JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Realisasi investasi mengalami penurunan pada kuartal III tahun ini. Kementerian Investasi/Badan Koordinasi dan Penanaman Modal (BKPM) mencatat Realisasi investasi sebesar Rp216,7 triliun. Raihan itu turun 2,8 persen jika dibandingkan capaian pada kuartal sebelumnya yang mencapai Rp223 triliun.
Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia menyebutkan, penurunan itu dipicu pandemi Covid-19. "Selama tiga bulan itu kami bisa bekerja maksimal hanya 1,5 bulan. Sebab 1,5 bulannya kita tahu pandemi Covid-19," ujarnya pada konferensi pers virtual, Rabu (27/10).
Bahlil melanjutkan, pada Juli-Agustus memang kasus positif Covid-19 melambung tinggi. Meskipun demikian, para investor bisa beradaptasi. "Jadi, mereka percaya diri untuk membangun investasi," ujarnya.
Pada kuartal III, investasi didominasi penanaman modal dalam negeri (PMDN) sebanyak 52,4 persen atau Rp113,5 triliun. Sisanya, 47,6 persen yakni penanaman modal asing (PMA) sebesar Rp103,2 triliun.
Bahlil menjelaskan, saat PPKM, banyak tenaga ahli dari luar negeri yang tidak masuk karena prokes Covid-19. Hal itu juga membuat arus barang masuk dari luar negeri terhambat. Dampak itu yang dirasakan pada investasi PMA yang turun. Sehingga, BKPM memaksimalkan potensi PMDN.
Berdasarkan sektor, perumahan, kawasan industri, dan perkantoran memberikan kontribusi terbesar. Yakni, Rp28,1 triliun. Disusul sektor transportasi, gudang, dan telekomunikasi senilai Rp26,6 triliun.
Jika sepanjang Januari-September 2021, realisasi investasi telah terkumpul Rp659 triliun. Tahun ini, pemerintah menetapkan target investasi sebesar Rp 900 triliun. Sehingga, hingga September realisasi investasi telah mencapai 73,3 persen dari target yang ditetapkan.
Koordinator Wakil Ketua Umum (WKU) III Bidang Maritim, Investasi, dan Luar Negeri Kadin Shinta Kamdani menambahkan, untuk meningkatkan investasi, pemerintah perlu melanjutkan reformasi struktural khususnya dalam hal peningkatan daya saing sumber daya manusia (SDM) dan perbaikan supply chain domestik di berbagai sektor industri. ”Beban-beban usaha pokok untuk industri, meliputi biaya energi, biaya logistik, dan sebagainya harus diefisiensikan agar kita lebih bersaing,” ujarnya.(dee/agf/dio/jpg)