Laporan ERWAN SANI, Kualaselat erwansani@riaupos.co
Meniti jerambah sebagai jalan di atas-atas lumpur pinggir Sungai Kuala Selat tak menyurutkan anak Suku Laut (Duanu) untuk mengecap pendidikan hingga perguruan tinggi.
Ini dibuktikan Dani Sartika hingga menyelesaikan strata II.
Panjangnya Sungai Indragiri dan panjangnya anak-anak sungai dan bibir pantai yang membentuk jarak antara Kota Tembilan dan Desa Kuala Selat, Kecamatan Kateman, membuat masyarakat kampung nun jauh tersebut melanjutkan pendidikan. Sehingga kebanyakan warga memilih untuk tidak melanjutkan pendidikan atau bekerja di Kota Batam maupun Tanjungpinang karena dinilai lebih dekat.
Perjalanan Riau Pos menuju perkampungan berdekatan dengan Tanjung Datuk yang berhadapan langsung dengan pulau-pulau yang ada di Kabupaten Lingga membuktikan kalau Desa Kuala Selat lebih dekat aksesnya ke Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) ketimbang Provinsi Riau.
Perjalanan dari pelabuhan kecil Kota Tembilan menuju Kuala Selat saat itu memakan waktu lebih kurang enam jam.
Karena setelah tiba di Tanjung Datuk speedboat yang ditumpangi sempat kandas di atas beting.
Karena itu akhirnya memutuskan untuk melintasi anak-anak sungai di Kampung Belaras atau melalui jalur dalam.
‘’Kalau waktu normal dari Tembilan ke Kuala Selat hanya 3-,3,5 jam,’’ kata Masnur, Kepala Desa Kuala Selat kepada Riau Pos.
Jauhnya akses dari ibukota ternyata membuat masyarakat yang ada di perkampungan Kuala Selat tak membuat warganya tinggal diam untuk meneruskan pendidikan hingga perguruan tinggi. Bahkan mereka berinisiatif untuk membangun sekolah dari tingkat TK, SD, SMP dan SMK di kampung mereka.
Hal ini dilakukan Masnur bersama Dani Sartika dan warganya yang lain. Seperti pembangunan SMK dikomandoi Dani Sartika terwujud dan sekarang sudah bisa menamatkan anak-anak di sekitar perkampungan berdekatan dengan Desa Kuala Selat.
Perjuangan untuk mendirikan pendidikan tingkat menengah ini ternyata tidak mudah, kata Dani. Akan tetapi, dengan kesadaran bersama hal itu bisa terwujud, demi untuk mencerdaskan keluarga dan juga masyarakat yang terletak jauh di ceruk pesisir pantai Inhil tersebut. Hal itulah dilakukan Dani Sartika sang pelopor terbentuknya SMK An-Nur di Kuala Selat.
‘’Insya Allah dua bulan lagi wisuda,’’ ucap Dani Sartika yang sedang mempersiapkan diri untuk melaksanakan ujian tesis di Universitas Wijaya Putra Surabaya kelas jauh di Kota Batam saat Riau Pos berbincang dan langsung meninjau lokasi sekolah saat itu.
Niat dia melanjutkan pendidikan sudah ditanamkannya sejak tamat SD. Sebagai anak Suku Duanu mengecapi pendidikan yang layak tentu tak terbayangkan sebelumnya.
Namun dukungan dari kakak dan abangnya akhirnya bisa menyelesaikan jenjang pendidikan dari SD, SMP, SMA hingga perguruan tinggi.
Dani Sartika dilahirkan di Bekawan 30 tahun yang lalu dan menetap di Kuala Selat Kecamatan Kateman sejak kecil. Makanya dia mengecapi pendidikan di SD Kuala Selat, kemudian melanjutkan SMP di Batam dan SMA di Sungai Guntung. Sedangkan untuk S1 dia melanjutkan di Universitas Pelita Bangsa Bekasi.
Lelaki yang masih lajang ini sudah memasangkan niat dan terpanggil hatinya untuk memajukan masyarakat kampung halamannya, ketika menyelesaikan pendidikan S1 di Bekasi. ‘’Sebenarnya untuk bekerja di Bekasi mungkin bisa saja. Tapi saat itu saya tersadar dan terpanggil akhirnya memutuskan pulang kampung dan mengabdi di Desa Kuala Selat ini,’’ jelas Dani sambil duduk di sofa di dalam rumah abangnya di Kuala Selat.
Sebagai pemuda tempatan Dani Santika menjadi harapan dan tumpuan dari seluruh masyarakat yang ada di Kuala Selat, terutama keluarga besarnya dari Suku Duanu yang masih memerlukan secercah harapan untuk mengecapi pendidikan yang baik seperti dirinya. Meskipun tinggal di atas jeramba atau pelantar dirinya tetap optimis bisa memajukan perkampungannya tersebut.
‘’Kita tak tega melihat saudara-saudara saya sekolah jauh-jauh,’’ ucapnya sambil terus memainkan telepon genggam di tangannya.
Meskipun pemerintah sudah mempersiapkan fasilitas pendidikan, dari SD hingga SMP. Namun keinginan masyarakat Kampung Kuala Selat untuk menambah Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) menjadi motivasi bagi dirinya.
Dengan segala upaya dilakukan bersama aparat kampung akhirnya terbentuk yayasan.
Yayasan dibentuk tersebut awal mulanya terbentuk MTs dan SMK. Untuk MTs sudah berjalan cukup lama. Namun SMK baru terbentuk tahun 2009. ‘’Alhamdulillah SMK kami telah menamatkan puluhan siswa dan sekarang sudah bekerja baik di Guntung maupun di Batam,’’ lanjutnya.
Anak bungsu dari lima bersaudara ini benar-benar tak terpikirkan untuk melanglang buana ke kota untuk menerapkan ilmunya namun tetap mengabdikan diri di kampung halamannya. Untuk itu dirinya mendapat dukungan penuh dari kakak dan abangnya di Batam dan daerah lainnya.
Bukan mau jadi pahlawan untuk masalah pendidikan, kata Dani, akan tetapi terpikir saat tamat jika kampung dibiarkan begitu saja masalah pendidikannya yakin warganya sulit untuk maju. ‘’Awal pikiran itulah saya putuskan untuk menjadi guru dan menetap di Kuala Selat,’’ jelasnya.
Untuk saat ini SMK yang dikepalainya itu jumlah siswa masih terbatas dan baru tiga lokal, namun dirinya tetap optimis sekolah kejuruan yang dibina tersebut bakal berkembang. Pasalnya jumlah siswa yang menimba ilmu manajemen sekretaris dan administrasi itu baru berjumlah 73 orang.
Bahkan siswa kelas tiga harus rela masuk sore karena SMK An Nur Kuala Selat. ‘’Alhamdulillah motivasi siswa dan siswi untuk sekolah sangat tinggi. Jadi setiap tahunnya terus bertambah,’’ lanjut Dani yang diiyakan Kepala Desa Kuala Selat, Masnur, yang saat itu dirinya mengajak meninjau langsung lokasi SMK An Nur.
Keterbatasan lokal yang semula hanya dua lokal, sekarang sebenarnya sudah terpenuhi karena proses pembangunan satu lokal sedang dilaksanakan. ‘’Untung ada dana PNPM bisalah kami membangun satu lokal lagi kelas dan saya yakin dua bulan ke depan sudah siap,’’ jelas Dani yang mudah senyum dan ramah ini.
Kebanggaan dirinya sebagai pengajar administrasi dan manajamen ketika lebih 20 siswa tamatan dari SMK An Nur Kuala Selat sudah diterima di perusahaan-perusahaan besar. Untuk PT Sambu saja lebih dari delapan orang tamatan dari SMK An Nur Kuala Selat diterima bekerja. Selebihnya saat sekarang sudah bekerja di Kota Batam dan Tanjungpinang.
Jauhnya Kampung Kuala Selat dari ibukota kabupaten dan ibukota Provinsi Riau membuat dirinya memutuskan anak-anak didiknya magang di Kota Batam dan Kota Tanjungpinang. ‘’Anak-anak magang kerjanya di Batam dan Tanjungpinang. Sebab lebih dekat dan biaya lebih murah jika dibandingkan ke Tembilahan dan Pekanbaru,’’ jelasnya.
Selain bisa langsung di terima kerja mereka juga menyambi melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi. Terutama di Umrah di Kota Batam. Selain mengajar dan menjadi Kepala SMK An Nur, Dani Santika juga mengabdikan diri sebagai dosen terbang di STIE Kota Batam. Kemudian melanjutkan kuliah S2 dan bakal tamat dalam waktu dekat dirinya juga menjadi dosen. ‘’Jadi dosen agar ilmu didapat tak hilang dan sekaligus mengisi kekosongan waktu usai melanjutkan materi S2,’’ ucap Dani Santika.
Beban Berat Mencerdaskan Saudara
Sebagai turunan ketiga Suku Duanu, karena kakeknya keturunan Suku Duanu asli tentu mencerdaskan saudara-saudaranya dari keturunan yang masih termasuk Komunitas Adat Terpencil (KAT) di Kuala Salat sangat berat.
Pasalnya, selain ekonominya di bawah garis kemiskinan dan motivasi melanjutkan pendidikan juga sangat rendah.
‘’Rata-rata anak Suku Duanu di Kuala Selat hanya baru menamatkan sekolah SD. Bahkan cuma bisa membaca langsung berhenti sekolah,’’ lanjut Dani.
Namun dirinya bersyukur dari 55 kepala keluarga Suku Duanu yang termasuk KAT sudah memasukkan anaknya ke sekolah dan tidak lagi mengajak anak-anak mereka melaut atau menjadi nelayan. Dari data SD 010 Kuala Selat, jumlahnya lumayan besar yaitu sebanyak 20 orang. Mulai dari kelas 1 sampai 6.
‘’Dengan adanya Yayasan An Nur diharapkan anak-anak tamat SD terutama Suku Duanu bisa masuk ke tingkat SMP dan MTs. Pasti kita terima,’’ ucap Dani memberikan harapan kepada keluarga Suku Duanu di Kuala Selat.
Keinginan mencerdaskan keturunan Suku Duanu agar tak lagi tinggal di laut sudah dia niatkan sejak lama.
Dengan begitu dia bisa memberikan perhatian serius dengan anak dan adik keturunan.
‘’Paling tidak mereka bisa merubah hidup dan nasibnya ke depan. Untuk Suku Duanu yang berhasil hanya hitungan jari saja,’’ jelasnya.***