Ketidakpastian Global Makin Terasa, Laju Ekonomi Diprediksi Tertahan

Ekonomi-Bisnis | Jumat, 30 Agustus 2019 - 19:30 WIB

Ketidakpastian Global Makin Terasa, Laju Ekonomi Diprediksi Tertahan

JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Pertumbuhan ekonomi diperkirakan melambat. Kenaikan yang tertahan itu disebabkan perang dagang yang tak kunjung usai antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok.

Pemerintah bahkan memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini hanya 5,08 persen atau di bawah outlook APBN 2019 yang 5,2 persen. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan, faktor ketidakpastian global kian terasa.


“Dari berbagai lembaga memang merevisi ke bawah untuk (pertumbuhan ekonomi) global maupun masing-masing negara,” katanya saat rapat bersama Komisi XI DPR, Kamis (29/8).

Untuk itu, dorongan dari ekonomi domestik harus terus digenjot agar pertumbuhan ekonomi pada semester II ini lebih pesat. Sumbernya berasal dari konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, dan investasi.

Setidaknya, jika tiga sumber tersebut tumbuh dengan baik, hal itu bisa mengompensasi perlambatan pertumbuhan ekspor dan efek domino yang dirasakan industri dalam negeri akibat turunnya permintaan global.

Sebelumnya, pemerintah Tiongkok berencana mengirimkan utusannya ke Washington DC bulan depan untuk berunding dengan pemerintah AS. Tiongkok telah menawarkan AS agar menghentikan perang dagang yang terjadi sejak tahun lalu itu.

Di sisi lain, balas-membalas kenaikan tarif bea masuk juga terus berlanjut. Belum lagi, Presiden AS Donald Trump memerintahkan perusahaan-perusahaan AS di Tiongkok agar melakukan relokasi ke negara lain. Hingga saat ini, tiap-tiap pemerintah di dua negara tersebut belum mencabut ancaman kenaikan tarif baru kepada negara rivalnya.

Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menambahkan, meski ekonomi global diramal tumbuh melambat, keadaan dalam negeri masih baik. Dia yakin tingkat kemiskinan yang pada Maret lalu tercatat 9,4 persen bisa turun hingga menjadi 8,7 persen tahun depan. Namun, jika angka kemiskinan ingin ditekan hingga di bawah level 7,5 persen, memang agak sulit.

Sementara itu, mulai 1 Oktober 2019, turis asing yang datang ke Indonesia bisa meminta pengembalian pajak pertambahan nilai (PPN). Syaratnya, nilai belanjanya minimal Rp 500 ribu per struk. Nilai belanja tersebut dapat diakumulasikan dari struk belanja di lebih dari satu toko yang berpartisipasi dalam skema Value Added Tax (VAT) Refund for Tourists.

Untuk dapat diperhitungkan dalam total akumulasi nilai belanja itu, nilai pemungutan PPN dalam struk belanja dari satu toko minimal Rp 50 ribu. Pada ketentuan yang berlaku sebelumnya, pengembalian PPN hanya dapat dilakukan jika nilai PPN pada setiap struk belanja tercantum pada tanggal yang sama dan nilainya Rp 500 ribu.

“Dengan kata lain, pada ketentuan sebelumnya, turis asing hanya dapat meminta pengembalian PPN atas pembelanjaan barang dengan nilai minimal Rp 5 juta per struk dari satu toko,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Hestu Yoga Saksama.
Sumner: Jawapos.com
Editor: Erizal









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook