JAKARTA (RP) - Bank Indonesia (BI) merespons cepat potensi lonjakan inflasi Agustus. Jurus menaikkan BI Rate pun kembali dipilih untuk meredam inflasi.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Difi Johansyah mengatakan, Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI memutuskan untuk menaikkan BI Rate sebesar 50 basis poin, dari 6,5 persen menjadi 7,0 persen. ‘’Ini bagian dari penguatan bauran kebijakan untuk menyikapi kondisi ekonomi terkini,’’ ujarnya, Kamis (29/8).
Anjloknya nilai tukar rupiah serta potensi tingginya inflasi Agustus membuat BI yang biasanya melaksanakan RDG pada pertengahan bulan, kemarin menggelar RDG tambahan di akhir bulan.
Selain BI Rate, bank sentral juga mengerek suku bunga Lending Facility (LF) sebesar 25 basis poin menjadi 7,0 persen, dan suku bunga Deposit Facility (DF) sebesar 50 basis poin menjadi 5,25 persen.
Difi menyebut, langkah lain yang ditempuh BI adalah memperpendek jangka waktu month-holding-period kepemilikan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dari 6 bulan menjadi 1 bulan. Langkah lainnya, memperhitungkan Sertifikat Deposito Bank Indonesia (SDBI) sebagai komponen Giro Wajib Minimum (GWM) Sekunder.
Lalu, memperkuat kerja sama antar bank sentral dengan memperpanjang Bilateral Swap Arrangement (BSA) antara Bank Indonesia dengan Bank of Japan.
Menurut Difi, kebijakan lanjutan itu dilakukan menyikapi cepatnya dinamika perubahan perekonomian global dan nasional. Penarikan modal dan meningkatnya risiko investasi menyebabkan penurunan harga saham dan meningkatnya yield obligasi. ‘’Termasuk pelemahan nilai tukar di hampir seluruh negara emerging market, tidak terkecuali Indonesia,’’ katanya.
Dari dalam negeri, tekanan inflasi juga menguat. BI memproyeksi, inflasi tahun ini akan melampaui target APBN Perubahan yang dipatok 7,2 persen, bahkan proyeksi BI 8,6 persen pun bakal terlampaui.
‘’Hingga akhir tahun, inflasi kemungkinan akan ada di kisaran 9,0 sampai 9,8 persen,’’ ujarnya.(owi/jpnn)