Bantu Warga Kampung
“Ibu saya kemudian mengatakan, kalau menjadi pengusaha jangan hanya seandainya. Harus berusaha, wujudkan mimpi dan angan-angan itu. Hasilnya serahkan kepada Yang di Atas,” ujar Zainal.
Sejak saat itu, Zainal kemudian membentuk perusahaan, tepatnya pada 2015. Tahun 2016, dia mencoba mengajukan permohonan ke Pertamina di Pekanbaru. Awalnya hanya lisan, sambil bertanya dan berdiskusi. Pihak Pertamina pun balik bertanya, apakah dia ingin membuka penjualan minyak untuk industri atau BBM subsidi? Pada mulanya Zainal tak memikirkan ke arah itu. Baginya, yang penting orang-orang di kampungnya bisa mendapatkan suplai BBM yang tetap. Mahal tak masalah. Tapi, Pertamina membuka peluang untuk bisa membuat SPBU di kawasan Semenanjung Kampar ini. Maka target pun berubah menjadi pengadaan BBM bersubsidi.
Zainal kemudian mulai mengurus semua kelengkapan administrasinya. Dia minta surat rekomendasi dari bawah. Mulai dari RT-RW, hingga, kades, camat, dan bupati. Zainal lantas memilih lokasinya di Labuhan Bilik, desa kelahirannya dan tempatnya dibesarkan, bukan tempatnya berdomisili saat ini di Penyalai. Alasannya, dia ingin membantu warga dan orang-orang lebih dekat padanya secara emosional. Bukan juga di Pulau Muda yang aksesnya lebih dekat, atau ibu negeri Kecamatan Teluk Meranti di Teluk Meranti. Tapi di Labuhan Bilik, desa kecil, yang jaraknya 290 km dari Pangkalankerinci, ibu kota Kabupaten Pelalawan. Labuhan Bilik merupakan desa terjauh dari Pangkalankerinci dibanding desa-desa lain di Kecamatan Teluk Meranti.
Usai mengurus kelengkapan administrasi itu, Zainal hanya menunggu. Akan tetapi, sejak diurus persyaratannya pada 2016 sampai awal 2018, tidak ada tanda-tanda akan ada titik terang. Mereka pun bertanya-tanya.
“Orang lain pun bertanya-tanya. Malu juga kita, jadi atau tidak akan dibangun SPBU di kampung ini,” ujar Zainal mengenang.
Sampai kemudian, dengan bantuan beberapa kalangan, baik anggota dewan maupun Bupati Pelalawan HM Harris, akhirnya ada titik terang. Zainal diundang ke Medan untuk mempresentasikan rencananya, termasuk persyaratan untuk pembuatan SPBU. Apalagi, Pertamina memang sedang membuat program BBM satu harga untuk daerah terluar, terdepan, dan tertinggal (3T). Kawasan Teluk Meranti dan sekitarnya memang memenuhi syarat untuk 3T itu. Kawasan ini, terutama Penyalai, berhadapan dengan Selat Melaka, yang tak jauh dari Negeri Jiran Malaysia. Tapi kondisinya masih tertinggal. Di Desa Labuhan Bilik ini mayoritas masyarakat miskin. Tak ada mobil. Hanya ada kendaraan roda dua. Itu pun tak banyak. Tak ada juga jalan aspal. Jalan semen hanya 6 km. Ditambah jalan tanah sepanjang 7 km. Sampai saat ini, masyarakat belum menikmati listrik sama sekali. Sebagian mereka hanya menggunakan genset. Akses jalan darat ke luar tak ada. Hanya akses sungai. Kondisi ini yang antara lain mendorong Zainal ingin membangun SPBU di desa kelahirannya itu saja. Bukan di tempat lain.
“Alhamdulillah akhirnya bisa terwujud. Setelah dari Medan itu, kami urus semuanya sampai sekarang bisa terealisasi,” ujar Zainal.
Masyarakat Langsung Merasakan
Berdirinya SPBU di Desa Labuhan Bilik langsung dapat dirasakan masyarakat setempat. Sejak September 2018 lalu, SPBU ini sudah mulai beroperasi dan dilakukan uji coba. SPBU Kompak di Labuhan Bilik mendapatkan jatah 30 kilo liter (KL) per bulan untuk BBM jenis solar. Sama dengan premium.
“Harganya sama dengan SPBU lainnya, yakni Rp6.450 per liter untuk premium, dan Rp5.150 per liter untuk solar. Masyarakat sangat senang. Saya pun bahagia bisa membantu warga sekitar,” ujar Zainal.
Program BBM satu harga ini sudah menyentuh 112 titik di seluruh Tanah Air, terutama di kawasan 3T. Selain pengguna sepeda motor di Desa Labuhan Bilik, SPBU ini juga dikunjungi dan dapat dinikmati para nelayan sekitar. Tak hanya di desa-desa Kecamatan Teluk Meranti, tapi juga dari Kecamatan Kuala Kampar. Rata-rata kapal nelayan di sekitar muara Sungai Kampar itu memiliki kapasitas 20 hingga 30 ton yang masih boleh dilayani SPBU. SPBU ini juga melayani perahu dengan mesin tempel yang kebanyakan menggunakan premium sebagai bahan bakarnya.
“Perahu dan kapal kecil bisa kita layani. Yang tidak boleh kalau untuk keperluan bisnis dan industri, termasuk kapal besar, 40 ton ke atas,” ujar Zainal.