JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memangkas tingkat bunga penjaminan di perbankan. Yakni, sebesar 50 basis point (bps) untuk simpanan dalam bentuk rupiah di bank umum dan bank perkreditan rakyat (BPR). Serta, 25 bps untuk valuta asing di bank umum.
Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa menuturkan, keputusan tersebut mempertimbangkan arah suku bunga pasar yang menurun, kondisi makro ekonomi, dan sistem stabilitas keuangan yang terkendali. Selain itu, prospek likuiditas perbankan masih longgar.
Sehingga, tingkat bunga penjaminan simpanan rupiah di bank umum menjadi 3,5 persen. Untuk valas di bank umum sebesar 0,25 persen. Sementara, tingkat bunga penjaminan rupiah di BPR adalah 6 persen. Penetapan tingkat bunga penjaminan tersebut berlaku mulai 30 September 2021 hingga 28 Januari 2022.
"Faktor pertimbangan lain adalah dinamika risiko pasar keuangan global yang relatif terkendali. Serta, masih perlunya upaya menjaga momentum pemulihan ekonomi dengan memberikan ruang penurunan biaya dana bagi perbankan," kata Purbaya, Rabu (29/9).
Dia berharap, kebijakan LPS tersebut dapat mendukung upaya pemulihan ekonomi. Khususnya melalui intermediasi perbankan. Mengingat, tingkat pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) perbankan masih cukup tinggi.
Hasil penelitian Irman Faiz, lulusan S1 Universitas Indonesia, dan Adry Gracio, lulusan S2 London School of Economics, menunjukkan bahwa penurunan tingkat bunga penjaminan LPS mendorong pertumbuhan kredit perbankan. Penurunan tingkat bunga penjaminan LPS 1 persen, diasosiasikan dengan peningkatan pertumbuhan kredit sebesar 0,12-0,14 persen. Artinya, tingkat bunga penjaminan LPS membantu transmisi moneter dari kebijakan suku bunga acuan bank sentral yang berada pada level yang rendah.
"Kami mengimbau kepada bank untuk menginformasikan kepada para nasabah penyimpan mengenai kebijakan tingkat bunga penjaminan simpanan yang berlaku. Juga mengingatkan nasabah untuk tetap memperhatikan hasil bunga simpanan yang diterima dari bank," tandas Purbaya.
Terpisah, Sekretaris Perusahaan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Rudi As Aturridha mengatakan, terjadi penurunan penempatan dana masyarakat di deposito sejak Agustus tahun lalu. Itu seiring dengan tren penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) dan tingkat bunga penjaminan.
Selain itu, tidak sedikit penarikan dana dari deposito untuk kemudian ditempatkan di produk investasi lain oleh nasabah segmen wealth management."Karena nasabah segmen tersebut ingin memperoleh imbal hasil investasi yang lebih tinggi," ucapnya.
Sementara itu, Kepala Ekonom Permata Bank Josua Pardede mengatakan, kredit perbankan hingga Juli 2021 baru tumbuh 0,5 persen year-on-year (yoy) dan 1,5 persen secara year-to-date (YtD). Artinya, permintaan kredit perbankan masih cenderung lemah. Korporasi-korporasi besar memilih untuk mengerem permintaan dana ke bank. Karena belum membutuhkan banyak modal dan mengurangi risk appetite perusahaan. Masyarakat menengah atas juga masih menahan belanja.
Menurut dia, ekspansi kredit perbankan sangat dipengaruhi oleh pemulihan ekonomi nasional. "Program vaksinasi memiliki andil penting dalam membangkitkan keyakinan konsumen untuk mulai belanja kembali. Ketika berjalan sukses, baru fungsi intermediasi perbankan menjadi optimal," ungkapnya.(han/dio/das)
Laporan JPG, Jakarta