan hak asasi perempuan,’’ kata Hemas di Jakarta kemarin.

Menurut Hemas, yang dilakukan Aceng menimbulkan keresahan dan ketidakpercayaan masyarakat. Hemas yang juga Ketua Forum Perempuan untuk Indonesia itu mendesak Mendagri memberikan sanksi tegas kepada Aceng.

‘’Kami juga menuntut Polda Jawa Barat mengusut tuntas adanya indikasi pelanggaran hukum berupa praktik perdagangan manusia dalam kasus pernikahan kilat ini,’’ ungkapnya.(pri/ca/jpnn/ila)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook