JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Keterlibatan swasta di dalam proyek infrastruktur jalan tol masih sangat minim. Sejumlah tantangan besar harus dihadapi pengusaha tol menggarap proyek tol, termasuk kebutuhan dana yang sangat besar.
Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) bidang Konstruksi dan Infrastruktur Erwin Aksa mengatakan selain kebutuhan dana, masalah pembebasan lahan menjadi hambatan swasta masuk proyek tol. Lahan adalah prasyarat utama proyek tol.
"Pertama adalah pembebasan lahan, swasta harus dihadapkan pada ini. Kedua adalah dana yang besar, terutama untuk proyel tol yang dibangun secara simultan, tidak terpotong-potong," kata Erwin, Selasa (29/10).
Hambatan lain adalah proyeksi lalu lintas harian rata-rata (LHR) yang selalu meleset. Jika LHR lebih kecil, hal ini menjadi risiko pengusaha jalan tol dan tidak mendapat ganti rugi dari pemerintah.
"Pemerintah selama ini tidak menjamin LHR meleset dan itu resiko yang dihadapi pengusaha. Sebenarnya jika ada jaminan banyak pengusaha ingin garap tol, saat ini kan hanya yang capital-nya besar saja," kata Erwin.
Hal sebaliknya diungkap Kepala Badan Pengelola Jalan Tol (BPJT) Kementerian PUPR Danang Parikesit. Menurut Danang Keterlibatan swasta di infrastruktur jalan tol terus meningkat, termasuk dari level menengah.
Dengan target jalan tol yang dibangun pada tahun 2024 sepanjang 4.700 – 5.200 kilometer, sambung Danang, dibutuhkan lebih banyak ‘pemain baru’ di bidang ini. Tidak hanya BUMN atau swasta dengan jumlah modal besar
"Kita butuh pemain baru saat ini. Sudah ada pemain baru yang masuk, tapi dalam level konsorsium, antara 5 sampai dengan 10 persen, tapi kita sudah senang makin banyak di infrastruktur tol swasta terlibat," kata Danang.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Erizal