DPR: Berikan Kontrak Asing ke BUMN

Ekonomi-Bisnis | Jumat, 29 November 2013 - 09:15 WIB

JAKARTA (RP) - Pemerintah Indonesia segera memasuki babak baru di 2014. Target dan arah kebijakan ekonomi pun mulai dimunculkan.

Ketua Komisi VI DPR Airlangga Hartarto mengatakan, salah satu kebijakan ekonomi yang akan terus didorong adalah pengambilalihan usaha investor asing yang sudah habis masa kontraknya.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

‘’Di bidang industri maupun pengelolaan sumber daya alam, kalau habis kontraknya maka harus diambil alih Indonesia,’’ ujarnya dalam diskusi outlook ekonomi Kamis (28/11).

Menurut Airlangga, salah satu contoh nyata yang harus menjadi acuan untuk menyikapi kontrak dengan perusahaan asing adalah pengambilalihan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum).

‘’Kita ingin, kalau penyelesaian kontrak asing bisa dilakukan seperti Inalum, karena ekonomi kita akan lebih maju kalau ada Inalum-Inalum berikutnya,’’ katanya.

Sebagaimana diketahui, kepemilikan Inalum sebelumnya terbagi antara pemerintah Indonesia (41,12 persen) dengan konsorsium swasta-pemerintah Jepang yang tergabung dalam Nippon Asahan Alumunium (58,88 persen).

Berdasarkan kontrak yang ditandatangani pada 7 Juli 1975 di Tokyo, pengaturan kerja sama tersebut berakhir pada 31 Oktober 2013.

Pihak Jepang sendiri mendesak Indonesia untuk memperpanjang kontrak pengelolaan Inalum. Setelah melalui negosiasi alot, pemerintah Indonesia akhirnya memutuskan untuk tidak memperpanjang kontrak pengelolaan dengan Jepang dan mengambil alih Inalum dengan kompensasi sekitar 558 juta dolar AS atau sekitar Rp6,2 triliun.

Menurut Airlangga, kini sudah saatnya Indonesia mengoptimalkan semua sumber daya yang ada agar memberi manfaat terbesar bagi perekonomian Indonesia.

Dia menyebut, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sudah memiliki kemampuan teknis maupun finansial untuk mengelola sumber daya alam Indonesia.

‘’Maka, kontrak pertambangan seperti migas dengan kontraktor asing yang sudah berakhir masanya, juga harus diberikan pada BUMN,’’ ucapnya.

Kontrak sektor pertambangan memang selalu menjadi isu panas. Kisah West Madura Offshore (WMO) bisa cerminan alotnya negosiasi. Ketika itu, Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi atau BPMigas (sekarang SKK Migas) berniat memperpanjang kontrak pengelolaan WMO oleh Kodeco Energy (Korea).

Namun, desakan banyak pihak akhirnya membuat pemerintah memberikan hak pengelolaan WMO kepada Pertamina.(owi/fas)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook