Tubuhnya kecil dan ringkih. Wajahnya sudah penuh kerut dan semakin hitam karena masih banyak bekas debu kebakaran di sana. Hanya menggunakan celana pendek warna biru tua, terduduk lesu di ranjang RSUD Dr Adnan WD Payakumbuh.
Laporan MUNAZLEN NAZIR, Payakumbuh
TANGAN kirinya masih kuat memegang tiang infus yang jarumnya menusuk telapak atas tangan kirinya. Membayang jelas wajah tua yang lelah dan sedih, meski air mata tak menetes dari kelopak mata tuanya.
Namanya Buyung Sidi Marajo. Umurnya sudah 63 tahun.
Mimpinya menghabiskan hari tua dengan sang istri Rosida (60) Selasa pagi sirna sudah. Sang istri sudah meninggalkannya untuk selama-lamanya dengan kematian yang sangat tragis. Korban terbakarnya bus PO Yanti BA 3635 L dari Duri menuju Bukittinggi, bersama 12 korban meninggal lainnya.
Buyung dengan dialek Minangnya yang kental, kepada Riau Pos berkisah. Perjalannya dengan sang istri ke Duri untuk melihat anak cucu mereka di rantau. Puas melepas rindu, mereka berniat pulang ke kampung halaman di Palembayan, Matur, Kabupaten Agam, Sumbar. Mereka naik bus Yanti, karena sudah biasa begitu.
Subuh itu, lepas istirahat di rumah makan si Bur, bus kembali jalan menuju Kelok Sembilan. Baru setengah jam perjalanan, mereka yang nasih terbangun dikagetkan oleh bau menyengat seperti kabel terbakar. Sementara asap sudah memenuhi seluruh isi bus.
Adalah Ahmad Fikri (27), salah seorang penumpang bertanya pada supir ada apa sambil berteriak. Tapi bukan jawaban yang mereka terima, malah bus berhenti dan penumpang di bagian depan sudah berhamburan keluar bus. Kebetulan mereka, Buyung dan istri duduk di bangku 34 dan 35, sedangkan Fikri di bangku 19. Mereka langsung lari ke belakang untuk membuka pintu belakang, tapi pintu tak bisa terbuka karena banyak barang-barang penumpang dekat pintu.
Fikri langsung menendang kaca jendela dekat pintu belakang dan mencoba menolong penumpang lainnya. Salah satunya adalah Buyung. ‘’Tapi saat terakhir saya putuskan melompat keluar, karena asap sudah tidak mungkin lagi dihadang. Kalau saya terlambat sedikit saja saya pasti juga tewas,’’ ungkap Fikri anak muda yang tujuannya berlibur ke Bukittinggi.
‘’Saya melompat ke jendela yang sudah pecah itu. Saat itulah saya mendengar tubuh istri saya meletus, mungkin sudah habis dimakan api,’’ ungkap Buyung mengenang saat-saat terakhir tentang isterinya.
‘’Saya sedih. Tapi mau bagaimana lagi, semua kehendak Allah,’’ tambahnya sambil melihatkan punggungnya yang melepuh. ‘’Baju terbakar, tapi mungkin sudah hangus karena panas,’’ tambahnya.
Lain Buyung dan Fikri, lain lagi cerita Yurnani (54), warga asal Sibolga, salah seorang yang selamat tapi menderita luka bakar parah. ‘’Saya sudah ragu-ragu untuk ke Padang. Dari Duri saya sudah mau balik ke Sibolga. Tapi dua orang adiknya mengajak ke Padang dulu. Jadi saya ikut,’’ ungkapnya sambil berlinang air mata.
Yurnani mengaku dirinya sempat menolong kedua adiknya untuk meloncati jendela yang sudah dibobol di dekat pintu belakang. Saat dia mau meloncat juga, kakinya tersangkut hingga terbakar cukup parah. Kedua adiknya selamat, sedangkan dirinya menderita luka bakar serius di kaki kirinya.
Suami dan Anak Meninggal
Cerita lain dikisahkan Nilawati (36) isteri dari korban meninggal Ali Sardani (38) dan ibu dari Suryandi Darmawan (8) alias Randi. Nila yang tinggal di Jalan Kejaksaan Kelurahan Babussalam Kecamatan Mandau ini, Senin (30/4) malam melepas suami dan anak keduanya dengan suka cita menuju Bukittinggi.
Suami biasa bolak balik Duri-Bukittinggi untuk membeli barang dagangan. Mereka memang berjualan barang jadi di Mandau. Malam itu suaminya, Ali membawa anaknya Randi karena berniat menjemput ibunya atau nenek Randi ke Batusangkar untuk diajak ke Mandau. Ali juga membawa uang Rp20 jutaan untuk belanja yang diletakkan di dalam tas.
Tidak pernah dibayangkan Nila akan kehilangan dua orang tercintanya sekaligus dengan cara tragis begini. Pagi Selasa (1/5), dia dikabari musibah ini terjadi. Dengan mengajak kedua anaknya yang pertama dan yang bungsu, Nila menjemput jenazah suami dan anaknya ke Payakumbuh.
Bagaimanapun ketegarannya, ternyata Nila tetap jatuh pingsan sampai di RSUD Dr Adnan WD. Untunglah keluarganya dan keluarga suaminya sudah ada di rumah sakit yang sama. ‘’Nila tak sanggup mengidentifikasi jenazah suami dan anaknya. Jadi anaknya yang sulung yang mengidentifikasinya,’’ ujar salah seorang kerabat Nila.
Perempuan muda itu hanya terbaring lemas di pelataran kamar mayat menunggu proses identifikasi selesai. Rencananya kedua jenazah akan dibawa ke Mandau untuk dikebumikan.
Ibu Pergi Tanpa Pesan
Cerita sedih lainnya dituturkan Indra Suryani (46) yang kehilangan ibunya Yusnina (70) dan adik iparnya Sunita (30) alias Rita. Kedua orang anggota keluarganya ini juga menjadi korban tewas bus PO Yanti yang terbakar.
‘’Sepekan lalu, ibu pergi mengunjungi anaknya yang di Duri, adik saya, suami Rita. Semalam, Rita naik bus Yanti mengantarkan ibu pulang. Saya tak ada firasat apa-apa sampai saya terima kabar ini tadi pagi,’’ ungkap Indra Suryani yang merupakan warga Sarik Laweh Simpang Tiga Payakumbuh.
Tak memiliki firasat buruk, dan tanpa pesan apapun, ibu dan iparnya sekaligus pergi meninggalkan mereka. Bagi Indra Suryani ini musibah dari Allah dan dia tidak akan menyalahkan siapapun. ‘’Saya ikhlas!’’ tambahnya.
Sementara sebelumnya, cerita pencarian salah satu keluarga penumpang bus PO Yanti datang dari Duri. Adalah Sulam (32), yang tergopoh-gopoh datang ke loket PO Yanti di Simpang Sebanga Duri. Ia ingin mengetahui kabar tentang istrinya Sasri Hartini (35), dan anaknya Safero Insani (5). Karena tak memperoleh informasi pasti, Sulam pun tertunduk lemas. Wajahnya kalut. Kemudian ia pun pergi. Sorenya, Sulam memutuskan berangkat ke Payakumbuh dengan mobil.
Kepada Riau Pos, saat dihubungi melalui ponselnya, Sulam yang bekerja di RCC Burger Jalan Mawar, Duri menceritakan, ia mengantar istri dan anaknya ke loket PO Yanti di Sebanga, Senin (30/4) lalu, sekitar pukul 19.30 WIB.
‘’Bus berangkat sekitar pukul 09.00 malam. Saya tak punya firasat apa-apa. Tadi (kemarin, red) saya melihat di televisi, bus yang ditumpangi isteri dan anak saya terbakar. Makanya, saya langsung ke loket bertanya kabar,’’ ungkap Sulam, yang mengaku berada di atas kendaraan menuju Payakumbuh saat ditelepon.
Kehilangan kontak dengan isteri tercinta tentu membuat Sulam panik. Bapak satu anak yang tinggal di Jalan Obor II Duri ini mengaku, terakhir menghubungi isteri, Senin (30/4) sekitar pukul 23.00 WIB.
‘’Istri menelepon sekitar pukul 11.00 malam. Ia mengaku di perjalanan menuju Sumbar,’’ ujar Sulam. Sejauh itu, tidak ada yang mencemaskan. Namun saat mengontak isterinya selepas melihat berita di televisi siang kemarin, tak ada lagi menerima kabar. ‘’Suami mana yang tidak akan cemas,’’ imbuhnya lirih.
Menurut Sulam, Sasri Hartini dan anaknya Safero Insani sengaja pulang ke kampungnya di Palembayan, Kabupaten Agam untuk mengurus akte kelahiran Safero. ‘’Anak kami mau sekolah di Duri. Pulang ke kampung rencananya untuk mengurus akte. Mudah-mudahan dia tak apa-apa,’’ imbuhnya penuh pengharapan.
Sementara itu informasi dari Yet (38), seorang penumpang selamat yang dihubungi Riau Pos dari Duri, Selasa (1/5) siang kemarin mengaku, masih ingat ada seorang ibu dan anak laki-lakinya yang akrab di perjalanan tak sempat keluar dari kepungan asap dan kobaran api yang melahap bus naas itu. Apakah itu Sasri Hartini dan anaknya Safero Insani yang dicari-cari Sulam kabar beritanya, belum diketahui pasti.
Menurut Yet yang duduk di kursi sebelah supir, Subuh naas itu, para penumpang tengah tertidur pulas. Sekitar pukul 04.00 WIB, Yet terbangun dan melihat asap di dalam bus. Pedagang sayur di pasar pagi Sebanga yang sering bolak-balik Duri-Bukittinggi ini mengaku langsung menyebut itu ke supir. ‘’Saya bilang ke Baraen (supir, red), kok ada asap?’’ katanya. Supir pun langsung menghentikan mobil. Tak lama setelahnya api langsung memercik di belakang jok supir.
Tak ayal, suasana panik melanda. Yet dan supir serta beberapa penumpang berhasil menyelamatkan diri lewat pintu depan. Sementara para penumpang lain berupaya menyelamatkan diri ke pintu belakang. Namun sialnya, pintu belakang pun tak bisa dibuka. Mungkin karena tumpukan barang atau karena penyebab lain. Akibatnya banyak penumpang yang tak bisa menyelamatkan diri dan terpanggang dalam bus itu.(sda/rpg/ila)