JAKARTA (RP)- Satgas Pemberantasan Mafia Hukum belum puas dengan penyelesaian perkara mafia pajak Gayus Halomoan Tambunan.
Mereka masih geram dengan tak diusutnya perusahaan-perusahaan penyuap Gayus hingga berjumlah Rp102 miliar. Mereka minta Jaksa Agung Basrief Arief merampungkan kasus ini.
‘’Proses yang sedang berjalan saat ini hanya sebatas aliran uang dari Robert Santonius senilai Rp925 juta. Asal muasal uang Gayus yang Rp28 miliar dan Rp74 miliar hingga saat ini masih belum tersentuh,’’ kata anggota Satgas Mas Achmad Santosa, Kamis (29/12).
Lelaki yang akrab dipanggil Ota itu menambahkan, penyidikan terhadap Gayus belum membongkar semua asal-usul dana haram yang dimilikinya.
Terutama siapa saja perusahaan yang mengucurkan duit ke Gayus agar lepas dari beban pajak.
‘’Proses penyidikan belum berhasil mengungkap siapa-siapa pemberi uang ke Gayus,’’ katanya.
Dalam beberapa kesempatan, Gayus mengaku uang miliaran rupiah itu berasal dari perusahaan wajib pajak yang pengurusan pajaknya dia bantu. Di antaranya, tiga perusahaan Grup Bakrie, yakni PT Kaltim Prima Coal (KPC), PT Bumi Resources Tbk dan PT Arutmin. Saat bertugas di Ditjen Pajak dia diduga menerima uang dari perusahaan-perusahaan ini.
Ota yakin masih banyak harta haram yang dimiliki Gayus. Dengan mengusut tuntas sumber dana Gayus, akan diketahui siapa saja perusahaan-perusahaan yang berupaya menghindari pajak. ‘’Aset-aset Gayus dan keluarga di dalam dan luar negeri masih perlu diusut. Kejadian terakhir, di mana Gayus tertipu di Rutan Cipinang sebesar Rp4,2 miliar menunjukkan aset-aset Gayus dari hasil kejahatan masih banyak,’’ katanya.
Dalam penelusuran pemberi suap Gayus, penegak hukum memang terkesan maju mundur. Perusahaan-perusahaan pemberi suap tak diusut.
Saat Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) masih dijabat M Amari, dia mengungkapkan penyidik masih menunggu hasil penelusuran Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) tentang uang Gayus.
Satgas Antimafia Hukum Bubar
Kasus Gayus belum tuntas, namun masa kerja Satgas Pemberantasan Mafia Hukum selama dua tahun akan berakhir hari ini (30/12).
Belum ada keputusan, apa Presiden SBY akan memperpanjang masa tugas Satgas yang diketuai Kuntoro Mangkusubroto itu.
‘’Sampai sekarang belum ada kejelasan mengenai hal itu. Perpanjangan atau tidak itu kewenangan presiden,’’ kata Kuntoro dalam laporan akhir tugas Satgas di kantor UKP4 (unit kerja presiden bidang pengawasan dan pengendalian pembangunan), Kamis (29/12).
Satgas dibentuk presiden pada 30 Desember 2009 melalui Keppres Nomor 37 Tahun 2009.
Selama dua tahun masa tugas, data per 23 Desember 2011, Satgas menerima hampir 5.000 laporan pengaduan dari masyarakat. Sebanyak 4.401 pengaduan (89 persen) telah dipelajari. Sisanya masih dalam tahap penyelesaian.
Pengaduan yang mendesak, ditindaklanjuti Satgas dengan menyampaikannya ke instansi terkait, yakni 163 surat. ‘’73 surat telah ditindaklanjuti instansi tersebut (instansi hukum, red),’’ katanya.
Dia mengakui jika memang masih ada beberapa kasus yang belum tuntas diatasi. ‘’Tentunya sebagai penanggung jawab, bila Satgas ini diperpanjang kasus tadi jadi PR berikutnya,’’ ucapnya.
Sekretaris Satgas Denny Indrayana mengakui, jumlah pengaduan yang ditindaklanjuti memang tergolong kecil. Namun itu sebab ada tidaknya indikasi dan data pendukung yang kuat. ‘’Kami memilih fokus pada 163 itu yang disampaikan sangat layak ditindaklanjuti,’’ kata Denny.
Meski tergolong kecil, Satgas berpendapat penanggulangan kasus itu jadi pintu masuk memperbaiki sistem. Menurut Kuntoro, yang juga penting adalah kelanjutan penyelesaian suatu kasus. ‘’Kelanjutan di sini bukan sekadar vonis, tapi bagaimana dari kasus ini diambil langkah-langkah memperbaiki sistem,’’ imbuhnya.
Beberapa kasus mencolok sempat jadi perhatian Satgas adalah kasus mafia pajak Gayus Halomoan Tambunan dan kasus sel mewah Artalyta Suryani alias Ayin.
Kasus Gayus jadi pintu masuk untuk membongkar mafia pajak dan peradilan pajak. Sementara kasus sel Ayin terkait pembenahan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas).
Satgas juga mendorong kebijakan perlindungan bagi justice collaborator dengan menggandeng Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Contohnya Agus Condro dalam kasus suap cek pelawat dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior (DGS) BI.
Jelang berakhirnya masa tugas, Satgas membentuk tim ahli independen untuk menilai.
Tim beranggotakan kriminolog UI Muhammad Mustofa, ahli hukum Universitas Andalas Saldi Isra dan peneliti LIPI Siti Zuhro.
Hasilnya akan diserahkan ke presiden sebagai pertimbangan atas kelanjutan kerja Satgas.
Satgas kemarin juga mendatangi Kejaksaan Agung (Kejagung). Mereka hendak menanyakan laporan masyarakat terkait kasus-kasus yang berhenti di Kejagung.
Anggota Satgas yang juga Wakil Jaksa Agung Darmono mengatakan ada 52 kasus yang belum ditindaklanjuti korps Adhyaksa.
‘’Satgas minta laporan-laporan itu diteruskan ke Kejagung untuk ditindaklanjuti sesuai ketentuan. Kasus-kasus yang kami sampaikan masih terkait kinerja dan integritas,’’ kata alumnus Universitas Islam Indonesia (UII) itu.(fal/aga/agm/jpnn)