AEoI Dorong Kepatuhan Wajib Pajak

Ekonomi-Bisnis | Jumat, 31 Agustus 2018 - 12:30 WIB

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Keterbukaan data melalui Automatic Exchange of Information (AEoI) bakal diterapkan Sabtu (1/9). Namun, hingga kini, masih ada lembaga jasa keuangan yang belum menyampaikan laporan data nasabah kepada Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Ditjen Pajak Kemenkeu).

AEoI telah disepakati 146 negara, termasuk Indonesia. Dengan AEoI, wajib pajak (WP) tidak akan bisa menghindar dari kewajibannya. Penerapan AEoI dilakukan untuk meningkatkan kepatuhan WP serta ekstensifikasi bagi mereka yang berpotensi menjadi WP.

Di antara sekitar 5.800 lembaga jasa keuangan yang terdaftar, 4.000-an telah melaporkan data nasabah. Sebelumnya, pelaporan tersebut dilakukan lembaga jasa keuangan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Kemudian, pelaporan akan diteruskan kepada Ditjen Pajak Kemenkeu. Batas maksimal OJK menyerahkan laporan tersebut kepada Ditjen Pajak Kemenkeu adalah hari ini (31/8).
Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Tidak semua lembaga jasa keuangan harus melaporkan data tersebut. Namun, hanya lembaga jasa keuangan yang memiliki nasabah dengan saldo rekening bank minimal Rp200 juta, nasabah asuransi yang mempunyai nilai pertanggungan minimal Rp200 juta, anggota koperasi yang memiliki agregat saldo minimal Rp200 juta, serta semua nasabah di sektor pasar modal dan komoditas berjangka dengan saldo berapa pun.

Lembaga jasa keuangan internasional yang memiliki rekening dengan saldo minimal 250 ribu dolar AS juga wajib melapor. Aturan tersebut tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2017.

’’Ada beberapa lembaga jasa keuangan yang belum ngasih laporan. Tapi, kelihatannya karena memang dia tidak punya data yang di-share. Jadi tidak harus melapor,’’ kata Dirjen Pajak Kemenkeu Robert Pakpahan di sela-sela sosialisasi implementasi Core Billing 2.0, Kamis (30/8).

Direktur Penyu­luhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Kemenkeu Hestu Yoga Saksama menambahkan, pihaknya tidak melihat adanya lembaga jasa keuangan yang sengaja tidak patuh kepada aturan tersebut. 

Hingga kini, dia menilai, lembaga jasa keuangan yang belum melapor memang tidak mempunyai nasabah sesuai dengan kategori yang diatur dalam PMK Nomor 70/2017. Selama ini pihak Ditjen Pajak Kemenkeu dan OJK terus melakukan sosialisasi serta pendampingan jika ada lembaga jasa keuangan yang kesulitan meng-input data untuk AEoI.

’’Bank-bank besar, bank-bank nasional, bank BUMN (badan usaha milik negara) apalagi, semua sudah comply (mematuhi),’’ tambahnya.

Jika nanti ada lembaga jasa keuangan yang tidak patuh, akan ada sanksi berupa hukuman pidana dan denda Rp1 miliar. Selain mempersiapkan AEoI, Ditjen Pajak Kemenkeu kini menunggu keputusan Bank Indonesia (BI) terkait Kartin1.

Kartu sakti itu kini sudah beredar dan bisa digunakan. Namun, itu baru terbatas kepada pegawai Ditjen Pajak Kemenkeu. Untuk memasyarakatkan Kartin1, perlu ada izin dari BI sebagai otoritas sistem pembayaran.

Kartu tersebut berupa kartu nomor pokok wajib pajak (NPWP) yang juga berfungsi sebagai kartu e-KTP plus kartu debit bank. Menurut Direktur Transformasi Teknologi Komunikasi dan Informasi Ditjen Pajak Kemenkeu Iwan Djuniardi, rncananya Kartin1 diintegrasikan dengan paspor, BPJS Kesehatan, dan lain-lain hingga bisa memuat 15 data.(rin/c4/fal/jpg)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook