CIPANAS (RIAUPOS.CO) - PENERIMAAN pajak tahun ini diprediksi surplus. Direktur Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Ihsan Priyawibawa mengungkapkan bahwa nilainya akan melebihi target yang ditetapkan sebesar Rp1.718 triliun. Data mencatat, hingga Agustus 2023 penerimaan pajak mencapai Rp1.246,97 triliun atau setara dengan 72,58 persen dari angka yang dipatok.
”Insya Allah, kita bisa melebihi target yang di APBN sebesar Rp1.718 triliun. Artinya, bisa surplus Rp100 triliun dengan pertumbuhan 5,9 persen,’’ ujarnya pada media briefing Kemenkeu di Jakarta, Rabu (27/9).
Ihsan menjelaskan, sebagian besar outlook yang melebihi proyeksi itu juga berasal dari spillover effect kenaikan harga komoditas tahun lalu. Sebagaimana diketahui, profit 2022 dilaporkan pada SPT tahunan yang disampaikan dan dibayarkan PPh terutangnya pada April 2023.
Namun, pertumbuhan penerimaan pada akhir tahun yang mencapai 5,9 persen diperkirakan lebih rendah jika dibandingkan dengan realisasi pertumbuhan Januari–Agustus sebesar 6,4 persen.
Penyebabnya, penurunan harga komoditas diprediksi berlanjut dan perlambatan perdagangan global yang persisten.
‘’Hal ini akan menimbulkan tekanan pada PPh/PPN impor dan PPN dalam negeri serta mendorong WP untuk melakukan penurunan angsuran PPh badan,’’ paparnya.
Dengan dinamika tersebut, penerimaan pajak 2024 dipatok mencapai Rp1.988,9 triliun. Jumlah itu naik 9,4 persen jika dibandingkan dengan outlook 2023 yang diprediksi sebesar Rp1.818,2 triliun. ”Ini cukup menantang sebetulnya. Apalagi, melihat kondisi 2023 yang pertumbuhannya melambat ke 5,9 persen. Basis dari kinerja penerimaan tahun-tahun sebelumnya pun, (penetapan target) 9,4 persen itu terutama ditopang dari PPN kita dan PPnBM yang diperkirakan tumbuh 10,9 persen sejalan dengan peningkatan konsumsi,” jelas Ihsan.
Untuk mencapai target tersebut, DJP akan memperkuat lima strategi. Pertama, mendorong tingkat kepatuhan dan integrasi teknologi dalam sistem perpajakan.
Kedua, memperluas basis perpajakan melalui intensifikasi dan ekstensifikasi. Ketiga, memperkuat sinergi melalui joint program, pemanfaatan data, dan penegakan hukum bersama kementerian/lembaga dan aparat pemerintahan lainnya.
Keempat, menjaga efektivitas implementasi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) untuk mendorong peningkatan rasio perpajakan. Kelima, insentif perpajakan yang makin terarah dan terukur agar dapat mendukung iklim dan daya saing usaha serta transformasi ekonomi yang bernilai tambah tinggi.(dee/dio/esi)
Laporan JPG, Cipanas