SUKIYAT, TOKOH DI BALIK KIAT ESEMKA, MOBIL DINAS WALI KOTA SOLO

Gagal Masuk SMK karena Cacat Kaki

Feature | Rabu, 04 Januari 2012 - 10:49 WIB

Gagal Masuk SMK karena Cacat Kaki
Wali Kota Solo, Joko Widodo melihat mesin mobil dinasnya bersama sang perancang, Sukiyat dan beberapa siswa SMK, Selasa (3/1/2012). (Foto: JPNN)

Laporan BOY ROHMANTO, Klaten

Mobil Kiat Esemka resmi jadi kendaraan dinas Wali Kota Solo Joko Widodo. Adalah Sukiyat yang menjadi sosok penting di balik hadirnya mobil rakitan siswa SMKN 2 Solo itu. Siapa dia?

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Tak sulit menemukan lokasi pusat pembuatan mobil Kiat Esemka. Yakni, di pinggir Jalan Raya Solo-Jogja KM 4, Ngaran, Klaten, Jawa Tengah.

Papan nama bengkel itu terpampang jelas dan berukuran cukup besar. Pengguna jalan yang melaju dari arah Solo hampir pasti bisa melihat jelas papan itu.

Aktivitas di bengkel ini tak jauh beda dari bengkel pada umumnya. Suara bising mobil terdengar keras, bahkan sesekali memekakkan telinga. Ramainya aktivitas menandakan bengkel punya banyak pelanggan.

Sebuah mobil hitam diparkir di depan ruangan berukuan sekitar 6x9 meter. Beberapa mekanik muda sedang menyempurnakan mobil tersebut. Ada yang sedang memoles, ada pula yang memperbaiki bagian mesin dan pintu mobil.

‘’Ini salah satu mobil Kiat Esemka yang sedang dirakit. Tinggal proses akhir. Yang merangkai sejak awal sampai hampir jadi seperti sekarang adalah siswa SMK yang PKL (praktik kerja lapangan, red) di tempat saya,’’ ujar Sukiyat, pemilik bengkel sekaligus pelopor pembuatan mobil Kiat Esemka.

Nama Kiat Esemka merupakan gabungan nama Sukiyat (biasa dipanggil Kiat) dan SMK yang ditulis dengan Esemka. Sukiyat adalah pemilik ide, sedang siswa SMK jadi perakitnya.

Langkah Sukiyat memelopori kelahiran Kiat Esemka berawal dari keprihatinannya terhadap salah satu SMK negeri di Klaten yang kurang diminati masyarakat.

Sebab, SMK itu selama ini hanya mengandalkan jurusan pertanian. Setelah terpilih jadi wakil ketua komite sekolah, Kiyat mulai membuat gebrakan.

Pada 2009, dia mempersiapkan rencana merakit mobil. Awalnya, dia memanfaatkan mesin mobil Toyota Corn sebagai objek praktik siswa SMK yang magang. Ternyata, dari mesin ini, selama dua bulan, siswa mampu merangkai mesin sampai hampir jadi.

Proses selanjutnya adalah membuat bodi mobil. Menurut pria kelahiran Klaten, 22 April 1957 itu, proses inilah yang paling sulit. Dia sampai lupa berapa kali percobaan dilakukan siswa PKL untuk membuat bodi.

‘’Sebab, untuk membentuk bodi dan lantai mobil, dibutuhkan ketelitian. Salah sedikit saja ukurannya, berpengaruh pada rangkaian yang akan digabungkan. Sangat banyak percobaan yang dilakukan,’’ ungkapnya.

Dia masih ingat, setelah mobil selesai dibuat, ada kunjungan dari Kementerian Pendidikan Nasional (sekarang Kemendikbud).

Yang datang saat itu adalah Direktur Pembinaan SMK Joko Sutrisno. Mengetahui potensi itu, Joko minta Kiyat membina siswa SMK agar merangkai mobil sendiri tanpa menggunakan mesin pabrik.

Kiyat langsung menyanggupi. Dia kemudian mengumpulkan siswa yang PKL di bengkelnya. Ternyata, para siswa juga tertantang untuk bisa merangkai mobil sendiri. Saat merangkai Kiat Esemka kali pertama, memang butuh waktu cukup lama, sekitar 2,5 bulan.

Itu sebab masih banyak komponen yang harus diburu ke toko otomotif atau dibuat sendiri. Mulai onderdil mesin, persneling, sampai pembuatan lantai mobil. Untuk semua itu, Kiyat hanya bertugas membimbing dan mengawasi. Pengerjaan teknis merangkai mobil diurus seluruhnya oleh siswa SMK yang PKL dan diawasi guru pembimbing.

Kini, sudah ada 10 mobil yang diproduksi Kiyat bersama puluhan siswa SMK yang praktik di bengkelnya. Dua unit lagi sedang dalam proses dan hampir jadi. Sepuluh mobil yang sudah selesai tersebut merupakan pesanan SMK yang siswanya ikut PKL di bengkelnya.

‘’Mobil yang dipesan SMK digunakan untuk praktik agar siswa lebih mahir. Dengan demikian, saat lulus SMK nanti, mereka benar-benar siap kerja, tidak bingung mau bekerja apa,’’ ungkap bapak dua anak tersebut.

Bukan hanya SMK yang berminat. Wali Kota Solo Joko Widodo sudah mengambil dua unit untuk kendaraan dinasnya dan wakil wali kota. Kini, Bupati Klaten Sunarna juga memesan dua unit.

Kiyat menegaskan, merek mobil Kiat Esemka itu sudah dipatenkan. Namun, karena masih terkendala izin dan administrasi, mobil itu belum bisa diproduksi massal. Sebab, untuk memproduksi mobil, diperlukan persyaratan yang cukup rumit. Dia berharap pemerintah membantu menyelesaikan.

Meski demikian, tak berarti dia berhenti memproduksi Kiat Esemka. Dia akan terus-menerus membuat mobil karena kini banyak sekolah yang memesan. Kiyat mengklaim, banyak koleganya yang sudah memesan. Total mencapai ribuan. Namun, karena masih terkendala izin, dia belum berani menyanggupi.

‘’Sekarang saya masih fokus menularkan ilmu ke siswa SMK yang mau belajar di bengkel saya. Saat ini, ada lebih 15 sekolah yang mengirim siswanya untuk PKL. Jumlahnya seangkatan mencapai puluhan orang,’’ tambahnya.

Sebelum siswa memulai merangkai mobil, Kiyat memberi tugas khusus pada mereka untuk membuat miniatur mobil.

Masing-masing kelompok terdiri atas dua orang. Dalam waktu 1-2 pekan, siswa harus bisa menyelesaikannya.

Tujuannya, siswa bisa mempelajari dengan detail cara merangkai mobil yang sesungguhnya.

Soal kualitas, Kiyat mengklaim berani bersaing dengan mobil keluaran pabrik. Bahkan, pernah dilakukan tes mengendara mobil tersebut dengan jarak Jakarta-Surabaya. Bahan bakarnya premium dengan perbandingan 1 liter : 12 Km, sedang isi silinder 1.500 cc.

Untuk harga, Kiat Esemka jauh lebih terjangkau jika dibanding mobil keluaran pabrik. Satu unit Kiat Esemka hanya dibanderol Rp95 juta. Ketertarikan Kiyat di bidang otomotif terlihat sejak dia berusia belasan tahun. Saat menginjak remaja, dia coba masuk SMK.

Namun, karena kaki kirinya cacat (difabel), dia tak bisa masuk. Kiyat tak putus asa. Dia kemudian masuk ke Lembaga Penelitian Pengembangan Penyandang Cacat Prof Dr Soeharso dan belajar selama setahun.

Yang dipilih bukan jurusan otomotif, tapi menjahit. Itu didasarkan pada latar belakang orangtuanya yang memiliki usaha tenun.

‘’Kemampuan dasar di bidang otomotif saya lebih karena belajar otodidak. Jadi, saya sejak kecil memang senang mengutak-atik motor. Saya dulu membuka bengkel Vespa, kemudian lanjut ke Hardtop,’’ ungkap suami Halimah Partini tersebut.

Setelah usahanya cukup berkembang, perusahaan cat dari Jerman (Pacific Paint) dan Jepang (Nippon Paint) tertarik. Pada 1982, Kiyat dikirim ke Jepang oleh perusahaan cat itu selama tiga bulan. Selama di Jepang, kemampuan Kiyat tentang otomotif makin terasah. Dia dapat tambahan ilmu tentang teknik memperbaiki bodi.

Setahun kemudian, giliran perusahaan cat dari Jerman mengirim Kiyat belajar di negara tersebut. Waktunya hampir sama, tiga bulan.

Di Jerman, dia kembali mendalami body repair. Pengalaman ini kemudian makin meyakinkan Kiyat bahwa bengkel yang dia dirikan bisa lebih berkembang.

Pria yang kaki kirinya cacat sejak berumur enam tahun karena polio itu merupakan sosok yang tegas dalam hal pekerjaan.

Bahkan, dia jeli membaca peluang bisnis. Itulah yang juga membuatnya berani menggagas pembuatan Kiat Esemka.(*/c5/nw/ca/jpnn)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook