PEKANBARU (RP) - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) akan memastikan bahwa anggota TNI AU yang melakukan penganiayaan terhadap jurnalis serta masyarakat saat jatuhnya pesawat Hawk 200 TT 0212 di, Jalan Amal, Siak Hulu Kampar beberapa waktu lalu diproses secara hukum. Penekanan terhadap hal ini akan disampaikan ketika Komnas HAM menemui Irjen TNI dan Mabes AU.
‘’Pada 5 November, kita mau bertemu Irjen (inspektorat jendral) TNI dan Mabes AU. Pertemuan ini untuk memastikan bahwa proses terhadap pengaduan teman-teman atas apa yang dilakukan Letkol Robert Simanjuntak dan pelaku lainnya tetap berjalan,’’ ujar perwakilan Komnas HAM, melalui Plt Kabag Pengaduan, Eko Dahana dan Penyelidik Pelanggaran HAM, Firdiansyah dalam pertemuan dengan perwakilan organisasi wartawan se-Riau, Sabtu (27/10) malam di Kantor PWI Riau Jalan Sumatera, Pekanbaru.
Ditegaskannya, kasus ini akan masuk dalam catatan tentang kekerasan yang terjadi terhadap wartawan. ‘’Ini akan menjadi pola, apakah ke depan TNI bisa memperbaiki diri,’’ imbuhnya. Ia menjelaskan, ketika ada peristiwa khusus di lingkungan TNI seperti pesawat jatuh, helikopter jatuh atau kapal tenggelam, TNI cenderung menjadikan peristiwa seperti ini hal yang harus dirahasiakan.
‘’Dengan alasan, sesuatu yang terkait dengan keamanan. Hal-hal seperti itu sering kali TNI masih menggunakan kekerasan. Padahal hal seperti itu tidak bisa ditutup-tupi,’’ katanya.
Plt Kabag Pengaduan Komnas HAM ini mengatakan, tujuan kedatangan mereka ke Riau adalah untuk mencari bukti-bukti lebih lanjut, mendatangi lokasi kejadian dan meminta keterangan tambahan dari masyarakat. ‘’Pekan lalu saat kami menerima pengaduan, mereka memang memutuskan akan turun ke lapangan. Besok (hari ini, red) kita mau turun ke lokasi untuk mencari informasi dari penduduk di sekitar lokasi,’’ kata Eko.
Dalam waktu dua hari, Eko berharap dapat memperoleh banyak informasi tentang peristiwa kekerasan oleh TNI AU. ‘’Yang baru teridentifikasi sekarang kan pelaku penganiayaannya baru Robert, namun informasi dari teman-teman kan ada yang lain juga pelakunya selain dia,’’ lanjutnya.
Dari informasi yang diperoleh, ia berharap kasus-kasus seperti ini akan bisa menentukan langkah yang akan diambil. ‘’Kami akan membahas temuan-temuan dari sini. Akan kita olah dan kita akan perhatikan harapan teman-teman tentang proses hukum atas Robert Simanjuntak,’’ ucapnya.
Firdiansyah menambahkan, Komnas HAM di Jakarta hingga kini baru menerima kronologis kejadian dari tiga jurnalis yang menjadi korban. Yakni Fahri Rubianto kameramen Rtv, Rian Anggoro wartawan Antara News dan Didik Herwanto fotografer Riau Pos. ‘’Saat ini kita juga ingin minta keterangan dari wartawan lainnya yang juga turut jadi korban,’’ jelasnya.
Saat ke lokasi kejadian nanti, Firdiansyah mengatakan Komnas HAM akan membuat kronologis kejadian. ‘’Kita akan mencari tahu, apa urgensinya dilakukan pemukulan itu. Kenapa wartawan saja yang diusir, sementara masyarakat juga banyak di sana. Itu yang kita mau cari gambarannya,’’ paparnya.
Pada pertemuan ini, beberapa jurnalis serta masyarakat yang jadi korban juga turut hadir. Dari keterangan para korban diketahui bahwa saat itu TNI AU yang berada di lokasi cenderung bertindak brutal tanpa alasan jelas.
Ipung Sadewo, jurnalis Riau Channel Televisi yang turut jadi korban selain tiga wartawan yang datang ke Komnas HAM Jakarta mengatakan, saat kejadian itu ia datang dari jalan raya kira-kira 50 meter.
‘’Posisi pesawat jatuh saya belum tahu. Pas masuk ke dalam, saya melihat Rian (salah seorang korban) dipukuli. Dengan tangan kanan saya merangkul Rian. Tiba-tiba, ada anggota TNI AU berpakaian training menerjang ke ulu hati saya,’’ jelasnya.
Aksi kekerasan ini belum berakhir di sana. Belum sempat ia mengambil napas, punggungnya dipijak sampai tersungkur. ‘’Saya sempat ngambil gambar Rian saat ditarik itu,’’ lanjutnya. Dewo melihat, paling tidak ada lima orang lebih yang memukuli Rian. ‘’Saya sulit mengenali karena mereka memakai pakaian olahraga,’’ imbuhnya.
Sementara itu, dua korban dari masyarakat yang hadir adalah Cendra dan Mancon. Cendra memaparkan, ia hanya melintas saat itu. Begitu melihat ada keramaian dan warga sekitar mengatakan ada pesawat jatuh, ia coba melihat ke dalam.
‘’Saya memakai sepeda motor ke dalam. Karena ramai, saya memutar lagi. Lalu ada anggota TNI memberhentikan. ‘Kau bawa motor laju-laju’, katanya. Saya jawab: ‘Saya tidak laju-laju’. Lalu saya dipukul bagian kepala. Dia bilang, ‘Kau dikasih tahu melawan, itu komandan saya’. Saya jawab, ‘Saya tidak melawan’,’’ ujarnya sambil mengatakan yang memberhentikannya adalah dua orang dengan pakaian olahraga Paskhas.
Korban lainnya, Mancon mengatakan, ia pulang ujian dari kampusnya ketika melihat keramaian di sekitar lokasi. ‘’Saya tanya ada apa, warga bilang ada pesawat jatuh. Saya masuk mau ambil gambar, saat itu belum ada pembatas. Habis saya ambil gambar, ada TNI yang pakai training 3 orang. Ponsel saya langsung dirampas. Kepala saya dipukul, bibir saya dipukul sampai pecah,’’ ucapnya.
Karena tak tahan dengan siksaan yang diterimanya, ia lalu lari ke belakang rumah warga. Tak lama kemudian, ia kembali untuk meminta ponsel miliknya yang dirampas. ‘’Saya malah dihajar lagi. Saya lalu lari lagi. Saya lihat juga, ada satu orang warga lagi yang dipukuli TNI sampai pelipisnya pecah,’’ jelas Mancon.
Sekretaris PWI, Eka Putra mengatakan, pihaknya mengapresiasi kedatangan Komnas HAM untuk menelusuri permasalahan ini. ‘’Kami berharap proses hukum ini tetap berlanjut. Tidak hanya pers yang mengawal tapi juga stake holder lain. Termasuk Komnas HAM,’’ ujarnya.(ali)