JAKARTA (RP)- Komisi Yudisial (KY) melansir ribuan laporan tentang hakim nakal yang diterimanya selama 2011.
Lembaga yang dipimpin Eman Suparman itu memastikan, jumlah laporan yang diterima pihaknya meningkat drastis jika dibanding tahun-tahun sebelumnya.
‘’Selama Januari sampai 15 Desember 2011 ada 1.658 laporan masyarakat yang masuk ke KY,’’ kata juru bicara KY Asep Rahmat Fajar di kantornya, Selasa (27/12). Tentu saja laporan-laporan itu terkait perilaku hakim yang diduga melanggar kode etik dan perilaku hakim.
Tentu saja angka itu melonjak tajam jika dibanding laporan tahun 2010 yang hanya menerima 641 laporan hakim nakal. Asep tak merinci apa penyebabnya.
Yang jelas, kata dia, meski telah menerima ribuan laporan, pihaknya tak bisa menindaklanjuti semua. Yang ditindaklanjuti hanya laporan yang berbobot dan memiliki bukti indikasi pelanggaran.
Kata Asep, KY memiliki waktu 90 hari untuk menyelidiki suatu laporan. Dalam proses penyelidikan itu KPK berwenang memanggil hakim yang bersangkutan untuk menjelaskan.
‘’Sampai sekarang KY telah memeriksa 71 hakim yang diduga melanggar kode etik. Sedang untuk saksi jumlahnya mencapai 189,’’ terangnya.
Setelah menerima dan mendalami laporan, tahun ini KY pun telah merekomendasikan 15 hakim untuk diberi sanksi. Ini memang dijatuhkan pada para hakim yang terbukti kuat telah melanggar kode etik.
Rinciannya, delapan hakim direkomendasikan diberi sanksi ringan yakni sanksi tertulis, satu hakim direkomendasikan sanksi sedang, lima hakim direkomendasikan diberhentikan sementara, satu hakim diberhentikan tetap.
Beberapa di antara rekomendasi itu ada dua kasus yang dinilai pelanggarannya cukup berat dan harus diselesaikan dengan diajukan ke Majelis Kehormatan Hakim.
Yakni kasus hakim yang terbukti memeras dan berbuat asusila dengan minta penari telanjang bernama hakim Dwi Djanuanto. Hasilnya Dwi diberhentikan secara tidak hormat.
Sedang seorang hakim lainnya adalah hakim Jonlar Purba yang oleh MKH disanksi potong gaji lantaran terbukti telah berhubungan komunikasi melalui telepon dengan pihak berperkara.
Padahal menurut kode etik, seorang hakim sama sekali tak diperkenankan menjalin komunikasi dengan pihak berperkara.(kuh/agm/jpnn)