Masjid Raja di Desa Pauh Ranap, Kecamatan Peranap, Inhu merupakan salah satu peninggalan Raja Sutan Muda bin Raja Ibrahim. Masjid ini dibangun sekitar tahun 1916 dan masih terlihat kokoh.
Laporan KASMEDI, Rengat
Dilihat dari konstruksi bangunan masjid tersebut, terlihat jelas ada nilai bersejarahnya dan masuk dalam cagar budaya pada Dinas Pemuda, Olahraga, Budaya dan Wisata (Diporabudsata) Kabupaten Inhu.
‘’Seperti halnya bangunan masjid dalam bentuk persegi delapan dengan memiliki empat pintu masuk. Di depan masjid terdapat dua kulah (tempat air, red) dan satu kulah di bagian belakang,’’ ujar penjaga Masjid Raja Desa Pauh Ranap (biasa disebut Nojo), Sunardi (50) ketika dijumpai Sabtu (28/7) akhir pekan kemarin.
Kemudian pada bangunan atap masjid cerita nojo/garim terdapat tiga bagian, sebelum direnovasi pada tahun 2008 lalu terbuat dari kayu (tirap). Setiap bagian atap itu untuk tiga tingkatan, di bagian dasar untuk tempat salat, lantai kedua tempat pertemuan dan lantai ketiga tempat alat pemberitahuan berupa gong.
Untuk ritual keagamaan di masjid tersebut agak berbeda dengan masjid yang biasa dijumpai. Di mana untuk pelaksanaan salat tarawih hanya dilaksanakan satu kali dalam sepekan dan salat fardu hanya ada untuk salat Jumat. Sedangkan pada hari-hari biasa, masyarakat daerah itu melaksanakan salat di masjid atau surau daerah itu.
Nojo juga menyebutkan bahwa bangunan Masjid Raja tersebut ada kemiripan dengan bangunan Masjid Pulau Penyengat, Kepri. ‘’Tidak ada satupun warga yang mengetahui tahun berapa Masjid Raja dibangun. Namun berbagai keterangan diperoleh dari pengunjung yang datang diundang melalui bathin/mimpi menyebutkan Masjid Raja dibangun sekitar tahun 1915,’’ tambahnya.
Saat itu, Raja Sutan Muda ingin menyendiri dan ingin berpisah dari keluarganya yang tinggal di seberang Sungai Indragiri/Kuantan. Kemudian orang tua Raja Sutan Muda yakni Raja Ibrahim membangun sebuah surau dan rumah.
Sekitar tahun 1920, Raja Sutan Muda diangkat menjadi Raja di daerah itu. Sekitar 9 tahun kemudian atau tahun 1929, bangunan masjid direnovasi dari surau menjadi masjid.
Bangunan masjid tersebut berdindingkan papan dari kayu berlian yang diperoleh dari Jambi dan Kalimantan oleh tukang keturunan Cina dari Malaysia. Sebab, kayu tersebut tidak ada di daerah itu. Hingga saat ini masjid itu masih berdindingkan asli dari kayu berlian. Begitu juga dengan atap masjid yang dibuat dari kayu (tirap), namun lantaran dimakan usia diganti atap seng pada tahun 2008 lalu.
Kemudian tiga kulah yang ada di luar masjid hingga saat ini digunakan warga untuk mandi nazar. Bahkan, bagi yang usai mendapat musibah atau pada hari Jumat biasanya banyak warga yang mandi. ‘’Ini sudah kebiasaan warga,’’ ucapnya.
Bahkan pada Sabtu (28/7) itu, Nela (21) warga Desa Pandan Wangi, Kecamatan Peranap dijumpai memandikan anaknya yang berusia 1,3 tahun. Menurut Nela, anak perempuannya itu pada Jumat (27/7) jatuh dari kendaraan dan tidak mengalami cedera. Sehingga dirinya bernazar untuk memandikan anaknya di kulah Masjid Raja.
Kemudian kata Nojo, untuk bangunan di lantai dua yang juga terlihat masih ada tempat duduk bersandarkan ke dinding, dulu dimanfaatkan untuk tempat bermusyawarah. Sebagai pendukung musyawarah itu, pada bangunan di lantai tiga ada gong sebagai alat pemberitahuan.(kas/rpg)