Kisah pilu dituturkan keluarga Masromi (35), korban yang tewas ditembus peluru kawanan perampok delapan toko emas di Pasar Desa Bina Baru, Kecamatan Kamparkiri Tengah, Kampar, Ahad (2/6) pagi lalu. Nasib naas menimpanya saat pertama kali belanja ke pasar menggantikan sang istri yang baru melahirkan.
Laporan M Ali Nurman, Kamparkiri
RUMAH di Jalan Raya SP 1 itu tampak agak menjorok ke dalam dari tepi jalan yang berdebu. Sebuah kedai kecil terletak di depannya dengan bagian depan rimbun ditutupi pohon. Ahad (2/6) malam sekitar pukul 23.00 WIB sudah tak tampak keramaian di rumah itu.
Saat dilihat ke bagian dalam barulah terlihat bahwa di rumah ini baru selesai diselenggarakan yasinan, kursi tamu disusun di luar dengan hanya tikar yang terhampar di ruang tamu. Inilah rumah kediaman Masromi atau biasa dipanggil Romi. Di ruang tamu ini pula ia disemayamkan untuk terakhir kali sebelum dikebumikan sekitar pukul 16.00 WIB.
Di rumah itu, beberapa sanak keluarga hadir. Kesedihan terlihat masih membekas atas kematian Masromi yang tiba-tiba dan dengan cara yang tak terduga. Namun di atas semua itu wajah tegar dan ikhlas juga tampak. ‘’Keluarga ikhlas, mungkin itu memang caranya pergi,’’ ujar paman korban, Sutaryo (46).
Waktu yang dijalani Masromi, paling tidak dalam tiga pekan terakhir, adalah salah satu masa yang membahagiakan bagi dirinya. Karena, ia baru saja menyambut kelahiran anak ketiganya Muhammad Ilham Azzikra, yang melengkapi rumah tangga mereka setelah dua anak pertama Lisa Ani Septiani (15) dan Puput Fajria (3,5) beranjak besar.
Dengan kelahiran Ilham pula, sang istri, Siti Habibah (31) tak bisa banyak bergerak. Dia hanya berbaring di tempat tidur menjalani masa pemulihan pascaoperasi setelah melahirkan. Dengan kondisi ini, di sela-sela kesibukannya bertani, Masromi mengambil tanggungjawab berbelanja mencari kebutuhan rumah tangga. Ahad (2/6), ia untuk pertama kalinya pergi berbelanja ke pasar yang hanya berjarak 2 kilometer dari rumahnya sendiri. Sebelumnya, jika bukan mertua, maka ada keluarga lain yang melakukan tugas itu.
‘’Tak ada firasat pagi itu. Ia cuma bilang mau belanja, mau habiskan duit. Itu pertama kali dia pergi belanja sendiri,’’ tutur Sunaryo mengingat peristiwa pagi itu.
Sedianya, keluarga Masromi semuanya pergi ke pasar pagi itu, tapi mereka pergi dalam waktu yang berbeda-beda. Romi yang awalnya pergi dengan Lisa anaknya, akhirnya sendiri setelah sang anak ikut dengan M Syarifuddin (50), salah seorang keluarga untuk membeli minuman dingin.
Di pasar, tak ada yang beda, aktifitas berbelanja dilakukan selayaknya masyarakat lain yang juga meramaikan pasar. Maklum saja, pagi itu adalah hari pasar yang digelar sekali sepekan. Setelah semua keperluan dirasakan cukup, Masromi keluar, sendiri ia melangkah dengan tas belanjaan menggantung di tangan kiri. Begitu ia berada di luar, naas menimpa. Saat kaki menjejak di luar pasar, suasana mencekam menyambut, enam orang rampok dengan memakai senjata api datang dan langsung beraksi merampok delapan toko emas yang ada di pasar itu. Aksi kawanan rampok ini dibarengi dengan letusan-letusan pistol yang dibawa, untuk menakuti warga dan untuk menjauhkan warga dari mereka.
Lebih dari 20 kali pistol-pistol yang digenggam pelaku menyalak, ada ke atas, banyak pula yang mengarah ke kerumunan warga yang panik. Satu dari peluru yang dilepas liar ini mengubah garis nasib Masromi. Tangan kirinya ditembus, pun peluru ini tak berhenti. Dari tangan, peluru itu melaju hingga bersarang di perut bagian kirinya, seketika ia terduduk lemah memegangi perutnya lalu tak sadar dan terguling ke parit. ‘’Kami dengar tembakan di luar, semua berhamburan. Salah satu adik saya bilang Masromi kena tembak,’’ urai Sunaryo.
Begitu mendengar kabar ini, Sunaryo mencari keberadaan keponakannya itu. Romi ternyata sudah dibawa ke salah satu klinik yang ada di sana. ‘’Di klinik itu tak ada dokternya. Kami lalu bawa ke Klinik KUB, saya sendiri yang membonceng, tangannya berdarah, saat itu dia sudah tidak sadar,’’ terangnya. Begitu tiba di klinik ke dua, Masromi hanya tinggal jasad, ia tak lagi bernafas. Keluarga masih heran saat itu, karena berfikir jika tangan yang tertembak, kenapa Masromi meninggal. ‘’Dokternya sempat periksa. Bajunya di buka, di situlah baru tampak perutnya kena,’’ katanya lagi.
Di klinik inilah dokter memberikan keterangan pasti Masromi telah meninggal. Keluarga tak bisa berbuat apa-apa selain pasrah. Masromi dibawa pulang untuk dikebumikan hari itu juga.
Orang yang paling terpukul atas apa yang menimpa Masromi adalah sang istri Siti Habibah. Saat Riau Pos berbincang dengan perwakilan keluarga, perempuan ini tampak hanya berada di dalam kamar. Kakinya terjulur lemah dan sesekali diurut oleh sanak saudara. ‘’Dia (Siti) syok. Dapat kabarnya Masromi kecelakaan. Pas dijelaskan kecelakaannya kena tembak, dia panik. Saat jenazah Romi tiba di rumah, dia tumbang (tak sadarkan diri, red),’’ cerita Sunaryo.
Jenazah Masromi sempat akan dibawa ke Rumah Sakit Bhayangkara Pekanbaru guna menjalani autopsi resmi dari pihak kepolisian, namun Sunaryo mengatakan pihak keluarga menolak. ‘’Pelurunya sudah dikeluarkan, untuk apa dibawa ke Pekanbaru. Lebih cepat diselenggarakan jenazahnya itu kan baik. Itu kami jelaskan pada polisi, mereka mengerti,’’ lanjut Sunaryo.
Setelah semua terjadi, keluarga Masromi hanya bisa pasrah dan ikhlas. keluarga berharap polisi dapat menangkap pelaku yang sudah tega berbuat keji merampok hingga menewaskan Masromi. ‘’Kami berharap yang melakukan dapat ditangkap dan dihukum seberat mungkin sesuai perbuatannya,’’ pungkas sang paman.(*)