Berbuat apa yang tak pernah dibuat orang merupakan prinsip hidup yang dijalani Iwan Samurai, binaragawan Sumbar. Prinsip yang dipegangnya itu tak sekadar retorika belaka. Pembuktian pun telah diperlihatkannya. Hasilnya, satu emas pada kelas 70 Kg disumbangkan Iwan kepada kontingen PON Sumbar pada PON XVIII Riau 2012 lalu.
Laporan Ganda Cipta, Padang
Sebelum PON Riau digelar hanya segelintir orang yang optimistis, pemilik nama asli Muswar Iwan itu mampu meraih medali yang paling diidam-idamkan seluruh atlet di Indonesia. Selain dia sendiri, hanya pelatihnya Sudirman dan istrinya Irma Neli yang memiliki keyakinan, emas akan diraih Iwan pada kesempatan keduanya bertanding di PON.
KONI Sumbar ketika itu, memasukkan pria kelahiran Duri tersebut pada atlet lapis tiga, alias tidak diprediksi meraih emas. Padahal, meskipun dia lolos ke PON setelah menempati peringkat empat Pra-PON 2011, Iwan sudah malang-melintang memenangi berbagai kejuaraan binaraga nasional.
Atlet pada kategori itu hanya menerima uang saku sekitar Rp1,5 juta per bulan dari KONI Sumbar. Jumlah uang yang jauh dari kata cukup untuk mempersiapkan diri dan mendapat otot yang proporsional saat bertanding di PON. Pasalnya, binaraga merupakan olahraga yang membutuhkan modal besar. Untuk asupan gizi dan suplemen saja, perlu biaya sebesar Rp200 ribu per hari.
Diletakkan pada atlet dengan kategori potensial tak membuat Iwan galau. Justru posisi itu yang membuat ayah dari dua anak ini termotivasi untuk membuktikan diri, bahwa dia bukanlah ketimun bungkuk. Di mana, meski tak dapat dukungan yang besar, seperti atlet-atlet yang diposisikan sebagai andalan, dia masih menyumbangkan emas bagi Sumbar.
‘’Saya sempat ditawar Riau untuk menjadi bagian dari kontingen mereka. Honor yang diberikan pun sangat menggiurkan, Rp6 juta per bulan. Tapi, karena saya sudah cinta dengan daerah ini dan ingin menunjukkan bahwa saya bukan ketimun bungkuk, saya pun menolak tawaran Riau dan tetap bertahan membela Sumbar di PON lalu,’’ ujar Iwan Samurai. Lalu, apa yang dilakukan pria yang berulang tahun setiap 18 Agustus tersebut, untuk membuktikan diri? Untuk latihan, pria yang sempat menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Jepang (negeri Sakura itu pula yanr mengilhaminya memakai Samurai di belakang namanya) - menjalankan latihan dengan disiplin yang tinggi. Waktunya pun tak wajar. Saat orang sedang nyenyak-nyenyak tidur, dia dan pelatih Sudirman menjalani latihan hingga pukul 03.00 WIB. Itu dilakukan Iwan selama satu bulan pada bulan Ramadan lalu. Dia pun merelakan diri untuk tidak bersilaturahmi pada saat Idul Fitri dengan ibu dan keluarga besarnya di Duri, Riau.
Berat? Jelas saja apa yang dilakukan alumni STM Muhammadiyah Bukittinggi itu sangat berat. Tapi ada hal lain yang juga luar biasa dilakukannya. Saat para atlet lainnya, khususnya atlet andalan mendapat banyak bantuan materi dari berbagai kalangan yang bersimpati, lelaki 35 tahun itu justru menjual mobilnya untuk memenuhi keperluan gizinya.
Memang, mobil yang dijualnya itu, tak seutuhnya untuk memenuhi kebutuhan gizi dan suplemennya. Sebagian dari hasil penjualan mobil, dia gunakan untuk menambah modal menjual suplemen, yang merupakan mata pencaharian sehari-harinya, selain juga pendapatannya juga berasal dari mengelola Eden Fitnes dan menjadi pelatih di PABBSI Sawahlunto.
Namun, hasil dari dia menjual suplemen itu, ujung-ujungnya juga untuk memenuhi keperluannya dalam latihan dan persiapan ke PON. Bahkan hasil dari sumber pendapatannya yang lain juga tergerus untuk latihannya. ‘’Tapi itu bukan persoalan. Saya tidak mau cengeng dan menyerah dengan kekurangan-kekurangan yang harus saya dapati. Apalagi saya sudah terlanjur jatuh cinta dengan olahraga ini, kata Iwan.***