KALEIDOSKOP EKONOMI 2019

Jatuh Bangun IHSG dan Top 5 Emiten Sepanjang 2019

Ekonomi-Bisnis | Selasa, 31 Desember 2019 - 23:59 WIB

Jatuh Bangun IHSG dan Top 5 Emiten Sepanjang 2019
Direktur Utama BEI Inarno Djajadi, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, para menteri dan pejabat lainnya saat Penutupan Perdagangan Bursa Efek Indonesia Tahun 2019 di Jakarta, Senin (30/12). (MIFTAHULHAYAT/JAWA POS)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Sepanjang 2019, perdagangan pasar saham Indonesia dapat dikatakan positif di tengah gempuran sentimen geopolitik global an perlambatan perekonomian dunia. Hal tersebut tercermin dari pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang masih dapat tumbuh sebesar 1,7 persen.

Selain diwarnai oleh berbagai sentimen kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, gerak IHSG sepanjang tahun ini juga dipengaruhi hiruk pikuk pesta demokrasi lima tahunan, yakni pemilihan presiden dan legislatif.


Dibuka Menghijau

Pada awal tahun IHSG berhasil dibuka di level 6.329. Padahal, IHSG awal tahun mendapat semtimen dari AS yang berencana membangun tembok perbatasan senilai USD 5 miliar.

Presiden Donald Trump dikabarkan siap untuk bernegosiasi untuk mengakhiri penghentian operasi sebagian pemerintah federal. Dari dalam negeri, perkiraan bahwa pertumbuhan ekonomi tahun ini lebih baik ditambah proyek-proyek yang terus dibangun pemerintah, mendorong kinerja pasar saham.

Bank Indonesia (BI) saat itu memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang tahun ini tumbuh sebesar 5,1 persen, atau sedikit meningkat dibandingkan 2018 sebesar yang 5,07 persen. Meskipun pada perkembangannya pertumbuhan ekonomi Indonesia 2019 sedikit melambat.

Pilpres Goyang Lantai Bursa

Pergerakan IHSG sepanjang Februari-Mei terpantau cukup fluktuatif, namun cenderung turun hingga menyentuh 6.256 pada 6 Mei 2019. Penurunan terus berlanjut hingga 17 Mei 2019, dimana IHSG longsor 1,17 persen atau 68,87 poin ke level 5.826.

Analis Reliance Sekuritas Indonesia Lanjar Nafi mengatakan, saat itu investor masih terpaku pada sentimen politik yang memanas menjelang hasil pemilihan umum dari Komisi Pemilihan Umum (KPU). Tercatat, investor asing masih melakukan aksi jual dengan nilai bersih Rp 789,27 miliar.

Namun, pada 27 Mei 2019 IHSG mulai bangkit lagi hingga ke posisi 6.098. Penguatan tersebut lantaran tensi politik yang mulai mereda.

Pasca Aksi 22 Mei, IHSG Menguat

Situasi keamanan dalam negeri yang mulai kondusif pasca-kerusuhan 22 Mei membuat investor asing mulai berani mengoleksi instrumen investasi berisiko seperti saham. Data perdagangan BEI menunjukkan, transaksi pembelian saham saat itupun lebih banyak didominasi oleh investor asing dibandingkan investor lokal yang lebih banyak menjual.

Penguatan IHSG berlanjut hingga 10 Juni 2019 hingga menyentuh ke level 6.289. Pergerakan tersebut cenderung fluktiatif hingga September 2019 dimana berhasil menguat pada level 6.381 pada 11 September 2019 lalu.

Panasnya AS-Tiongkok Bikin Bursa Demam

Sayangnya, pada kuartal IV 2019 IHSG terkena tekanan sentimen global dimana perang dagang antara dua negara adidaya yaitu AS dan Tiongkok memanas. Sehingga, IHSG perlahan-lahan mulai kembali loyo ke level 6.000. Meskipun demikian, IHSG sempat kembali bergairah namun kembali tersungkur pada 28 November 2019 ke level 5.953,06.

Memasuki bulan Desember 2019, IHSG perlahan pulih meski belum menembus level terbaiknya hingga di akhir perdagangan kemarin yang ditutup oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani, IHSG harus kembali ke teritori negatif dengan melemah 0,47 persen atau 29,77 poin ke 6.299.

Hari terakhir perdagangan, sebanyak 234 saham melemah sehingga mendorong IHSG ke zona merah. Sementara 195 saham menguat dan 151 saham diam di tempat.

Adapun total frekuensi perdagangan saham 439.878 kali dengan volume perdagangan 15,7 miliar saham. Nilai transaksi harian saham Rp 11 triliun. Sementara itu, investor asing jual saham mencapai Rp 586,68 miliar di total pasar regular. Posisi USD berada di kisaran 13.925.

Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Inarno Djajadi mengatakan, aktivitas perdagangan di BEI tahun ini meningkat berdasarkan frekuensi perdagangan yang tumbuh 21 persen menjadi 469 ribu kali perhari. Sementara, rata-rata nilai transaksi harian (RNTH) turut meningkat 7 persen menjadi Rp 9,1 triliun dibanding tahun lalu sebesar Rp 8,5 triliun.

Top 5 Emiten dengan Cuan Tertinggi

Di tengah gejolak global yang membayangi perdagangan pasar saham domestik, terdapat beberapa saham yang memberikan keuntungan menggiurkan sepanjang tahun ini.

1. PT Barito Pacific Tbk (BRPT)

Saham BRPT mampu menjadi juara kenaikan harga saham tertinggi tahun ini. Harga sahamnya melesat 214,85 persen ke level Rp 1.505 per saham, dengan catatan transaksi perdagangan menembus Rp 20,02 triliun dan volume perdagangan 11,13 miliar saham.

2. PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Syariah Tbk (BTPS)

Saham emiten ini menguat 134,54 persen ke level Rp 4.210 per saham, dengan nilai transaksi Rp 24,04 triliun dan volume perdagangan 9,15 miliar saham.

3. PT Media Nusantara Citra Tbk (MNCN)

Saham salah satu perusahaan milik Harry Tanoesoedibjo ini melesat 133,33 persen ke level Rp 1.610 per saham. Nilai transaksi sebesar Rp 12,36 triliun dan volume perdagangan 10,82 miliar saham.

Aksi korporasi akuisisi membuat saham Grup MNC dilirik investor. Namun khusus MNCN, sentimen terbesar datang dari penyelenggaraan Pilpres 2019 pada 17 April silam.

4. PT Bank Permata Tbk (BNLI)

Harga saham BNLI melesat 101,60 persen ke level 1.260 per saham, nilai transaksi Rp 14,37 triliun dan volume perdagangan 13,87 miliar saham. Sentimen pendongkrak beraaat dari isu divestasi saham Bank Permata oleh pemegang sahamnya yakni Standard Chartered Bank dan PT Astra International Tbk (ASII).

5. PT Smartfren Telecom Tbk (FREN)

Harga saham FREN melesat 73,08 persen ke level Rp 135 per saham. Nilai transaksi Rp 9,16 triliun dan volume perdagangan 44,38 miliar saham.

Sentimen pendongkrak saham FREN dan beberapa emiten telekomunikasi lain yakni spekulasi mengenai regulasi frekuensi yang bisa dipertahankan pascamerger operator telekomunikasi. Pengembalian frekuensi merupakan satu isu sensitif bagi perusahaan telekomunikasi.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Erizal









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook