JAKARTA (RP) - Eka Dharma Putra, tersangka kasus dugaan suap revisi Perda 6/2010 tentang venue Lapangan Tembak PON XVIII Riau, Senin (28/5), kembali diperiksa KPK.
Menurut pengacaranya, Eva Nora SH, pemeriksaan terakhir kemarin untuk melengkapi berita acara pemeriksaan (BAP).
‘’Penyerahan tahap kedua atau P21 dalam beberapa hari ke depan,’’ kata Eva Nora usai mendampingi kliennya di gedung KPK.
Eka saat keluar dari gedung KPK pukul 13.29 WIB tidak berkomentar sama sekali saat ditanya wartawan dari siapa uang suap Rp900 juta tersebut.
Namun, Eva Nora menyebutkan kapasitas kliennya saat ditangkap KPK, hanya sebagai bawahan. Saat itu Eka diperintah oleh atasannya, mantan Kadispora Riau, Lukman Abbas (juga tersangka dalam kasus ini namun belum ditahan).
‘’Perintah ia ikut dalam penyerahan uang suap adalah perintah dari atasannya yaitu Pak Lukman,’’ jelas Eva Nora.
Ke depan, Eva Nora selaku pengacara Eka akan melakukan upaya pembelaan dengan pembuktian bahwa Eka Dharma Putra tidak memiliki kewenangan untuk melakukan tindakan pemberian suap kepada anggota DPRD Riau.
‘’Karena situasinya (diperintah atasan, red) menyebabkan Eka melakukan itu,’’ tambah Eva sembari menyebut bahwa itu bagian dari hal-hal yang meringankan Eka, karena dia bukanlah pelaku.
Untuk diketahui, Eka Darma Putra merupakan satu dari tiga tersangka suap PON yang ditangkap tangan KPK saat membawa uang suap senilai Rp900 juta.
Saat ditangkap, Eka bersama karyawan PT Pembangunan Perumahan (PP) Persero, Rahmat Syahputra dan anggota DPRD Riau, M Faisal Aswan (Fraksi Golkar) yang juga tersangka dalam kasus ini.
Dalam rekonstruksi yang telah dilakukan KPK di Pekanbaru, diketahui saat ditangkap, ketiganya sedang membawa uang Rp900 juta tersebut dalam tiga kantong terpisah menggunakan mobil pick up.
Sedianya uang itu akan diantar kepada anggota DPRD Riau yang juga ketua Pansus revisi Perda PON, M Dunir (tersangka) yang sudah menunggu di kantor DPRD Riau, namun mereka keburu ditangkap tim KPK yang sudah mengintai mereka.
Selain itu Eva Nora juga menegaskan bahwa uang suap PON Riau senilai Rp900 juta yang disita oleh KPK di Pekanbaru beberapa waktu lalu berasal dari rekanan yang mengerjakan pembangunan venue Lapangan Tembak PON.
‘’Uang itu bukan dari atasannya (Lukman Abbas, red), tapi dari rekanan,’’ kata Eva Nora.
Sebagaimana diketahui bahwa rekanan yang mengerjakan venue Lapangan Tembak PON ialah PT Pembangunan Perumahan (PP) Persero.
Apa yang dikatakan Eva Nora ini sejalan dengan yang disampaikan pengacara tersangka M Faisal Aswan, Sam Daeng Rani beberapa waktu lalu. Sam Daeng menyebutkan, uang suap PON dari PT PP, dan penggalangan dana itu dibantu juga oleh PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya (Wika). Menurut Eva, selama pemeriksaan oleh KPK, kliennya itu sangat kooperatif.
Penyandang Dana Suap
Meskipun penyandang dana suap PON ini sudah diungkapkan oleh dua tersangka yakni MFA dan EDP melalui pengacara mereka, hal itu belum menjadi alasan kuat bagi KPK untuk memeriksa petinggi PT Pembangunan Perumahan (PP) Persero dalam kasus ini. ‘’Kita belum berencana memeriksa pejabat PP Pusat,’’ kata Johan Budi.
Juru Bicara KPK ini beralasan, dalam sepekan ini KPK masih fokus untuk melengkapi berkas empat tersangka, yakni MFA, MD, EDP dan RS.
‘’Hari ini EDP juga diperiksa sebagai tersangka, untuk melengkapi berkasnya,’’ jelas Johan Budi sembari menambahkan dalam waktu dekat berkas empat tersangka akan segera dilimpahkan (P21).(fat)