Kementan Kembangkan Model Desa Pertanian Majukan Produk Holtukultura

Ekonomi-Bisnis | Sabtu, 28 September 2019 - 21:02 WIB

Kementan Kembangkan Model Desa Pertanian Majukan Produk Holtukultura
Gubernur DIY Jogjakarta Sri Sultan Hamengkubuwono X mendorong petani untuk membentuk wadah untuk memperkuat pengembangan produk pertanian organik yang telah dikembangkan. (Kementan for JawaPos.com)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) --  Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono X terlihat sumringah saat menyaksikan langsung kegiatan promosi produk hortikultura ramah lingkungan di Pendopo Kelompok Tani Ternak Nganggring, Girikerto, Turi, Sleman (26/9).

Kegiatan bertajuk Temu Lapang Desa Pertanian Organik dalam bentuk Jambore ini melibatkan sedikitnya 1.000 petani hortikultura dari 4 kabupaten se-DIY. Berbagai macam komoditas unggulan ditampilkan diantaranya Salak, Manggis, Kelengkeng, Jambu air Dalhari, Durian, Jambu Kristal, Pisang, Jahe, Bawang Merah dan aneka Sayuran.


“Perkembangan pertanian organik di DIY yang begitu pesat patut diapresiasi. Namun, perlu dilakukan penguatan kelembagaan untuk menaungi para petani organik di wilayah Sleman, Kulon Progo, Gunung Kidul dan Bantul. Petani bisa membentuk dan mengembangkan jejaring korporasi dalam wadah koperasi. Nantinya produk organik dari petani bisa dipasarkan lewat koperasi secara online,” ujar Sultan.

Ia mengingatkan kalau ingin produk organik survive , bukan saatnya lagi bekerja sendiri-sendiri, tapi harus membuat jaringan kerja yang kuat. ” Silahkan dirembug bersama dengan kelompoknya masing-masing untuk membentuk wadah pemasaran yang kuat, bisa dalam bentuk koperasi,”tambah Sultan.

Dihubungi terpisah, Direktur Jenderal Hortikultura, Prihasto Setyanto menyebut Kementerian Pertanian terus mendorong perbaikan sistem pengembangan hortikultura, salah satunya melalui budidaya ramah lingkungan untuk menghasilkan produk organik.

“Agar berdaya saing, produksi hortikultura kita mau tidak mau harus berkualitas, sehat dan aman konsumsi. Standard budidayanya juga harus terus didorong dari level nasional kearah standar global. Ini penting karena trend konsumsi produk organik kedepan akan semakin meningkat. Dinamika ini sudah kami tangkap dan formulasikan dalam Grand Design kebijakan pengembangan hortikultura 2020-2024,” kata Prihasto.

Direktur Perlindungan Hortikultura, Sri Wijayanti Yusuf saat dihubungi menjelaskan tahun ini pihaknya mengalokasikan kegiatan Desa Pertanian Organik sebanyak 250 Desa yang tersebar di 23 Propinsi dan 114 Kabupaten/Kota seluruh Indonesia.

“Program tersebut menjadi bagian dari realisasi visi nawacita Bapak Presiden yang mentargetkan terbentuknya 1.000 desa pertanian organik. Selaras dengan tagline “go organic” yang digaungkan Kementan sejak 2010 lalu ,” kata wanita yang akrab dipanggil Yanti tersebut.

Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan DIY, Sasongko menegaskan instansi yang dipimpinnya sangat concern dengan pengembangan pertanian organik. Sejak 2018 lalu, setidaknya telah dilakukan pendampingan Desa Pertanian Organik (DPO) tanaman hortikultura di 36 lokasi yang tersebar di 4 kabupaten se-DIY.

Komoditasnya meliputi aneka buah dan sayuran. “Kami kawal intensif agar di setiap lokasi siap disertifikasi sesuai standard SNI 6729:2016 tentang Klasifikasi Desa Pertanian Organik, minimal masuk Kelas B atau C,” terang Sasongko. “Dengan event jambore seperti ini, bisa menjadi sarana edukasi dan sosialisasi pertanian organik kepada masyarakat,” katanya.

Ketua kelompoktani Salak “Kusuma Mulya” Sleman, Endang Setyo Murni, mengaku usahanya semakin maju setelah menerapkan sistem budidaya organik. Bersama 30 anggotanya, Endang telah mengembangkan salak organik sejak 2009 dan mampu ekspor lewat Asosiasi Salak Prima Sembada ke sejumlah negara diantaranya Kamboja, Thailand dan Tiongkok.

“Berkat sertifikat organik dan registrasi kebun GAP yang difasilitasi pemerintah, kami bisa ekspor salak ke Kamboja rata rata 2 kali seminggu, mencapai 6 ton sekali kirim. Kalau ke Thailand rata rata 2,5 ton tiap seminggu sekali,” ungkap Endang. ” Lha untuk salak yang tidak masuk kriteria ekspor kami sudah bisa olah menjadi dodol, geplak, kopi biji salak, manisan, steak salak, bakpia salak dan sebagainya. Alhamdulillah salak di tempat kami bisa dimanfaatkan secara maksimal,” katanya senang.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Erizal









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook