Gapmmi Tolak RUU Halal

Ekonomi-Bisnis | Senin, 30 Desember 2013 - 09:01 WIB

JAKARTA (RP) - Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (Gapmmi) merasa keberatan jika pelabelan halal diwajibkan pada semua produk. Pasalnya, selama ini mereka sudah patuh mencantumkan detil jenis kandungan dan bahan yang dipakai.

Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi), Rachmat Hidayat mengatakan, secara umum pengusaha tidak keberatan dengan Rancangan Undang-undang yang mewajibkan label halal.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Namun jika ditujukan untuk perlindungan konsumen, itu sudah diatur dalam UU Perlindungan Konsumen. “Jika melanggar bisa juga dipidanakan,” ujarnya, Ahad (29/12)

Dia mencontohkan, jika ada produsen yang memasukan kandungan barang haram dalam produknya tapi tidak dicantumkan dalam kemasannya maka produsen bisa dipidana.

 “Sudah menjadi kewajiban produsen untuk menyebutkan detil jenis kandungan dan bahan yang dipakai, jadi buat apa diatur dengan undang-undang lain,” sebutnya.

Menurutnya tidak harus semua pengusaha makanan dan minuman harus menjual produk halal di Indonesia. Dia usul yang harus mengurus sertifikasi halal adalah produk yang mengklaim dirinya halal.

 “Di Indonesia halal dan haram itu terkait pemasaran dan penjualan. Label itu salah satu cara menarik konsumen di negara ini yang mayoritas muslim,” tukasnya.

Rachmat justru menganggap sangat tidak adil bila ada produsen yang tidak mengklaim halal, malah dipaksa untuk melakukan tes demi mendapat sertifikasi halal. Jika kewajiban labelisasi halal tetap dilakukan maka akan menghambat proses pertumbuhan industri mamin (makanan dan minuman).

 “Pengusaha akan berpikir berkali lipat untuk berinvestasi kalau banyak aturan yang tidak kondusif,” tuturnya.

Sekjen Gapmmi, Franky Sibarani mengaku sangat tidak setuju apabila labelisasi halal diterapkan secara wajib di negeri ini. Selama ini pelabelan halal dari industri mamin masih menerapkan sistem sukarela dengan mendaftarkan ke Majelis Ulama Indonesia (MUI).

“Itu yang sudah berlangsung selama ini. Jadi industri sendiri yang mendaftarkan diri,” terangnya.

Kendati sebagian besar industri makanan belum mencantumkan produk halal, menurut Franky, bukan berarti produk itu disimpulkan haram.

“Sepertinya sangat susah kalau seluruh produksi makanan dan minuman harus berlabel halal karena bahan baku makanan sangat banyak macamnya. Dari satu produk saja bisa 50 macam bahan baku,” tuturnya.

Franky menyebut ada banyak aspek yang perlu dilihat dalam pelabelan produk halal seperti proses pembuatan bahan baku, sertifikat masing-masing item bahan baku, ketersedian sumber daya manusia (SDM) dan kesiapan laboratorium penguji halal seperti apa.

“Mungkin maksud pemerintah baik, tapi menuju ke sana masih banyak kendala,” jelasnya.(wir/jpnn)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook