Bukan hanya kontributor Jawa Pos (JPNN) Bobby Arifin yang disopiri Mika Hakkinen dalam Drive of a Lifetime di Sirkuit Sentul, Jakarta, Jumat (30/11) lalu. Wartawan Jawa Pos NANANG PRIANTO juga merasakan serunya menunggangi mobil balap bersama sang juara dunia F1 1998 dan 1999 itu.
Sejak berangkat ke Jakarta dari Surabaya Kamis (29/11) lalu, tidak ada dalam agenda saya akan diajak tandem bersama Mika Hakkinen. Saya memang diundang menghadiri acara Johnnie Walker untuk wawancara khusus dengan Hakkinen yang juga ambassador merek minuman itu pada Kamis sore.
Pada hari kedua, Jumat, saya ke Sirkuit Sentul untuk meliput kontributor Jawa Pos Bobby Arifin yang hari itu disopiri Hakkinen untuk mencatatkan rekor disopiri empat pembalap juara dunia F1. Sebelum Hakkinen, Bobby pernah disopiri Michael Schumacher, Fernando Alonso, dan Damon Hill. Di Indonesia dipastikan tidak ada yang menyamai rekor Bobby. Bahkan, di dunia mungkin sulit mencari orang yang disopiri empat juara dunia F1 dalam racing speed.
Saat wawancara, meski sebentar, semua berjalan sangat menyenangkan. Awalnya, saya khawatir Hakkinen akan seperti pembalap F1 Finlandia lainnya, Kimi Raikkonen, yang bila diwawancarai hanya menjawab singkat-singkat, bahkan kadang hanya iya atau tidak. Kekhawatiran saya tidak terbukti. Hakkinen begitu ramah. Semua pertanyaan ia jawab dengan detail dan lugas. Bahkan ketika jatah waktu wawancara sudah habis, Hakkinen tetap mau menambahi dengan memberi jawaban soal kiprah anaknya, Hugo Hakkinen, di ajang karting. Tentu saja saya merasa beruntung. Apalagi ketika dia kembali memberikan waktu untuk menandatangani print out halaman 9 Jawa Pos edisi 1 November 1999 yang memasang berita Hakkinen saat menjadi juara dunia sebagai headline halaman olahraga.
‘’Wah, keren... Apakah edisi koranmu pada 1999 benar-benar seperti ini? Luar biasa,’’ puji Hakkinen. Saking senangnya, Hakkinen membubuhkan ucapan terima kasih di print out itu. ‘’Apakah kamu akan ke sirkuit (Sentul, red) besok (Jumat, red)? Sampai bertemu di sana, ya,’’ ajaknya ramah.
Ternyata, bukan sambutan hangat Hakkinen saja yang harus saya syukuri. Di Sentul, saya mendapatkan berkah yang tak terkira. Saya ikut disopiri Hakkinen keliling Sentul! Sesuatu yang tidak pernah saya impikan. Saya mendapat kesempatan itu secara spontan. Salah seorang staf dari Iris Worldwide, event organizer Drive of a Lifetime, mengatakan kepada Bobby bahwa ada satu slot sesi membalap disopiri Hakkinen yang kosong. Tawaran itu lalu disampaikan Bobby kepada saya. Saya pun langsung menyambarnya. Tes kesehatan yang disyaratkan saya lakoni lancar dan mulus. Tekanan darah maupun saturasi oksigen dalam darah saya oke semua.
Setelah itu, tujuh ‘’pembalap’’ yang akan disopiri Hakkinen pada sesi pertama fitting baju. Mereka antara lain Bobby Arifin, pembalap Formula putri Indonesia Alexsandra Asmasoebrata, artis Gading Marten, dan mantan pembalap A1 GP Satrio Hermanto dan saya.
Tiba giliran saya pada pukul 10.45. Saat itu Hakkinen baru saja rehat sejenak. Itu membuat saya berbeda dengan peserta sebelumnya. Saya masuk lebih dulu ke kokpit supercar Caparo T1 itu. Perasaan waswas sempat menghantui hati saya. Kokpit mobil itu rasanya sempit banget. Kondisinya semakin sumpek ketika Hakkinen masuk dan menepuk lutut saya. Posisi lutut kanan saya memang ada di bawah tangan kiri Hakkinen. Tepukan itu membuat saya jadi percaya diri.
‘’Are you ready...?’’ tanya Hakkinen sejurus kemudian sambil mengacungkan jempolnya. Sambil menarik napas panjang, saya bilang oke seraya ikut mengacungkan jempol. ‘’Bring me back to 1999,’’ pinta saya kepada dia. Tahun 1999 adalah tahun di mana Hakkinen menjadi juara dunia F1 dengan perjuangan keras sampai lomba terakhir di Jepang. ‘’Okay, enjoy it,’’ jawab Hakkinen.
Wroooom... Mesin pun menyala. Dalam hitungan detik, Caparo T1 yang berkapasitas mesin 3.496 cc itu meluncur cepat. Melirik aspal dalam kondisi mobil berjalan membuat saya kembali takut ketika Hakkinen tancap gas begitu mobil keluar dari pit lane. Mungkin sudah kebiasaan Hakkinen untuk memberikan ‘’servis’’ memuaskan. Setelah tikungan pertama, dia bertanya, ‘’Are you ok?’’ Saya pun bilang oke dengan keras sambil mengacungkan dua jempol sekaligus.
Benar saja, setelah itu Hakkinen menambah kecepatan. Kepala saya jadi pusing. Berkali-kali kepala saya terbentur dinding kokpit saat dia menikung dengat tajam. Badan terasa dilempar ke depan ketika Hakkinen melakukan hard breaking pada trek lurus setelah tikungan ketujuh. Aksi pemungkas disuguhkan Hakkinen dengan klimaks. Setelah tikungan kesembilan, dia memacu mobil dengan gas pol. Indikator gigi menunjukkan angka enam. Indikator RPM menunjukkan angka 12.000. Saya tidak sempat melihat top speed, namun seperti dibilang Satrio, dalam kondisi seperti itu, kecepatan mencapai 240 Km per jam.(ila)