AKSI BOIKOT

Produk Prancis Diboikot, Tak Terlalu Berpengaruh pada Ekonomi Indonesia

Ekonomi-Bisnis | Sabtu, 31 Oktober 2020 - 00:02 WIB

Produk Prancis Diboikot, Tak Terlalu Berpengaruh pada Ekonomi Indonesia

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Seruan aksi boikot produk Prancis menggema di seluruh negara-negara mayoritas muslim, termasuk di Indonesia. Ini dilakukan akibat pernyataan Presiden Prancis Emmanuel Macron mengenai Islam.

Menanggapi itu, Ekonom Core, Piter Abdullah, mengatakan, aksi boikot produk Prancis tidak akan menggangu ekonomi Indonesia. Sebab, baik dari segi perdagangan maupun kerja sama tidak begitu besar.


"Aksi boikot produk Prancis tidak akan berpengaruh pada ekonomi. Justru yang berdampak adalah ekonomi Prancis," ujarnya, Jumat (30/10/2020)

Dia menjelaskan, gerakan boikot produk Prancis tidak berpengaruh baik dari sisi investasi maupun ekspor-impor. Sebab, produk-produk Indonesia sendiri tidak banyak yang bisa menjadi substitusi produk Prancis.

Dia menyebutkan, belajar dari pengalaman sebelumnya, gerakan ini tidak berlangsung lama. Gerakan tersebut hanya bersifat sementara. 

"Jadi tidak terlalu signifikan dampaknya, dan gerakan ini juga hanya bersifat sementara" katanya

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Muhyiddin Junaidi meminta masyarakat tidak terprovokasi dan tetap menjaga kedamaian di Indonesia dalam menyikapi ajakan memboikot produk Prancis.

"Kepada masyarakat umat Islam dan bangsa Indonesia yang ingin menyampaikan aspirasi silakan, tapi dengan tertib, tidak boleh merusak dan harus mengikuti aturan main," kata Muhyiddin kepada wartawan di Jakarta.

Sekadar informasi, dalam konteks ekspor-impor, neraca perdagangan Indonesia ke Prancis selalu defisit dalam 5 tahun terakhir. Pada 2019 -411 juta dolar AS; 2018 -648,5 juta dolar AS; 2017 -609,4 juta dolar AS, 2016 -489,3 juta dolar AS; dan 2015 -364 juta dolar AS. Dari kondisi itu menunjukkan ekspor Prancis ke Indonesia lebih besar daripada yang diekspor Indonesia ke Prancis.

Seruan boikot Prancis juga terjadi di sejumlah negara di negara Arab, seperti Qatar, Arab Saudi, Kuwait, dan Uni Emirat Arab (UEA). Isu boikot dikhawatirkan digunakan beberapa pelaku usaha lain mengambil keuntungan dengan menyerang produk saingannya.

Sumber: Antara/News/Berbagai Sumber
Editor: Hary B Koriun









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook