MENYUSURI SUNGAI ROKAN KIRI, UJUNG BATU

Eksotik, Jeram yang Belum Terjamah

Feature | Minggu, 01 Juli 2012 - 07:33 WIB

Eksotik, Jeram yang Belum Terjamah
Sungai bebatuan dan berbatu serta didukung dengan aliran sungai yang cukup deras, sangat berpotensi dijadikan sebagai arung jeram. Demikian pula pesona alamnya yang masih alami. (Foto: KOMARUDIN / Riau Pos)

Pesona alam yang masih asri, ikan sungai yang gurih, air terjun yang belum terjamah, batu-batu bercadas membelah sungai Rokan Kiri  menambah eksotik perjalanan fam trip 2012 Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Riau bersama media dan operator travel akhir  Juni lalu.   

Laporan KAMARUDDIN, Rohul

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

JERAM Sungai Rokan Kiri cocok bagi petualang karena jeram lintasan sangat menantang. Untuk bisa menjelajah Sungai Rokan Kiri lebih dekat melewati Ujung Batu.

Sekitar satu jam dari Ujung Batu ke pelabuhan Rokan IV Kota. Perahu-perahu kayu bermuatan sekitar delapan orang dengan mesin tempel 25 pk sampai 40 pk siap mengantarkan  mengarungi Sungai Rokan Kiri.

Sepanjang aliran sungai disuguhi pemandangan hutan alam yang masih lebat belum tergerus oleh penebang liar. Semakin ke hulu sungai semakin elok pesona alamnya, karena batu-batu dinding yang seolah membelah sungai yang  dilewati.

Aliran sungai yang deras dan dangkal membuat  rombongan galau. Takut kalau perahu kayu menghantam dinding bebatuan. Tetapi juru mudi Herman (26),  yang membawa rombongan sudah hapal lintasan mana yang dangkal dan deras dan berliku-liku.  

Sesekali Herman harus mengangkat mesin Yamaha 25 pk karena airnya dangkal. ‘’Untung air sungai tidak surut. Kalau surut terpaksa penumpang turun dan ikut membantu mendorong,’’ ungkapnya.

Perahu terus meraung-raung  ke hulu sungai. Dari kejauhan terlihat air terjun tingginya hanya beberapa meter mengalir ke sungai. Masyarakat sekitar menyebutnya air terjun Hujan Lobek.  

Tujuan ke hulu sungai Desa Tibawan ditempuh sekitar tiga jam. Perjalanan tiga jam ke hulu sungai tak terasa karena di sepanjang aliran sungai banyak pemandangan yang menyejukkan mata.

Riri, salah seorang operator travel yang ikut rombongan berdecak kagum akan keindahan dan keasrian Sungai Rokan Kiri ini. ‘’Selama saya sering ikut traveling ke Malaysia dan Thailand belum ada yang seeksotik Sungai Rokan Kiri ini. Sekarang bagaimana kita mengelola Sungai Rokan Kiri dijadikan objek wisata alam bagi turis Singapura, Malaysia dan  Thailand, ‘’ ungkap Riri.

Ke hulu sungai tak dijumpai desa yang ditempati warga, kecuali Desa Tibawan yang menjadi tujuan rombongan untuk beristirahat. Perjalanan ke hulu sungai dari Desa Tibawan lebih mendebarkan lagi, karena semakin dangkal dan deras.   

Sekitar satu jam perjalanan sampai ke hulu sungai, karena tak mungkin dilewati lagi. Masyarakat setempat menyebut hulu sungai ini Tampuaro. Gemuruh derasnya air dan batu-batu cadas yang besar membuat perahu yang ditumpangi harus mencari tempat menambatkan tali.

Hulu Sungai Rokan Kiri berbatasan langsung dengan Desa Rao, Sumatera Barat. Aliran Sungai Rokan Kiri ini dari pegunungan Rao Sumbar. Hanya berapa kilo saja tetapi memang tak bisa ditempuh lagi dengan parahu kayu karena arusnya deras dan batu-batu yang besar.

Menurut tokoh masyarakat Desa Tibawan, Eriyadi, ada cerita rakyat tentang batu-batu di hulu Sungai Rokan Kiri ini. Seperti batu midai (batu seperti papan, red). Menurut cerita, kata Eriyadi, kalau batu tersebut disiram akan turun hujan. ‘’Masih banyak lagi cerita rakyat mengenai batu-batu di sepanjang Sungai Rokan Kiri ini,’’ ungkapnya.

Desa Tibawan menyimpan kemolekan alam, cerita rakyat, jeram yang menawan, masyarakat yang ramah.    

Rantau Larangan    

Takut ikan-ikan sungai punah karena ganasnya alam akibat dirambah masyarakat, warga Desa Tibawan dan pemangku adat serta pemerintah desa sudah beberapa tahun ini membuat rantau larangan.   Rantau larangan sebuah kesepakatan masyarakat tidak boleh menangkap ikan di tempat yang telah ditentukan.

Sampai tiba waktunya rantau larangan ini dibuka dan baru masyarakat bisa menangkap ikannya. Biasa sekali setahun rantau larangan tersebut baru dibuka dengan mengundang pejabat-pejabat Rohul.

Kepala Desa Tibawan, Radius, mengungkapkan, rantau larangan ini bertujuan untuk melestarikan ikan-ikan sungai. Masyarakat menyepakati untuk tidak menangkap ikan di rantau larangan tersebut. Ikan-ikan dibiarkan besar.’’Ini upaya kita untuk melestarikan ikan-ikan sungai,’’ ungkapnya.     

Bagi pemancing maniak juga bisa bertualang di Sungai Rokan Kiri ini karena ikan sungai yang masih banyak tetapi bukan di rantau larangan ini. Sebab masih banyak tempat memancing di sepanjang Sungai Rokan Kiri ini.   

Desa Wisata

Desa Tibawan memang berada di pelosok.Sinyal seluler satu-satunya hanya Ceria. Hanya listrik desa yang menerangi perkampungan dan itu pun nyala dari pukul 18.00 WIB sampai 23.00 WIB.   

Kasi Pengembangan Pasar Dinas Kebudayaan dan Periwisata Provinsi Riau, M Ery Sandy, mengungkapkan hasil dari kunjungan ini direncanakan Desa Tibawan akan dijadikan Desa Wisata. Tetapi yang terpenting masyarakat Desa Tibawan mendukung program pemerintah tersebut.

‘’Yang terpenting komitmen semua pihak untuk mendukung Desa Tibawan menjadi Desa Wisata,’’ tegasnya.

Memang, sarana dan prasarana di desa ini belum memadai. Sanitasi yang perlu diperhatikan, juga akses jalan darat dan sungai menjadi perhatian pemerintah.

Kasi Widya Kementrian Pariwisata, Atjuk Raden Hidayat, mengungkapkan, perlu kesadaran masyarakat untuk pelestarian baik alam, budaya. Mereka harus diberikan arahan tentang sadar wisata. SehinggaDesa Tibawan menjadi objek wisata alam sehingga bisa meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar. ***  









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook