LUKMAN ABBAS MINTA RATUSAN JUTA KE PT WASKITA

7 Anggota DPRD Riau Diminta Serahkan Paspor ke Kantor Imigrasi

Ekonomi-Bisnis | Rabu, 28 November 2012 - 15:55 WIB

Riau Pos Online-Pihak Kantor Imigrasi Pekanbaru Rabu pagi tadi (28/11) melayangkan surat kepada tujuh tersangka anggota DPRD Riau yang tersangkut perkara suap dana PON Riau XVIII sebesar Rp900 juta agar menyerahkan paspor mereka ke Kantor Imigrasi Pekanbaru.

Hal ini disampaikan Kepala Kantor Imigrasi Pekanbaru melalui Kepala Seksi Pengawasan dan

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Penindakan Keimigrasian Kantor Imigrasi Pekanbaru Edwar Siagian SH kepada pers, Rabu

(28/11). Menurut Edwar Siagian, pemulangan paspor ketujuh anggota DPRD Riau yang sedang bermasalah hukum ini tujuannya sebagai antisipasi dini agar yang bersangkutan tidak

melakukan perjalanan ke luar negeri. Apalagi sudah didengar kabar bahwa anggota DPRD Riau akan melakukan studi banding (stuban) ke luar negeri dalam waktu dekat ini.

Adapun tujuh tersangka anggota DPRD Riau yang dimintakan Kantor Imigrasi Pekanbaru agar menyerahkan paspornya ke Kantor Imigrasi Pekanbaru untuk ditahan dan diamankan sementara adalah Adrian Ali, M Roem Zein, Zulfan Heri, Syarif Hidayat, Tengku Muhazza, Turoechan Asyari, dan Abubakar Siddik. "Jikapun mereka (tujuh anggota DPRD Riau) itu tidak memulangkan atau tidak menyerahkan paspornya ke Kantor Imigrasi Pekanbaru, tapi data keimigrasian mereka sudah kami blok atau sudah ditangkal," kata Edwar Siagian SH.

Sementara lanjutan sidang Suap dana PON Riau Rp900 juta Rabu tadi (28/11) di Pengadilan

Tipikor Pekanbaru menghadirkan jajaran PT Waskita Karya. Dalam sidang yang menghadirkan terdakwa mantan Kadispora Riau Lukman Abbas tersebut menyebut Lukman Abbas meminta uang ratusan juta rupiah.

Dalam hal ini posisi mantan Kadispora Riau Lukman Abbas semakin terjepit. Sejumlah saksi  

memberatkannya, termasuk dari PT Waskita yang menyebut mereka diminta uang ratusan juta oleh Lukman Abbas. Mantan Kadispora Riau, Lukman Abbas, yang menjadi terdakwa kasus dugaan Suap PON Riau kembali disebut saksi meminta uang ratusan juta kepada PT Waskita, selaku kontraktor pengerjaan venue PON Riau.

Permintaan uang oleh terdakwa Lukman itu, melalui Dicki, KSO PT Adhi Karya, untuk

disampaikan kepada pihak PT Waskita, perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang juga selaku kontraktor pelaksana pembangunan main stadium Riau.

Adanya permintaan sejumlah uang dengan nilai cukup besar itu, diungkapkan oleh Trihartanto, Kepala Cabang Riau PT Waskita, saat dihadirkan Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (PU KPK) Agus Salim SH MH, Iskandar SH MH dan Kresno Anto Wibowo SH MH di Pengadilan Tipikor Pekanbaru, sebagai saksi atas terdakwa Lukman Abbas, pada sidang Rabu pagi (28/11).

Kepada majelis hakim yang diketuai oleh Isnurul SH, Trihartanto menyebutkan, bahwa terdakwa Lukman Abbas pernah meminta sejumlah uang kepada pihak perusahaannya, dan permintaan tersebut diminta terdakwa sebanyak dua kali dengan jumlah Rp200 juta dan Rp500 juta, yang menurut terdakwa untuk pengurusan penambahan anggaran PON dari APBN. "Dari permintaan itu terealisasi hanya Rp225 juta," kata Trihartanto.

Permintaan uang sebesar Rp500 juta itu, diketahuinya pada 22 Februari 2012, saat dihubungi Dicki melalui telepon. "Isi pesan Lukman Abbas yang disampaikan melalui Diki, kata Trihartanto tentang permintaan uang Rp500 juta untuk pengurusan APBN penambahan dana PON.

Karena proyek empat venue, base ball, dayung, atletik, voli yang dikerjakan PT Waskita ada yang belum terbayarkan. "Dalam pembangunan venue PON tersebut, kita diminta ada istilah partisipasi pencairan termin. Memang ada pekerjaan yang belum terbayarkan, dan saya tidak tahu pasti berapa jumlah yang belum dibayar itu. Masalah penagihan tidak tahu persis, karena ada di project manager dan manejer keuangan," ujar Trihartanto.

Dari permintaan Rp500 itu, sebut Trihartanto yang terealisasi hanya Rp225 juta melalui Kepala Devisi PT Waskita, Sadali. Dengan berbagai pertimbangan, makanya dipenuhi uang itu. "Pak Sadali pinjam ke Sub Kontraktor sebesar Rp150 juta yaitu PT Dwipika, Rp75 juta dari PT Parikal," ujarnya lagi.

Selanjutnya, majelis hakim kemudian menanyakan, selain permintaan Rp500 juta, apakah ada permintaaan lain yang diminta terdakwa Lukman Abbas. Trihartanto pun menjawab, masih ada permintaan lainnya. "Permintaaan ada sebelumnya, kalau tidak salah Rp200 juta," ungkap

saksi.

Dijelaskan saksi, bahwa Uang Rp200 juta tersebut, tidak diketahui peruntukannya. Karena menurut Lukman Abbas mengatakan, ada perlu. Lalu disampaikan kepada kepala devisi, namun tidak ada realisasinya. Sementara itu terdakwa yang ditanya majelis hakim, menyebutkan jika uang tersebut bukan untuknya, melainkan untuk mengurus anggaran Rp90 miliar dari APBN tersebut.

Setelah saksi Trihartanto diperiksa, Penuntut Umum KPK menghadirkan saksi Sadali selaku Kepala Divisi III PT Waskita. Dari kesaksiannya, ia menyebutkan, permintaan langsung dari terdakwa Lukman Abbas tidak pernah, tapi melalui Trihartanto. "Bahwa ada permintaan sejumlah dana untuk pencairan tagihan proyek. Jumlah tagihan yang macet totalnya Rp33 miliar dari nilai proyek. Rp500 juta diminta melalui Pak Dicki, permintaan Pak Lukman Abbas," ujar Sadali.

Setelah permintaan Rp500 juta dicairkan sebanyak Rp225 juta, uang tersebut diserahkahkan kepada terdakwa Lukman Abbas di Hotel Sheraton Jakarta bersama Dicki, pada 23 Februari 2012. "Uang itu diserahkan untuk mempercepat tagihan, karena APBD tidak tersedia anggarannya, makanya pengurusan APBN,'' ungkapnya.

Setelah saksi Sadali memberikan keterangan, majelis hakim melanjutkan pemeriksaan terhadap empat orang saksi lainnya, Nofriyanto selaku Kepala Keuangan Waskita, Sumartio selaku mantan karyawan PT Waskita, Zulfan Heri dan Abubakar Siddik selaku anggota DPRD Riau.

Seperti diketahui, Lukmann Abbas dihadirkan kepersidangan dengan status sebagai terdakwa. Didakwa Penuntut Umum KPK telah ikut terlibat secara bersama melakukan tindak pidana dengan cara memberi suap kepada sejumlah anggota DPRD Riau.

Atas perbuatan terdakwa selaku pemberi atau menjanjikan uang, terdakwa dijerat dengan Pasal 11 Undang Undang RI Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sebagaimana telah diubah dengan UU RI No 20/2001 tentang Perubahan atas UU RI No 31 tahun 1999, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.(azf)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook