JAKARTA (RIAUPOS.CO)-Ketua Komisi Keterbukaan Informasi Publik (KIP) Pusat Abdulhamid Dipopramono mempertanyakan masalah rencana pemerintah menerapkan penarikan dana ketahanan energi dari penjualan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, yang menurut sebagian kalangan dianggap sebagai pungutan liar (pungli).
Abdulhamid menuntut keterbukaan Menteri ESDM RI Sudirman Said mengenai pungutan itu. Dia menjelaskan Undang-Undang Nomor 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP), menyatakan setiap kebijakan pemerintah yang menyangkut hajat hidup orang banyak (public) harus dilakukan transparan (terbuka).
Hal ini untuk memenuhi prinsip tata kelola pemerintahan yang baik, bebas dari manipulasi, akuntabel, dan untuk menumbuhkan kepercayaan (trust) publik kepada pemerintah, sebagai pengambil kebijakan.
Menurut Abdulhamid, aspek ketahanan energi banyak, terutama energi baru dan terbarukan yaitu panas bumi, gas bumi, bioenergi, dan tenaga matahari. Indonesia perlu cadangan energi cukup sebab ketahanan energi nasional sekarang termasuk lemah walaupun memiliki sumber daya energi yang melimpah, khususnya dari energi fosil seperti BBM dan batu bara.
“Pemerintah, Menteri ESDM harus transparan dalam memungut dana ketahanan energi BBM. Pemerintah tak cukup hanya mengatakan kebijakan ini merupakan implementasi UU Nomor 30/ 2007 tentang energi,” kata Abdulhamid di Jakarta, Selasa (29/12/2015).
Tentang ketahanan energi tersebut, pemerintah tak cukup hanya mengatakan energi fosil yang tak terbarukan akan segera habis. Pemerintah harus mulai lebih detail dan obyektif menjelaskan argumentasinya ke rakyat sebagai konsumen BBM dan obyek pungut.
“Selain atas alasan Undang-Undang, itu pun harus diterjemahkan lebih lanjut ke dalam peraturan pemerintah, maka pemerintah harus terbuka terhadap komponen biaya produksi BBM dan profit yang diambil,” ujarnya.
Laporan : fat/jpnn
Editor : Aznil Fajri